Lisa
Kalau saja aku sudah lama mengenal Wanda, aku akan memintanya untuk tidak pergi. Atau kalau bisa mencari alasan, ingin rasanya segera angkat kaki dari tempat ini.
Berdua dengan Ralph di apartemennya yang masih kosong ini membuatku sangat awkward. Aku berdiri di tengah ruangan, tidak jauh dari tempatnya. Tidak ada apa-apa di sini, membuat suasana menjadi semakin lengang.
Bahkan desahan napasku saja terdengar sangat lantang.
Perlahan, aku melirik Ralph. Syukurlah dia sedang sibuk dengan tablet di tangannya sehingga aku tidak perlu merasakan tatapannya.
Be professional, Lisa.
Sekali lagi, aku menarik napas panjang dan diikuti dengan dehaman singkat. Otomatis tindakanku membuat Ralph mengangkat wajah dari tabletnya dan menatapku.
"Yes?"
Sekadar mengulur waktu, aku mengambil tablet dari dalam tas. Tujuanku ke sini adalah untuk bekerja. Dia klienku, terlepas dari sejarah singkat yang pernah terjadi beberapa bulan lalu.
Seharusnya aku bersikap profesional.
"it's not me."
Shit, kenapa aku malah berkata seperti itu? Pikiranku menyuruhku untuk bersikap profesional dengan membahas desain apartemen yang diinginkannya, tapi lidahku malah dengan lancangnya mengucapkan hal yang sebenarnya lebih mendesak.
Ralph bersedekap dan menatapku. "Maksudmu?"
Aku menelan ludah. Kepalang tanggung, kenapa tidak sekalian saja?
"Waktu di Melbourne, bukan aku yang menyewa kamu. Itu temanku." Aku berkata cepat, seolah dengan begitu aku berharap pernyataan itu tidak terdengar canggung.
Ralph tersenyum. "I know."
"Hah?"
"Ada di profilmu."
Dahiku berkerut meningkahi jawabannya. "Profilku."
Dia mengangguk singkat. "Setiap klien yang menyewa jasaku atau partnerku, mereka menulis profil singkat, sehingga kami tahu apa yang harus kami lakukan."
Bukan jawabannya yang membuatku tergagap seperti ini, melainkan ketenangannya dalam memberikan jawaban. Seolah-olah hal ini bukan hal yang canggung untuk dibahas.
Ya, mungkin, bagi seorang professional escort seperti dia, membicarakan ini tak ada bedanya dengan berbicara soal bisnis lain. Seperti aku mendiskusikan desain dengan klienku.
And I was his client.
"Daisy..."
"Lisa," potongku. "My name is Lisa."
Ralph tersenyum sekali lagi. "Oke, Lisa. Jika maksudmu membicarakan ini agar aku tidak memberitahu siapa pun, kamu tidak usah khawatir. Aku tidak kenal siapa-siapa di sini."
Tanpa bisa dicegah, aku mengembuskan napas panjang. Namun, masih ada yang kukhawatirkan.
"Malam itu..." Lidahku terasa kelu untuk bertanya, sehingga aku malah terdiam, memutar otak mencari kata-kata yang pas.
"Did we had sex?"
Mataku terbelalak mendengar dia yang dengan santainya bertanya seperti itu. Aku menatap sekeliling, dan langsung mengutuk kebodohanku. Tidak ada siapa-siapa di sini. Tidak ada yang mendengar pertanyaan itu.
Ralph tertawa pelan. "No. I just kissed you that night."
Sekelebat ingatanku memutar kembali momen ketika dia menciumku. Pertama, ketika kami berada di bar, setelah aku meracau aneh, dia tiba-tiba menciumku. Dan, aku membalas ciumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
(COMPLETE) Love & Another Heartache
RomanceRalph Williams leads dual life. Nobody knows his secret life as a professional male escort. Except one woman who he called Daisy. Lisa Ariana decided to spent three weeks in Melbourne after she called off her wedding. On the night who supposed to be...