"Kak, nanti kalau Mami telat, Kakak di kelas aja, ya, sama Bu guru. Jangan keluar kelas apalagi ikut orang yang nggak dikenal. Itu nggak boleh."Reres mewanti-wanti putrinya. Ia selalu mengatakan itu pada Nay tiap kali ia mengantarkan sekolah. Meskipun ia sudah bilang pada gurunya, tetap saja faktor penting dari hal yang tidak diinginkan itu adalah Nay sendiri. Mau yang mengenal saudara dan penjemputnya.
"Dan kalau Nay dipaksa sama orang yang nggak dikenal, Nay teriak tolong yang keras. Okeh?" Reres berkata lagi membuat Nay mengangguk paham dan memberikan jempol pada Reres. Reres tersenyum mengusap rambut putrinya.
Nay kemudian ingat sesuatu. "Tadi, Nay jadi bawa tempe kriuk, Mi?"
"Jadi, dong. Tempe kriuk buatan Mami lebih mantap daripada teman Nay," ucap Reres sambil mengusap bibirnya dengan jari kemudian memberikan jempol. Mirip sebuah iklan di televisi. Nay terkekeh melihatnya.
"Thank you, Mami." Dibalas Nay dengan bentuk cinta dari jari seperti artis korea yang sedang viral.
"You're welcome, Girl. Sekarang kamu masuk. Mami nanti lihat dari sini." Reres memberikan punggung tangannya yang disambut Nay dengan satu kecupan. Lalu Reres mencium kening Nay. Ia melambaikan tangan saat putri kecilnya berlari memasuki gerbang sekolah.
"Di mana, lo?" tanya Reres pada Brian lewat ponsel yanng terhubung pada Keduanya.
"Di sini," jawab Brian asal. Reres mendelik mendengar jawaban Brian yang ditanggapi pria itu dengan tertawa kecil.
"Heh! Gue tau lo di sana. Cuman di mana itu?" 0 Rere spesial dengn jawa berasal yang diberikan oleh temannya itu.
"Gue sama Wawan udah on the way ke butik. Lo di mana?"
"Oh, oke. Gue habis ngantar Nay sekolah. Jadi, bisa berangkat sekarang."
Sambungan ditutup. Reres memasuki mobilnya dengan Kay di dalamnya. Bocah kecil itu diberikan Reres ponsel yang terdengar lagu balonku ada lima. Saat kata 'dor' Kay bisa mengikuti. Reres tersenyum hangat. Putranya tidak bisu hanya terlambat perkembangannya.
Selama perjalanan Reres juga terus mengajak Kay menyanyi. Dari naik kereta api, cicak di dinding dan balonku. Karena memang ada beberapa kata yang mudah ditirukan oleh Kay. Bahkan terlihat bocah kecil itu bersemangat sekali.
Terkadang Reres juga mengajaknya berbicara. Membicarakan burung, mobil, bis dan hal lain yang dilihat oleh Kay. Meskipun Kay susah menjawab, tapi Reres tahu kalau anaknya itu sudah merespon apa perkataannya.
Mereka sudah sampai di parkiran butik, tempat yang akan dipromosikan oleh Reres, dengan Brian dan Wawan sebagai tim. Ia melihat sudah ada motor wawan di sana. Artinya dua pria itu sudah sampai hanya saja, Reres tidak tahu di mana mereka menunggu."Di mana lo?" Reres celingukan. Ia sengaja tidak ke luar dari mobil. Selain malas mencari, ia juga lelah menggendong Kay dan beberapa peralatan dalam tas yang pastinya berat.
"Lo udah sampe?" Brian berdiri. Mencari keberadaan Reres yang ternyata masih di dalam mobil. "Ngapain lo di dalam sana?"
"Bawain tas gue, dodol."
"Elah, manja amat lo." Lain di mulut lain di hati. Brian melangkahkan kaki menuju mobil Reres yang sudah terparkir rapi entah sejak kapan. Ia tersenyum melihat wanita yang selalu tampak cantik dan modis itu.
Kalau boleh Brian ingin melihatnya setiap hari dan setiap saat. Kalau boleh, Brian ingin selalu di sisinya. Menjadi orang pertama yang ada saat wanita itu membutuhkan sesuatu. Menjadi alasan Reres mengomel dan tertawa setiap hari. Brian tahu itu tidak mungkin. Jadi, sekecil apapun kesempatan itu, akan Brian ambil termasuk melakukan pekerjaan yang gajinya lebih banyak kerja di kantor Saga.
"Hei, Boy," sapa Brian pada Kay yang tersenyum senang.
"Oo," panggil Kay pada Brian.
Wajah Brian sangat senang. Matanya berbinar dan senyumnya mengembang sempurna. "Sekali lagi. Panggil siapa tadi?"
"Oo," ulang Kay. Ia mencoba meraih rambut Brian untuk dibuat berantakan.
"Jangan dong, Kay. Nanti Om nggak ganteng lagi. Nanti Om nggak bisa dapet cewek cantik. Kay mau dapet onty jelek? Nggak mau, kan? Sama. Om juga nggak mau." Brian protes pada Kay karena mengacak-acak rambutnya.
Reres menarik telinga Brian membuat Pria itu mengadu kesakitan. Yang dibalas tatapan malas oleh Reres.
"Jangan racunin anak gue," sengit Reres."Racun apa sih, Res? Gue Cuma mau cariin Kay onty yang cantiknya kayak lo. Cieee."
Gerakkan Reres yang akan mengambil tas menjadi berhenti. Sejenak ia mematung. Kembali tertegun dengan ucapan Brian yang mungkin saja asal tapi terdengar aneh. Berhasil membuat Reres memejamkan mata sejenak. Kadang tidak enak hati juga
"Nggak ada cewek yang cantiknya ngalahin gue," canda Reres. Wanita itu tersenyum simpul dengan alis dinaikkan.
"Iya, nggak ada. Makanya lo aja yang jadi pacar gue. Atau kalau boleh istri, Res. Selingkuhan deh."
Reres hanya menggelengkan kepala kemudian mencubit bahu Brian. Ia suka bercanda tapi, kalau ini tadi ia tidak bisa menjawab jadi memilih berhenti dan ganti dengan topik lain. "Kebiasaan bercandanya. Di getok Saga tau rasa Lo."Brian lalu terkekeh. "Wawan udah di dalam. Lagi cek-cek kamera dan tempat syuting. Lo juga harus memakai berbagi model baju nanti. Terus Wawan bakalan shoot."
Keduanya berjalan memasuki butik. Kay sudah ada dalam gendongan Reres sedangkan Brian membawa tas milik Reres."Jadi, gimana konsepnya?" Reres bertanya pada Wawan yang menghadap laptop serta mengatur kamera.
"Sini, Kay sama Om dulu. Biar Mami kerja." Brian mengambil Kay dari gendongan Reres dan membawanya menjauh ke playground yang tersedia. Hanya perosotan dan beberapa mainan anak yang diletakkan di sudut. Membuat orang tua nyaman berbelanja.
"Camilannya mana, Res?" Brian berkali-kali mengecup kening Kay yang terlihat lemas. "Kamu lemas, ya santan?" Brian mengamati wajah lesu Kay. Brian sering kali memanggil Kay dengan sebutan santan karena nama Kay, 'Shankara'.
"Dia agak enggak enak badan. Makanya aku minta dipercepat aja syuting kali ini." Wawan dan Brian mengangguk setuju. Mengambil kompres demam di dalam tas dan menyerahkan pada Brian. "Ini, letakkan di kening Kay."
"Cepat sembuh, Boy. Om kangen." Brian membawa Kay ke playground yang sebelumnya mengusap punggung Reres. "Nggak usah buru-buru. Ada gue."
Semuanya tidak luput dari pandangan Wawan. Ia melihat bagaimana Brian begitu lembut dan perhatian pada Reres juga Kay. Memperlakukan penuh cinta dan sayang. Mengasuh Brian seperti anak sendiri. Semoga tebakan Wawan salah.
Namun itu terbantahkan ketika mereka selesai dan Wawan melihat Brian yang dengan sangat telaten memangku Kay dan memegang dotnya. Pria itu mengusap-usap rambut Kay dan juga mencelup keningnya. Melakukan seperti sudah kebiasaan Kay saat bersama Brian. Bocah kecil itu juga terlihat nyaman.
"Udah selesai?" tanya Brian saat melihat Wawan dan Reres mendekat. Keduanya mengangguk bersamaan. Melirik keadaan Kay yang sudah lemas. "Ayo pulang."
Bria berdiri dengan Kay di gendongan. Pria itu tidak melepaskannya sama sekali atau mengoper Kay pada ibunya. Reres menatap bingung tapi kakinya mengikuti. "gue aja yang nyetir, Res. Mana kuncinya?"
"Tapi, Bri--"
"Gue khawatir kalau Lo kenapa-kenapa. Jadi biar gue yang antar oke? Lagian bisa marah Saga kalau gue enggak perhatian ke anak sama istrinya."
Reres mengalah. Ia memberikan kunci mobilnya dan membiarkan Brian yang menyetir.
**
Eits Brian Brian..
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta 100 Kg
Romance🍓 Update lebih cepat di Karyakasa 🍓 "Bee, ce-petan ish, nan-ti anak-anak bangun," pinta seorang wanita bertubuh gemuk kepada sang suami yang tengah bergerak di belakangnya. Tak peduli dengan apa yang dikatakan sang istri, Saga malah asyik bergera...