Kelas perkenalan selalu mendebarkan, entah siapapun yang mengalaminya.
Dia berdiri di depan kelas. Seluruh mata memandangnya dengan penuh minat, sementara suasana terasa begitu tenang tanpa satupun suara--selain desing mesin-mesin pendingin ruangan yang terpasang di dekat plafon. Dia sudah menyebutkan nama, juga tempat tinggal dan asal sekolahnya. Lebih tepatnya sekolah Alan. Zara tidak tahu apa lagi yang harus ia lakukan, apalagi beberapa menit lalu, seorang guru di kantor Tata Usaha memberinya kertas berisi kelas dan jadwal pelajarannya, dan nama kelas yang tertera di sana membuat gadis itu speechless.
Kelas vokal. Kelas piano.
Kenapa tidak ada gitar? Bukannya pada saat tes masuk, Alan menampilkan gitar? Kenapa jadi piano dan vokal?
"Baiklah anak-anak, cukup di sini dulu perkenalannya. Kalau ada yang ingin kalian tanyakan, bisa kalian sampaikan pada Alan nanti di jam istirahat." Suara lembut wali kelas mereka--namanya Miss Alia--memutus keheningan. "Alan, kamu bisa duduk di bangku belakang, di dekat jendela itu."
Zara mengangguk dengan senyum kecil di wajah. Ia bergegas menuju bangkunya, dan Miss Alia segera memulai pelajaran pagi itu.
000
Begitu cepat jarum jam di dinding berputar. Tiga jam pelajaran berlalu dengan cepat dan melelahkan. Zara sudah cukup lama tidak duduk diam di kursi untuk mendengarkan penjelasan guru di depan kelas, namun untungnya ia tidak merasa keberatan harus menjalaninya lagi sekarang.
Belajar di kelas memang menyenangkan ...
Bel istirahat terdengar nyaring di speaker. Suara-suara lega terdengar di sana-sini. Beberapa siswa bahkan terang-terangan mengangkat badan--merenggangkan otot yang terasa kaku--bahkan saat Miss Alia masih memberesi bukunya di depan sana.
"Class! Besok jadwal kita memakai ruang musik B, jadi tolong persiapkan tugas kalian, oke? Saya akan mengeceknya satu-satu dan memberi kalian nilai."
Suara gumaman antusias bergema di sana-sini. Sekilas Zara mendengar pertanyaan-pertanyaan yang isinya bahkan tidak bisa ia pahami sedikitpun--tentu saja mengenai piano--juga jawaban-jawaban singkat dari wali kelas mereka.
"Dan Alan ..." Mata biru tua di balik lensa kacamata cokelat Miss Alia terarah pada Alan. "Setelah ini, tolong temui saya di kantor, ya? Kamu ada waktu, kan?"
Zara mengangguk. "Iya, Miss."
"Sekian. Silakan istirahat, semuanya." Wanita cantik berusia tiga puluhan itu tersenyum seraya mengambil buku-bukunya yang tertata rapi di meja guru, kemudian bergegas keluar kelas. Anak-anak berlarian dari bangku masing-masing. Berebut keluar kelas.
"Terima kasih, Miss!"
Koor mereka bergema di langit-langit ruangan.
Zara menghembuskan napas. Diambilnya buku pelajaran dari laci dan bangkit, berniat menyimpan buku di loker sebelum pergi ke kantor Miss Alia. Di pintu, gadis itu menoleh sekali lagi untuk memandang kelas barunya.
Hangat. Meski tetap saja terasa asing. Tatapannya tertuju pada seorang anak bertubuh agak gendut yang duduk sendirian di bangkunya--tepat di sebelah bangku Zara--alih-alih bergegas keluar seperti teman-temannya yang lain. Mata jernihnya tampak mengamati gadis itu diam-diam, dan ketika tatapan Zara terarah padanya, ia cepat-cepat menunduk dan menyembunyikan wajah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Four Academy : And The Soul of Yesterday
Teen FictionIni tentang Zara dan mimpi-mimpinya. Tentang masa lalu yang memaksa hadir di masa sekarang. Tentang cinta seorang sahabat. Cinta seorang saudara. Dan cinta yang tak pernah Zara bayangkan akan ada di dunia ini. Ia hanya tahu bahwa ia harus berjalan a...