Ketika Azkia kembali, wajah yang segar dan senyum tak lepas dari bibirnya, mendadak tercengang melihat kamarnya yang telah dirapikan oleh Izza. Bekas makananya sudah dibuang, ranjang kecil sudah dipasangi seprai dan selimut terlipat rapi, serta pakaian yang diambil dari laci lemari Azkia telah di bentang di atas ranjang.
"Kita mau kemana sih."
"Kan udah aku bilang belanja."
"Iya tapi biasanya kamu nggak selebay ini ngajak belanja." Sungut Azkia sebal dan meraih pakaiannya. Rok batik yang dulu ia gunakan untuk mengikuti takziah di mushala kampus, serta blouse longgar yang biasanya Azkia pasangkan dengan celana jeans ketat.
"Soalnya Jafar ikut."
Azkia memutar kepalanya ketika mendengar nama Jafar disebut.
Sebelum Azkia ingin membantah, telepon Izza berdering. "Dia udah di bawah. Kamu cepat gih pakai bajunya."
Sepanjang mengenakan pakaiannya, Azkia bersungut-sungut dan memarahi Izza yang kelewatan.
"Untung udah sayang, kalau nggak udah kutinggal." Pernyataan Azkia yang membuat Izza malah tersenyum bahagia.
Azkia malas berdandan. Ia hanya mengucir rambutnya dan meraih tas selempang di belakang pintu. Toh Cuma pergi bareng dua orang pacaran, bisiknya dalam hati.
"Bismillah." Ucap Izza ketika melangkah keluar pintu, yang tanpa disadari diikuti oleh Azkia.
***
Azkia melipat tangan di dada, memandang Izza dan jafar yang mengobrol akrab di depan.
"Ide siapa sih yang harus ngajak orang ketiga buat pacaran?"
Jafar menoleh sekilas, tertawa kecil yang disambut Izza.
"Izza nggak mau Cuma pergi berdua. Belum sah katanya."
Seharusnya Azkia sudah menebak.
"Lagian kita nggak pacaran kok." Sambung Izza, "Di Islam nggak ada kenal istilah pacaran."
"Udah tau."
"Pantes Azkia belum punya pacar, ternyata dia taat ya." Kata Jafar
Izza harus menutup mulutnya, menahan tawa, mendengar penyataan terkesan jujur yang sekaligus menyinggung, lebih terkesan menyindir, Azkia. Sedangkan pelipis Azkia cenat-cenut di becandain oleh laki-laki yang baru dikenalnya.
Sepanjang perjalanan menuju mall, Azkia hanya memandang jendela mobil. Tidak bergeming sama sekali dengan percakapan akrab Jafar dan Izza. Saat mereka sampai di parkiran mall, Jafar membukan pintu untuk Izza dan tak lupa membuka pintu untuk Azkia.
Azkia sempat kaget, namun tidak kentara karena ia pikir yah siapa dirinya yang harus diperhatikan sesperti Izza. Namun pikiran itu terabaikan ketika Izza mengandeng lengan Azkia dan mereka berjalan bertiga dengan jarak "aman" menurut Izza.
***
Menemani orang pacaran itu ada enak dan tidak enaknya, menurut versi Azkia. Enaknya, pertama; Izza tidak pernah menolak permintaan Azkia sepanjang perjalanan, yang disambut dengan antusias sekali oleh Azkia. Mulai dari membeli ice cream, burger, kentang goreng dan ditaktrik makan siang di warung makan favorit Azkia ketika perjalanan pulang.
Tidak enaknya, Azkia harus menjadi pedengar setiap percakapan basa-basi kedua makhluk ini. Pertanyaan remeh yang tidak penting (menurut Azkia) serta sifat masih malu-malu di antara keduanya. Sehingga kebanyakan Azkia melepaskan diri dari gelayutan Izza dan berjalan di belakang sambil main ponsel.
Belanjaan yang mereka beli ternyata souvenir pernikahan untuk adik perempuan Jafar. Serta memilih kado yang bagus untuknya. Pilihan Izza cukup bagus, menurut Azkia. Menanyakan umur, hobi, serta kesukaan dan beberapa sifat yang menjadi penentu hadiah apa yang cocok untuknya. Izza memberi pilihan ingin memberikan oven karena adiknya menyukai membuat kue, atau pakaian syari karena adik Jafar merupakan lulusan pesanteren. Tanpa menanyakan pendapat Azkia sama sekali―Azkia pun tidak tersinggung sama sekali, ia tidak tertarik berpikir untuk saat ini―mereka memilih oven yang akan berguna saat adiknya menikah nanti.
"Keberatan kalau kita jumpa teman saya dulu?"
Azkia ingin menyatakan keberatan yang sangat, tapi Izza keburu menjawabnya, "Tidak sama sekali kok."
Azkia menyipitkan matanya, Izza menangkupkan kedua tangannya meminta maaf.
"Aku mau ke toilet."
"Aku ikut." Kata Izza
Azkia mendelik,"Udah duduk disini aja. Lagian tempat rame, emangnya mau ngapain kalian di tempat rame gini."
Pipi Izza bersemu merah, sedangkan Jafar tertawa kecil.Tidak ambil pusing dengan ucapan Azkia.
"Kami tunggu disini ya." Sebuah coffe shop menjadi pilihan Izza. Tempatnya ramai dan ada spot yang cukup nyaman untuk di duduki Izza dan Jafar.
Azkia Cuma menjawab dengan dengungan tak jelas,lalu meninggalkan Izza serta Jafar. Dalam hati ia ingin kabur dengan taksi dan tidur di kosannya yang nyaman.
Sayangnya, ia tidak tega pada Izza.
Izza, Izza, kenapa kamu nyebelin sih?
***
Sekembalinya Azkia ia melihat ada tamu di antara calon pasangan pengantin itu. Sosoknya membelakangi Azkia dan Jafar, tertawa dengan gurauan yang ia lontarkan. Izza menjadi tidak nyaman, berkali-kali ia mengecek ponselnya, dan Azkia curiga kalau gadis itu daritadi berusaha menghubunginya.
Azkia merogoh ponselnya dan melihat pesan di aplikasi whatsapp-nya. Tanpa berniat membalas, Azkia muncul di belakang Izza sambil memegang pingganya.
"Astagfirullah Az!" seru Izza,
Azkia terkekeh, "Serius amat mukanya. Kayak―" Azkia berpaling dan wajahnya sekaku papan ketika melihat siapa tamu di antara mereka.
"Kenalin, Rayyan Hadid." Jafar membuka suara.
Ray tersenyum seolah tidak masalah melihat ekspresi Azkia.
"Ngapain kamu disini?" ketus Azkia, Jafar memandang bergantian antara Azkia dan Ray.
"Aku disini atas undangan Jafar. Bukan karena ngikutin kamu."
Azkia mengernyit, "Idih, siapa juga yang bilang kamu ngikutin aku?"
"Yah siapa tau kamu pikir aku belum bisa move on." Ray terkekeh yang dibalas tatapan bingung Jafar.
"Ini gadis yang kamu cerita itu?"
Azkia duduk di hadapan Ray, "Kamu cerita apa?"
"Nggak ada. Cuma cerita di tolak cewek idaman." Ray tertawa
"Nggak lucu."
"Emang nggak lucu."
"Terus kamu ketawa."
"Berarti lucu."
Azkia mengernyit. Malas meladeni basa-basi murahan ala Ray. "Balik yuk." Azkia membujuk Izza.
Izza mengalihkan padangannya pada Jafar, yang dibalas anggukan.
Jafar pun berpamitan. Azkia dan Izza yang berdiri menjauh dari mereka hanya melihat interaksi kedua pria tersebut.
"Tunggu di mobil aja yuk." Azkia menarik tangan Izza.
Izza memandang wajah sebal Azkia, tersenyum kecil dan mengusap punggung tangannya.
"Kamu percaya takdir nggak sih?"
Azkia mendelik tajam dan membuang wajahnya dari gadis itu. Izza tertawa kecil sambil menutup bibirnya, menandakan ia berhasil membuat Azkia jengkel setengah mati.
***
Share & Vote jika kamu suka cerita ini ^^
YOU ARE READING
Dear Heart, Why Him?
RomanceTulisan ini diikutsertakan dalam #WritingProjectAe Azkia gadis keras kepala yang sulit jatuh cinta. Ray adalah bukti betapa hati Azkia tertutup rapat untuk sebuah kata cinta. Izza gadis manis nan santun, sahabat karib sekaligus orang yang paling d...