kasih tak sampai

1.9K 66 0
                                    

Hari ini adalah hari pernikahan anak kakaku paling tertua. Sedangkan aku, masih menyendiri alias belum menikah. Semua saudara pada datang kumpul ikut merayakannya. Tak terkecuali, kakaku yang tinggal jauh pun datang. Ia datang bersama anak istrinya dan satu lagi ia juga mengajak Anton, adik istri kakaku.

"Hai Aniz! sendirian aja dari tadi," ucap Anton menghampiriku. Ia selalu ramah, sedangkan aku masih malu bila bertemu dengannya.

Aku malu padanya karena kejadian yang memalukan saat itu, ketika aku main ke tempat kakaku yang juga jadi kakanya. Di sana kamar mandi belum ada, adanya sumur di belakang rumah dengan penutup selembaran karung yang tak terpakai dan hanya sebatas dada saja. Pada saat itu aku sedang berada di sumur pakaianku setengah terbuka, dan saat itu juga Anton datang hendak masuk rumah lewat belakang. Otomatis ia melihatku, aku histeris.

"Pergi! Pergi sana. Jangan lewat sini!" aku melarangnya agar ia tak semakin dekat dan melihat keadaanku yang setengah terbuka. Namun ia malah santai memasang senyum biasa saja tanpa memperdulikan keadaanku, hingga ia masuk ke rumah lewat pintu dapur.

"Hai! Malah bengong," Anton menepuk bahuku seraya duduk di sebelahku.

"Aku ..., aku gak bengong kok," jawabku gugup.

"Kamu kapan nikah? Kamu gak malu di langkahi ponakan sendiri?" tanyanya serius.

"Sebentar lagi aku segera menyusul, kalau kamu kapan?" aku balik tanya.

"Aku gak tahu, lagi nunggu jodohku datang," jawabnya sambil menikmati hidangan pesta.

"Aku permisi dulu ya," ucapku.

"Loh ko aku di tinggal?" ucap Anton
Ia buru-buru melahap makanannya ingin mengikutiku, namun sayang di piringnya masih ada banyak makanan yang tadi ia ambil.

"Mau ke depan sebentar."

Aku lagi menunggu seseorang, barnama Dodi, pria yang yang sudah menyatakan cinta padaku.

"lagi nungguin siapa sih?" tanya Anton seraya duduk tak jauh dariku.

"Ada deh, mau tahu saja."

"Cowok ya?" tebaknya.

Aku hanya tersenyum tersipu, tebakannya benar.

"Seneng banget tampaknya," suara Anton sekejap menghentikan senyumku.

"Ah biasa saja," kilahku. Ku lihat Anton meraup wajahnya gusar, "kamu kenapa? Sana gih kamu masuk nanti di cariin Mbak-mu lagi," ucapku.

"Duh yang mau kedatengan cowok. Jutek amat," katanya kesal sambil masuk ke dalam lagi.

***

Dodi orang yang aku tunggu sudah tiba, ia datang dengan keluarganya. Tidak kusangka kedatangannya kemari bukan hanya menghadiri hajatan kakaku, tapi juga melamarku sekaligus.

"Gimana Aniz, apa bersedia menikah dengan Dodi?" tanya Papahnya Dodi. Aku sangat terharu, sampai lidahku tercekat untuk menjawab. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Terima kasih Aniz atas kesediaannya menerima lamaranku," kata Dodi yang duduk berhadapan denganku. Senyumnya mengembang, menambah ketampanannya dua kali lipat.

Hari pernikahan pun tiba, aku mematut diri di depan cermin. Aku memakai kebaya warna putih serta kain berwana hitam bermotif bunga putih kecil-kecil, cantik.

"Aniz, cantik sekali kamu," kata Mbak Tina kaka Anton dan juga kaka iparku.

"Terima kasih Mbak," jawabku.

"Anton kirim salam, dia minta maaf gak bisa hadir ke pernikahan kamu, karena sedang sibuk."

"Enggak apa-apa Mbak, lagian pekerjaannya lebih penting," kataku sedikit kecewa. Mba Tina pun keluar setelah menyampaikan pesan.

***

Satu tahun sudah aku menikah dengan Dodi. Rumah tanggaku bertambah bahagia dengan kehamilanku yang usianya menginjak 6 bulan.

Mas Dodi semakin posesif denganku, aku tidak di perbolehkan kerja yang berat-berat.

"Pokoknya kamu harus banyak istirahat, dan jangan lupa vitamin dan susunya di minum ya," ucap Mas Dodi setiap ia akan berangkat kerja.

"Baik Mas," jawabku sambil mencium punggung tangannya.

Setelah Mas Dodi berangkat, aku pun masuk. Lalu tak lama terdengar suara panggilan telepon.

"Haloo!"

"Hai Aniz, apa kabar?" suara lembut pria di seberang telepon.

Nomernya terlihat tanpa nama di telepon aku pun bertanya.

"Kamu lupa sama suara aku," katanya.

"Kaya pernah denger sih, tapi ini siapa?" Aku semakin penasaran.

"Aku Anton, masa lupa."

"Ooh Anton, maaf kirain siapa. Ada apa tumben telepon?"

"Aku mau kasih tahu, sebentar lagi aku akan menikah. Tapi ...," Anton menggantung ucapannya.

"Tapi apa?" kataku penasaran.

"Tapi ..., aku ingin kamu tahu perasaanku sebelum aku menikah," katanya terdengar gusar.

"Maksud kamu apa? Aku gak ngerti."

"Aku..., sebenarnya aku pengin nikah itu cuma sama kamu tapi ...," Anton mengantung ucapannya lagi.

"Ah kamu becanda ya? Haha kamu lucu deh," aku tertawa sengaja untuk menghilangkan keraguan hatinya yang sebentar lagi akan menikah.

"Aku gak becanda. Jujur aku suka sama kamu saat pertama kamu datang ke rumah kakaku. Aku ingin mengatakannya saat pernikahan keponakanmu, tapi aku tak mau merusak kebahagiaanmu saat kedatangan Dodi."

Sungguh ini tak seperti dugaanku, ia menyukaiku sejak lama.

"Anton, kamu ngaco deh. Udahlah masa calon pengantin gini. selamat ya, semoga pernikahan kalian lancar tidak ada halangan apapun." Ucapku di akhir kalimat. Aku tidak mau mendengar lebih panjang, aku takut akan merusak rumah tanggaku.

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang