SKENARIO

15 2 1
                                    

Saat ini aku tinggal di sebuah desa terpencil yang berada dipulau masalembu, ditengah laut yang begitu luas, disini aku berharap mengembalikan semua waktu yang telah kusia-siakan dengan seorang yang sangat berharga dalam hidupku. Disore yang terlihat cerah ini aku tidak bisa menahan rasa penyesalan yang amat dalam kurasakan, adzan magrib dari masjid tempatku mengaji hanya terdengar seperti angin yang berlalu lalang, matahari yang perlahan lahan menghilang membuatku sadar penderitaan gelapnya malam, berpamitan dengan kehidupan untuk menghilangkan rasa penyesalan..

Apa bunuh diri seperti ini adalah hal yang terbaik atau hanya untuk pelarianku saja. Meski dengan rasa keputusaan ini aku tetap merasa takut melakukannya, namun apa boleh buat sepertinya ini hanya jalan satu satunya.

Saat aku ingin melakukannya tanpa pikir panjang ada teriakan dari kaka sepupuku.

"Apa yang kamu lakukan nur?!!".

Teriakan itu terdengar dari arah datang nya matahari malam. Perlahan lahan suara langkah kaki menghampiri ku dengan cepat. Aku sadar semua yang kulakukan adalah hal yang salah.

"kamu ingin bunuh diri? Bukan seperti itu caranya menyelesaikan masalah!" Teriakan kaka sepupuku yang tinggal di sebelah rumahku. "kaka mengerti apa yang sedang terjadi, paham apa yang kamu rasakan. bunuh diri bukanlah untuk menyelesaikan!"

"Aku sadar!!" Teriakku. "tapi kaka, bukan yang merasakannya. Aku benar benar sendiri!". Bentak ku melawan.

Kaka sepupuku hanya terdiam membisu memandangiku, aku tau dia bukan tidak ingin menjawab, hanya saja saat ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat.

Tangisan ku terus terdengar bersama makianku atas Tuhan. "kaka ingat waktu dulu aku seperti apa? Dan mengapa aku merubah sifatku? Di saat umurku yang ke Sebelas tahun saat itu ayahku pergi entah kemana tanpa kabar, dan disaat aku berumur Tujuh belas tahun, ibuku berkata "Nur ada yang mau ibu bicarakan kepadamu, ini tentang ayahmu, ayahmu yang sebenar nya...", apa kaka tau apa yang dihatiku setelahnya?". Isak tangisku semakin menjadi jadi.

Aku mencoba redakan tangisku, diam lalu tersenyum pasrah. "Disaat ayahku yang sekarang tidak bertanggung jawab dengan keluarganya, disaat seperti itu aku anak satu satunya menerima kabar seperti itu. Yang ada dipikiranku saat itu "Tuhan terlalu kejam untuk menciptakan skenario tentang kehidupanku".

Aku kembali melihat kaka sepupuku terdiam tanpa berkata "sebenarnya apa yang ingin kulakukan?" Gumamku. Sungguh aku merasa malu dengan apa yang inginku perbuat. Aku langsung meninggalkannya dan masuk ke dalam rumah, dengan wajah kaka sepupuku yang terlihat membatu.

*brak* suara pintu terdengar keras sekali.

Aku yang merasa sendiri langsung meringkuk ditubuh pintu dan berfikir "Ya Tuhan mengapa terlalu menyakitkan, aku sudah tidak sanggup lagi melihat waktu terus berjalan sepanjang waktu"

Terdengar suara menyeset dipintu seperti ada seseorang juga sedang meringkuk sepertiku. Lalu aku mendengar suara kaka sepupuku.

"Nur, kaka mengerti apa yang kamu rasakan, tapi kaka mohon sama kamu jangan menganggap kamu penyebab kematian ibumu, memang sangat menyedihkan mendengar kabar tentang ayahmu yang sebenarnya dan kamu mencoba kuat dengan cara menjadi anak yang berbeda, kaka mengerti disaat kamu sadar yang kamu lakukan salah dan ingin menjadi lebih baik dihadapan ibumu, sekali lagi kamu merasakan kehilangan sesosok orang yang kamu banggakan".

Suara kaka sepupuku berhenti, namun suara tangisan tetap berada dibelakang pintu yang sedang aku sender.

"Ibumu adalah sosok ibu yang terhebat dalam hidup kaka, tapi yang ingin kamu lakukan malah mengakhiri perjuangan ibumu selama ini, kaka sangat kecewa denganmu nur". Berbicara dengan terbata bata sambil menangis.

SKENARIO *TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang