"Mingyu -ya, bisa tolong lepaskan tanganku?" Ucap Seokmin kesekian kalinya. Sebenarnya ia nyaman dengan tangan besar Mingyu, tapi posisinya lah yang tidak enak. Ia bisa saja tak sengaja mencium pantat Mingyu karena memang sekarang jarak wajah dengan pantat pria didepannya itu sangat dekat.
"Tidak," jawab Mingyu singkat. Ia masih berjalan mengikuti Jihoon yang berada didepannya.
"Aish, ayolah, tanganku sudah berkeringat tahu. Dan... Kalau aku berkeringat, itu sangat bau!" Seokmin mencoba mencari alasan yang entah kenapa berakhir dengan dia mempermalukan dirinya sendiri.
Mingyu membalik badannya secara tiba-tiba membuat wajah mereka menjadi sangat dekat. Seokmin meneguk ludahnya menatap mata terang Mingyu.
"Mau tetap seperti ini, atau kucium setiap 15 menit?"
"A-apa.. apa-apaan itu?!"
"Pilih saja, kalau masih protes berarti kau memilih pilihan kedua." Ucap Mingyu sambil menunjukan senyum miringnya.
"Tunggu dul-" Seokmin ingin membantah lagi sebelum Mingyu menempelkan bibirnya sekilas sambil tersenyum lebar. Kemudian melepaskan tangan Seokmin.
"Berarti pilihan kedua ya." Ucap Mingyu sebelum kembali berbalik meninggalkan Seokmin yang wajahnya mulai memanas.
.
.
.
"Apakah kalian masih kuat?" Tanya Jihoon yang sudah tampak terengah-engah didepan mereka. Begitupun mereka berdua."Kalau bermalam di sini kemungkinan tertangkap oleh kakak Mingyu lebih besar kan?" Tanya Seokmin yang juga tampak capek.
"Tapi jangan dipaksakan kalau tidak kuat. Kita masih tidak tahu sampai kapan bisa sampai keatas." Ucap Jihoon lagi. Ia menatap anaknya yang juga capek. Bibirnya pucat dan matanya masih bersinar.
"Nak, kau sakit?" Tanya Jihoon dengan khawatir. Ia memegang wajah Mingyu yang sempat menggeleng kecil.
"Aku hanya lapar,Bu. Jangan khawatirkan aku." Ucap Mingyu sambil memegang tangan ibunya.
Jihoon segera mengeluarkan apel terakhirnya untuk diberikan kepada Mingyu. Mingyu kembali menolak karena ia tahu sedari tadi Jihoon belum makan apapun. Namun ibunya langsung memasukan apel itu kedalam mulut anaknya.
"Makan saja. Aku sudah kenyang melihatmu makan." Ucapnya dengan tersenyum kecil.
Mingyu melirik kebelakang dan mendapat Seokmin sedang menatap apel itu dengan tatapan kelaparan. Ia pun segera membelah apel itu dan memberikannya ke kekasihnya.
Secara tiba-tiba, sebuah angin dari arah depan langsung menerpa mereka semua. Mereka terkejut namun juga bahagia karena itu artinya mereka sudah sampai di atas. Tapi ekspresi Mingyu tidak menampakan wajah bahagianya. Malah wajah takut sekarang. Ia segera berjalan melewati Jihoon. Jihoon sempat menahan lengannya.
"Ada apa?"
Mingyu menatap Jihoon dan Seokmin bergantian,"sebelum ku perintahkan untuk keluar, tetaplah berada di sini." Ucapnya.
Jihoon langsung mengerti bahwa Mingyu mengetahui bahwa saudaranya sudah menemukannya dan sudah berada dihadapan mereka.
"Ingat, jangan membunuh siapapun." Pesan terakhir Jihoon sebelum Mingyu melenggang pergi. Ia akhirnya sampai ke ujung ruangan bertangga ini. Langitnya sungguh hitam dan terdapat butiran-butiran putih berjatuhan. Namun bukan itu yang membuatnya terfokus. Dilihatnya kakaknya sudah berdiri disampingnya sambil bersandar.
"Kau akan meninggalkan kami di bawah sana?" Tanya Wonwoo tanpa menatap Mingyu.
"Kalian adalah orang asing bagiku." Jawab Mingyu dengan ketus.
"Begitukah? Padahal kau adalah orang yang spesial untukku." Wonwoo menatap Mingyu sendu. Ada apa dengan ekspresi itu?
Mingyu lebih memilih untuk diam dan menatap kakaknya itu dengan datar. Pandangannya tidak lepas dari setiap gerak gerik pria disampingnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Distance (Seokgyu/Gyuseok) Completed
Lãng mạnMingyu:" Kau tahu, meski kita dibatasi oleh sebuah retakan. Tetap saja kita ini berdiri di tempat yang sama. Jadi menurutku kau dan aku itu sama. Jadi apa ada alasan yang lain lagi untuk menolakku, Seokmin?" Seokmin: "Kau pikir aku tidak mencintaimu...