27

9.8K 293 4
                                    

Sepanjang jalan menuju rumah aku terus tersenyum seperti orang gila. Aku merasa sedikit-mungkin banyak-bahagia setelah tahu hubungan yang terjalin antara arlan dan chelsea hanya sebatas teman. Tapi tetap saja aku tidak mengerti. Mengapa arlan begitu sangat peduli dengan chelsea. Mengapa juga para perawat di rumah sakit sampai menganggap mereka berpacaran. Apa sebegitu dekatnya hubungan pertemanan mereka. Dan satu lagi arlan dulu pernah mengatakan menyukai seseorang. Aku kan berpikir kalau orangnya itu chelsea. Memangnya siapa lagi kalau bukan dia.

"barry" aku memanggilnya saat melihat barry berdiri di depan gerbang rumah ku.

"yuna kamu pulang juga akhirnya"

"kamu ngapain diri disini. Ayok masuk" kata ku sambil mengajak barry masuk ke rumah.

Tapi barry menahan ku "aku mau bicara sama kamu na. Kita ke cafe sebrang yuk"

Aku mengangguk dan mengikutinya langkah barry menuju coffee shop dekat rumah ku.

"kamu mau apa na?" tanya barry saat kami tiba di cafe.

"kayak biasa aja bar" jawab ku santai.

"oh yaudah kamu duduk aja nanti aku bawain"

Aku mengangguk dan mencari kursi kosong. Karena kebetulan banyak sekali pelanggan dan tempat yang biasa aku duduki sudah ditempati orang lain, aku memilih kursi yang paling pojok ruangan ini.

"makasih" kata ku saat barry datang membawakan minuman. "kamu mau ngomong apa bar?" sambung ku lagi.

Barry menyesap minuman nya sebelum akhirnya menjawab "aku mau minta maaf soal sikap aku waktu di mall dulu"

"ooh yang waktu itu bareng nadia" kata ku sambil mengingat-ingat

Barry mengangguk pelan "aku sama nadia udah pacaran enam tahun"

Aku tersedak minuman saat barry mengatakan hal itu.
Fakta apalagi ini?

"aku minta maaf sama kamu karena baru bilang sekarang. Aku gak bermaksud mempermainkan kamu karena memang sejujurnya dari awal aku suka beneran sama kamu.."

Heh? Aku menyeringai.

"tapi nyatanya kamu tetap gak bisa bikin aku berpaling dari dia"

Kalau saja ice cappucino ini belum aku habiskan. Aku sudah akan menyemburkan nya ke wajah barry sekarang juga. Aku tidak bisa menahan rasa marah ku setelah tahu kebenaran bahwa dia hanya menganggap ku lelucon. Dia pikir aku ini apa sih. Boneka mampang? Yang kerjanya menghibur dia gitu disaat dia bosan dengan pacarnya dan memberikan ku barang-barang supaya aku tetap setia menghiburnya. Gitu?

"aku gak bermaksud nyakitin kamu na.."

"siapa yang tersakiti disini?" tanya ku memotong ucapan barry. "aku gak pernah ada rasa sama kamu bar. Karena selama ini aku cuma anggap kamu teman. Mungkin kamu yang harus tanya hati kamu. Apa itu sakit?" sindir ku kesal.

Aku lebih baik pergi daripada semakin kesal melihat wajah barry

"yuna tunggu" kata barry memegang tangan ku.

"satu hal lagi. Terima kasih udah menyadarkan aku kalau masih ada laki-laki yang lebih brengsek daripada arlan" cibir ku sambil melepaskan
tangan barry dan berlalu pergi.


                           🍁🍁🍁


Barry adalah teman yang ku kenal saat aku bekerja di perusahaan travel dulu. Dia merupakan senior yang baik dan satu-satunya karyawan yang mau membantu ku disaat aku tidak mengerti apa yang harus aku kerjakan. Karena saat itu aku baru pertama kali kerja. Selama dua tahun aku bekerja di travel dia sangat baik terhadapku dan aku memang tidak menganggap kebaikannya itu sebagai sesuatu yang lain selain hanya rekan kerja.

Setelah aku keluar dan bekerja di bank hubungan ku dengan nya semakin dekat dan dia selalu memberikan ku barang-barang, memperlakukan ku seperti seseorang-yang dia bilang sayang- padaku. Oh astaga betapa bodohnya aku telah mempercayai segala kata-kata manis yang keluar dari mulutnya. Untung saja aku tidak terbuai dengan rayuannya. Tapi tetap saja aku merasa marah padanya. Kenapa dia tidak pernah jujur padaku. Seharusnya dia bilang kalau dia sudah punya pacar sehingga aku tidak perlu dekat-dekat dengan nya. Jangan-jangan alasan dia pergi ke amerika berbulan-bulan karena untuk menemui nadia.

Aku mengerang kesal. Kenapa aku mudah sekali tertipu oleh laki-laki. Apa mereka merasa senang mempermainkan ku?

Aku tertegun saat melihat diriku sedang berada didepan apartemen arlan sekarang. Aku tidak sadar sudah berjalan cukup jauh tadi. Tapi kenapa langkahku terhenti disini?
Aku segera berbalik meninggalkan apartemen arlan sebelum akhirnya aku mendengar pintu apartemen terbuka.

"kamu ngapain berdiri disitu? Masuk" kata arlan sambil menarik ku kedalam.

Bagaimana dia bisa tahu aku diluar?

"aku lihat kamu dari cctv depan" katanya sambil menunjuk monitor dekat pintu masuk. Seperti sedang membaca pikiran ku.

"jangan diri disitu. Sini duduk. Kayak baru pertama aja kesini"

Aku memutar bola mata. Mengikuti perintahnya untuk duduk diruang tamu.

"kenapa kamu kesini?"

Aku harus bagaimana. Aku pun tidak tahu mengapa bisa sampai kesini.

"aku mau lanjutin pembicaraan kita yang tadi" jawab ku asal.

Aku bisa melihat senyum penuh arti dari arlan yang membuat aku menyesal sudah mengatakan hal itu.

"kalo kamu gak mau aku bisa pergi" kata ku sambil berdiri meninggalkannya.

Tapi arlan lebih cepat selangkah dari ku. Dia menarik ku kedalam pelukannya. Membuat aku terlonjak kaget.

"jangan datang dan pergi sesuka hatimu. Kamu tahu aku sudah menahan diriku untuk tidak melakukan ini. Ini sudah sangat sulit untukku" pelukannya semakin erat.

Bagaimana ini? Aku merasa sesak. Bahkan tubuhku tidak bisa menolak pelukannya.

"aku bukan laki-laki romantis yang akan mengatakan aku menyukaimu. Tapi kalau aku terpaksa melakukannya aku akan mengatakannya pada seseorang yang benar-benar aku inginkan"

Arlan melepaskan pelukannya dan menatapku dalam-dalam.

"yuna mungkin perjodohan itu hanyalah salah satu alasan aku ingin bersama kamu. Tapi sejujurnya dengan ataupun tidak adanya perjodohan itu aku sudah sangat menginginkan kamu..."

Apa maksud arlan?

"aku sudah menyukai kamu sejak aku menjadi nasabah di bank tempat kerja kamu. Aku merasa senang ketika kamu memberikan pesan whatsapp padaku. Tapi ketika aku tahu lebih dulu dari papa kalau aku akan dijodohkan dengan kamu, aku merasa malu. Sehingga aku bersikap diluar kebiasaan ku padamu seperti kasar, annoying, dan semena-mena"

Aku seperti ingin melayang saat arlan mengungkapkan semua perasaan yang dia miliki padaku selama ini. Aku merasa kepala ku berputar-putar saat melihat arlan menatapku lembut

"yuna kamu kenapa? Kamu baik-baik aja kan?"

Seketika aku sudah tidak mendengar lagi apa yang dikatakan arlan karena semuanya menggelap.

                        

My Ahjussi (Complete) TAHAP REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang