Kejora

52 13 4
                                    


Kubuka mataku saat warna jingga sang surya telah unjuk diri dengan malu-malu dan sinarnya menyelinap masuk ke dalam jendela kamarku.

"Uhh masih ngantuk, Mah," gumamku saat mamah membuka tirai jendela kamarku lebar-lebar.
"Cepetan bangun Keysa! Ini udah jam setengah 7, kamu mau bolos!?" Seru mamah.
"Hmm iya, Mah," jawabku sembari beranjak dari kasur kesayanganku dan masuk ke kamar mandi, lalu aku pun teringat untuk mengikat rambut hitamku yang panjang bergelombang aku pun kembali ke kamar dan tanpa sengaja mataku melihat jam di dinding kamarku yang masih menunjukkan pukul setengah 6 dan baru kusadari aku tertipu lagi.
"Mamah baru setengah 6!" Teriakku kesal dan aku hanya mendengar tawa mamah yang pecah sebagai jawabannya.

Setelah selesai bersiap dan memastikan tidak ada yang tertinggal aku segera ke ruang makan.
"Pagi Ayah, Mamah!" Sapaku dengan tersenyum manis.
"Pagi Key!" Jawab mereka serempak
"Hihh kan aku udah bilang jangan panggil aku Key, aku bukan kunci!" Protesku.
"Iya, udah cepetan sarapan nanti Ayah kesiangan," ucap ayah dan aku hanya mengangguk lalu segera menghabiskan makananku.

Di sekolah

Kakiku melangkah memasuki ruang perpustakaan tempat favoritku, bukan untuk membaca buku di sana tetapi hanya meminjam buku dan membacanya di tempat lain, karena menurutku perpustakaan itu terlalu nyaman. Yang ada bukannya membaca buku di sana malah tidur lagi, kalau kata temanku aku itu pelor (nempel molor) konyol memang.

Saat aku sampai di depan kelasku aku melihatnya. Arka, pria yang kucinta dalam perihnya luka yang kurasa. Aku memang bukan tipe gadis yang tergila-gila pada pria dan kehilangan kewarasannya. Namun, aku juga bukan tipe wanita yang terlalu menunggu Dewi Fortuna bekerja. Aku hanya bersikap layaknya teman biasa meskipun dia dinginnya luar biasa.
"Hai Arka!" Yang dibalasnya hanya dengan lirikan mata.
"Dasar es!" Ucapku setelah dia berlalu jauh.

Tak terasa menit berganti jam dan bel tanda pulang sudah dibunyikan, aku segera beranjak dari kelas menuju taman sekolah. Itulah rutinitasku setelah pulang sekolah, aku suka di sana sambil menbaca novel, itu membuatku tenang. Namun, sebelum sampai perpustakaan aku melihat Arka dengan seorang gadis terlampau cantik yang menangis dan berkata "Suatu saat aku akan berubah jadi lebih baik, aku janji. Kembalilah... ya, kita mulai semua dari awal."
"Bodo, minggir ah," ucap Arka acuh
Dan kulihat Arka pergi ke arah taman, karena searah jadi kuikuti saja. Kalau kata pepatah sambil menyelam minum air.

Di taman

"Sendirian? Tumben ke taman, lagi ada masalah?" Tanyaku.
"Ih apalagi nih, kenapa sih cewek sukanya kegatelan gini. Ada yang ganteng dikit dipepet. Ngaca dong! lo sama mantan gue yang tadi aja cantikan dia kemana-mana, dia aja gue tolak lah lo? Mending nih ya lo lanjutin baca buku tebel lo itu dan jauh-jauh dari gue, biar lo bisa kelihatan pinter dikit jadi murahannya gak kelihatan. Oh ya, jangan ikut campur urusan orang deh," ucapnya tanpa beban.
"Aku gatau kalau lidah kamu bisa lebih tajam dari pedang, aku kira kamu itu baik walaupun sikap kamu selalu dingin. Tapi ternyata aku terlalu buta untuk melihat realitanya," ucapku tegas. Namun ternyata aku tak setegar itu, air mata yang sudah kutahan ternyata jatuh juga saat aku berbalik badan. Dan saat itu adalah akhir dari perjuanganku. Kini kusadari saat jatuh cinta aku selalu menutup mata dan terlalu menggunakan hati serta melupakan logika.

Keesokan harinya kami kembali berjumpa ketika dia bersama teman-temannya. Aku hanya menunduk tak berani menatap mata cokelatnya yang akan membuatku tenggelam di dalamnya.
"Eh, bro. Kalian tau gak? Ada cewek murahan yang kerjaannya ikut campur urusan orang. Dan gue gatau kenapa gitu, yang naksir gue model begituan semua."
"Ya nikmatin aja lah bro, buat seneng-seneng aja. Kalau udah bosen ya tinggalin hahahaha."
Mendengar semua itu, aku hanya dapat tersenyum kecut. Ternyata orang yang kucinta tak sebaik yang kukira, ku rasa inilah saatnya melepaskan agar hatiku tak menjadi korban.

Setelah kejadian itu aku selalu menghindar ketika bertemu dengannya dan tak pernah lagi menyapanya. Karena menatapnya hanya akan membuatku teringat akan luka. Dan hari ini adalah hari Senin yang artinya upacara akan dilaksanakan. Saat upacara berlangsung entah mengapa kepalaku terasa berat dan berdenyut hebat sampai ku sadari ada setetes warna merah yang mengenai seragamku saatku menunduk berusaha meredam sakit di kepala
"Keysa, kamu mimisan!" Dan saat itulah semua berubah menjadi kegelapan.

Setelah hari itu, aku jadi sering mengalami mimisan dan berakhir pingsan. Aku tak tahu apa yang terjadi, aku selalu menolak ajakan ayah dan mamah untuk ke dokter karena menurutku ini hanya efek kelelahan. Namun hari ini ketika ayah dipanggil ke sekolah lagi untuk menjemputku, aku tak dapat mengelak karena ayah langsung membawaku ke rumah sakit terdekat.

Di rumah

Saat ayah membawaku ke rumah sakit kemarin lusa aku harus melalui berbagai pemeriksaan yang aku sendiri tak tahu apa, namun hasil laboratoriumnya dapat diambil hari ini. Dan di sinilah aku menangis meraung di dalam kamar yang kukunci setelah mengetahui kenyataan bahwa aku mengidap leukimia stadium 2. Sudah 3 hari aku bolos sekolah dan meratapi nasibku ke depannya.
"Key, kita akan berjuang sama-sama. Mamah sama Ayah akan berusaha nyariin rumah sakit dengan dokter terbaik yang bisa nyembuhin kamu" ucap mamah sembari duduk di samping kasurku dan aku hanya termenung lalu tersenyum tipis untuk menenangkan mamah.

Hari terus berlalu tak terasa selama setahun aku dan Arka masih saling acuh. Dan leukimia yang kuidap semakin parah dan efeknya luar biasa bagi diriku, tak jarang aku kehilangan semangat. Namun aku selalu teringat orang-orang yang kusayangi meskipun aku sudah memasuki stadium akhir.

"Mamah sama Ayah jangan sedih ya kalau nanti Key pergi...." ucapku seperti berbisik, di tengah keadaanku yang kritis.
"Key gak boleh bicara gitu! Key harus sembuh! nemenin Mamah sama Ayah. Key lupa dulu pernah janji bikin Mamah sama Ayah bahagia? Dan sekarang Mamah minta kamu tempatin janji kamu itu dengan cara sembuh," ucap mamah sambil menangis. Tanganku bergerak menghapus air mata Mamah dan Ayah sembari berkata,
"Mah, Yah. Maafin Key kayaknya Key gak bisa tempatin janji itu, Mamah sama Ayah jangan marah ya sama Key. Nanti Key gak tenang di sana. Ayah tolong nyanyiin lagu tidur dong buat Key. Key kangen dinyanyiin Ayah," ucapku lemas
Namun, sebelum ayah bernyanyi pintu ruanganku dibuka dengan kasar oleh orang yang membuatku terluka namun pernah bahagia dengan cinta yang kurasa meski hanya aku yang merasa. Dia Arka.
"Key, maaf aku gatau kalau...." ucapnya lirih sembari meneteskan air mata tak mampu melanjutkan kalimatnya dan aku hanya tersenyum dan mengangguk tanda memaafkan
"Ayo Ayah nyanyi! Key udah gak sabar," Ucapku pelan.
Dan ketika ayah menyanyi sinar terang itu berubah menjadi kegelapan yang membawaku pergi jauh dan meninggalkan kenangan.

Arka POV
"Rupanya aku terlambat menyadari,
Bahwa kaulah yang selama ini aku cari,
Maafku pernah melukai,
Oh Tuhan tapi mengapa harus begini,
Mengapa harus hukuman ini yang kujalani,
Maaf Key,
Baru kusadari kaulah kejora yang kunanti, Keysa Jovita Ratnasari." Batinku.
"Harusnya saat itu aku tak memanggilnya wanita murahan, tetapi kejora yang berasal dari singkatan namanya yang mempesona seperti orangnya," sesalku.

Selesai

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KejorakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang