Hari minggu Sika kali ini, ia gunakan untuk lari pagi bersama Tania.
"Istirahat yukk Tan, capek"
rintih Sika yang sudah merasa kakinya sangatlah pegal. Tania pun segera mengiyakan ajakan Sika karena rasa capek sudah melanda keduanya.
"Leiy"
suara Sika yang hanya bisa didengar dirinya sendiri. Ia menatap betul-betul apakah yang dilihatnya itu Leiy atau bukan, setelah merasa benar bahwa seseorang itu Leiy, Sika pergi mengejarnya tanpa perduli rasa capek yang ia rasakan.
"Eh Sika, mau kemana?"
teriak Tania sekeras mungkin agar bisa didengar oleh sahabatnya."Tunggu aja di situ, aku akan segera kembali"
teriak Sika yang tak kalah kerasnya."Aduhh.."
Sika terjatuh akibat tersandung batu yang tak di lihatnya saat berlari. Ia senantiasa memegang lututnya yang berdarah terkena aspal. Dilihatnya tangan yang berada di hadapannya saat ini, mengisyaratkan untuk memberi bantuan agar Sika dengan mudah berdiri.
Ia mengangkat wajahnya, melihat pemilik tangan itu dan ternyata pemiliknya adalah seseorang yang ia kejar.
Segera Sika menyambut tangan Leiy, dibantunya ia berdiri."Kenapa bisa jatuh?"
tanya Leiy dengan wajah seperti biasanya, dingin."Gagal fokus"
Mereka terlihat canggung satu sama lain. Walaupun begitu tapi Sika menunggu moment seperti ini, bisa berdua dengan Leiy, karena ada sesuatu yang ia ingin tanyakan untuk menghilangkan rasa penasarannya.
Sika mulai berbicara untuk menghilangan suasana hening yang datang.
"Leiy!"
panggil Sika dengan nada yang lembut. Yang dipanggil hanya menoleh tanpa berkata.
"Boleh nggak aku tanya?"
"Tanya apa?"
"Sebenarnya aku itu penasaran sama kamu Leiy, waktu kita bertemu pertama kali di jalan saat hujan, aku seperti sudah bertemu kamu sebelumnya. Apakah kamu merasa begitu?"
"Kamu benar"
"Tapi dimana?"
Sika mulai mengingat ingat tentang lelaki yang sekarang berada di dekatnya saat ini. Tiba-tiba terlintas difikiran Sika tentang suara serak basah yang pernah ia dengar pertama kali di kampusnya yang dulu, dan terungkaplah bahwa Leiy adalah orang yang pernah menegurnya.
"Aku ingat, kamu yang pernah negur aku waktu aku dihukum dan saat itu aku sedang ngatangatain guru yang menghukumku dengan kepala botak, ingat nggak?"
"Ow yaya, aku ingat. Pantas aku seperti sudah mengenalmu sebelum kita bertemu dijalan"
"Ngomong-ngomong kok kamu bisa berada di Universitas Mada?"
"Aku sebenarnya kuliah di dua kampus"
"Whuatt? untuk apa kuliah di dua kampus? emang nggak cukup kalau hanya satu kampus?"
"Yang satu Universitas pilihan Ayah dan yang satu pilihanku sendiri"
"Oh gitu"
Leiy hanya membalas dengan anggukan.
"Si tikus cari mangsa kemana sih, kok nggak nongol-nongol ?"
ucap Tania yang lelah menunggu sahabatnya."Heii Tan, maaf ya buat kamu nunggu lama"
kata Sika yang sudah muncul. Tania pun hanya melirik sahabatnya tanpa ada niatan untuk membalas perkataanya.
"Kok diam Tan, marah ya?"
tanya Sika pelan-pelan"Pulang yukk"
Tania memutuskan untuk mengajak Sika pulang karena ia sedang dalam mood yang hancur karena dibiarkannya duduk sendiri, menunggu lama pula.
Sikap Tania yang seperti itu membuat Sika merasa bersalah.Sesampai di rumah, Sika melihat sosok laki-laki yang tengah berdiri di depan pintu.
"Coco...!!"
panggil Sika ragu-ragu."Gimana lari paginya, pasti capek ya?"
"Ngapain kamu kesini?"
"Pingin main aja sih"
Sika pun mengajak Coco untuk masuk ke dalam rumah, karena baginya membiarkan tamu berada di luar lama-lama itu mencerminkan sikap tidak sopan.
"Kamu tinggal sendiri dirumah sebesar ini?"
"Nggak, ada Bunda sama Bibi"
"Terus mana Bundamu, aku mau kenalan dan minta restu ni"
Mendengar perkataan Cocok sontak membuat Sika membulatkan matanya yang sipit.
"Bercanda Sik, gitu aja kayak mau nerkam orang"
"Nggak lucu"
Andaikan kamu tau, aku menyukaimu dan sangat menyukaimu. Senyummu yang membuatku selalu rindu, tatapanmu yang membuatku selalu mengingatmu
-RicocoPutra-***
Malam pun tiba, membuat Coco harus segera pulang. Sika mengantarkannya sampai didepan pintu.
"Lho kok bisa kempes?"
Coco terkejut melihat ban mobil miliknya dalam keadaan kempes. Kemudian Sika menghampiri Coco yang sibuk menendang ban mobilnya.
"Kok ditendang?"
pertanyaan itu membuat Sika dan Coco bersamaan membalikan badan menghadap pemilik sang suara."Bunda, kok udah pulang? tadi Sika nggak lihat Bunda udah pulang"
"Bunda lewat pintu belakang sayang. Kenapa sahabatmu itu kok bannya ditendang?"
"Nggak tau kenapa ni Bun, kempes dadakan"
"Nama kamu siapa nak?"
tanya Larasati kepada Coco"Perkenalkan tan, nama saya Ricoco Putra, panggil aja Coco"
Jawab Coco dengan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Ini sudah larut malam, Nak Coco tidur disini saja, entar tidurnya dikamar Sika, disana ada dua kasur kok"
"Ta....Ta..pi"
ucap Coco terbata bata karena detak jantungnya yang berdetak sangat cepat.
"Nggak pakai tapi tapian, daripada kamu kenapa napa dijalan, bakal nyusahin banyak orang"
"Sial deh, terpaksa harus tidur satu atap sama cewek rese kayak kamu"
omel Coco setelah berada di kamar."Eh, aku itu sebenarnya juga ogah ya. Kalau nggak karena Bunda , aku nggak bakal tidur satu kamar sama kamu, najis"
Sika mencak mencak."Kamar kamu cukup keren ya, semuanya bernuansa panda"
"Iya dong. Panda itu hewan yang imut banget makanya aku suka"
ucap Sika dengan sangat percaya diri."Kalau aku sukanya sama kamu, boleh?"
"Kamu rese ya, bercandamu itu nggak pernah lucu adanya hanya menjengkelkan"
"Teganya kamu. Sakit tak berdarah"
Coco berekting alay dengan tangan mengelus elus dada, menginsyaratkan sakit luar biasa dan mulut yang berkspresi menangis, sangat pas dipandang mata.
Melihat tingkah konyol Coco, Sika tertawa terbahak bahak.
"Udah - udah , nggak kuat. Perutku sakit lah"
Gelap menyelimuti bumi dan sangat pekat, membuat Sika sudah setia dengan mimpi nya.
Mulutku terlalu munafik tentang rasa, tapi hati terlalu jujur untuk merasa
-RicocoPutra-Kata-kata puitis Coco muncul ketika matanya menatap Sika yang tertidur pulas.
Coco beranjak dari tempat tidurnya lalu menghampiri Sika, senyumnya merekah melihat ekspresi Sika saat tidur. Karena gemas ia mencium pelan puncak kepala Sika.
"Aku mencintaimu"
ucap Coco dengan nada rendah agar wanita dihadapannya saat ini tidak terbangun karena ulahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
COMFORTABLE!
Romance" Hanya setitik pena yang mengerti, hanya goresan luka yang menghadiri. Mencoba menghempaskan namun tak cukup kuat. Hidup memang tentang sebuah keadilan, dimana semua derita menjadi bahagia. Tak perlu selalu menuntut lebih, jika pada akhirnya yang s...