Di samping

345 42 55
                                    

Di dalam ruangan yang begitu tenang, ada jiwa yang terkurung dalam kegelisahan yang mendalam. Pria itu duduk dengan tegap di depan meja kayunya, menatapi kuas dan selembar kertas yang bahkan dia tidak tahu untuk menulis apa. Dia sengaja untuk mengasingkan diri untuk mendapatkan ketenangan, meski yang dia rasa hanya kekosongan dan perasaan penuh bersalah yang dengan hangat menyelimutinya.

Lan Xichen ingat bagaimana saudara sesumpahnya itu terluka, dia tega menusuknya meski tidak sengaja, dan lebih buruknya lagi, dia melihat saudara sesumpahnya tersebut mati di depan matanya sendiri. Masuk ke dalam peti dan disegel hingga tidak akan dikeluarkan lagi.

Adiknya sering kali menengoki, sesekali mengajaknya berbicara meski Lan Xichen menjawabnya penuh dengan kebingungan. Merasa kosong. Fisiknya masih sangatlah waras sedangkan mentalnya sudah hancur karena dibanting dengan keras.

Senyum tipis terbentuk di bibir tampak begitu satire.

Bagaimana aku bisa menusuknya?

Lan Xichen menatap telapak tangan yang kemarin ikut serta untuk menyakiti saudara sesumpahnya yang sudah terluka parah. Dia seharusnya tidak gegabah pada Jin GuangYao, tetapi dia pun tidak boleh gegabah dalam menghunuskan pedangnya. Menyakiti orang yang menyayanginya hanya karena sebuah suara yang mencemaskan.

Apakah A-yao akan memaafkanku?

Lan Xichen memang kecewa bukan main pada Jin Guangyao, tetapi kekecewaan tetap tidak mengikis habis rasa sayangnya pada saudara sesumpahnya tersebut. Jin Guangyao adalah orang yang menemaninya ketika dia tengah dalam dirundung duka saat kehilangan ayahnya. Jin Guangyao yang menolongnya.

Tidak ada setitik pun Jin Guangyao melukai Lan Xichen.

Dan Lan Xichen melukai saudara sesumpahnya.

"A-Yao..." Lan Xichen bergumam, memanggil nama saudara sesumpahnya bersamaan air mata yang mengalir lembut membasahi pipi seputih saljunya.

Perasaan bersalah dan menyesal bertumpuk begitu banyak, sulit untuk dikendalikan dengan baik. Dia sering merasakan matanya memanas ketika mengingat kejadian itu. Dia masih percaya bahwa Jin Guangyao tidak berniat melukainya sama sekali. Itu hanya Nie Huaishang yang panik dan Lan Xichen yang lepas kendali.

Meski tindakan Guangyao adalah sesuatu yang sangat salah, namun di dalam lubuk hati Lan Xichen, dia tahu bagaimana perjuangan Guangyao untuk menerima sebuah 'keberadaan' di dalam lingkar darahnya sendiri; keluarga ayahnya. Dia hanya ingin dianggap, tidak dibuang, dan tidak direndahkan.

Semua orang menginginkan hal itu.

Senyum itu tampak begitu sedih melihat kakak sesumpahnya terlihat jauh dari kata baik. Dia duduk di samping Lan Xichen dan tidak akan ada yang bisa melihatnya. Dia selalu di samping Lan Xichen, merasa sakit melihat Lan Xichen begitu kacau. Orang yang paling tulus menyayanginya bahkan hingga akhir hayatnya.

'Er ge, aku tidak marah, percayalah.'

Andaikan suara itu bisa didengar Lan Xichen.

Air mata yang membasahi pipi Lan Xichen semakin banyak, turun ke dagu membuat Jin Guangyao ingin mengusapnya dan mengatakan kalau dia tidak apa-apa.

Sayangnya, tidak bisa, dia hanya bisa duduk, melihat, dan menemani tanpa Lan Xichen ketahui.

***

FIN

Terima kasih sudah membaca sampai sini:")

Salam, Haisaki.

Di sampingWhere stories live. Discover now