Hari ini Azkia telah siap di depan pintu kamar kosnya. Menanti calon pengantin yang diantar oleh ojek langganannya. Seperti biasa, Izza selalu menanti Jafar di kosan jika rumah Izza kosong atau tidak ada satupun orang yang bisa ia ajak untuk menemaninya pergi bersama Jafar.
Izza terlihat cantik hari ini. Gamis pink, dan khimar coklat muda yang berkibar hamper menutupi separuh tubuhnya. Azkia baru sadar, ternyata sahabatnya yang dulu lebih nakal daripadanya bisa begitu anggun dalam balutan gamis syar'i. meski sifat bawaannya yang suka maksa tidak berubah, tapi Izza lebih santun dalam bicara. Apakah pakaiannya telah mengubah sifatnya, atau sifatnya mengikuti pakaian yang ia kenakan?
"Kok bengong?"
"Nungguin kamu lama."
Izza menangkupkan kedua tangannya di depan dada, "Kak Ayu yang biasa ngojek di depan jalan, harus ngantar ibu-ibu ke pasar dan nemenin belanja. Jadinya lama dch."
"Alasan aja."
Izza tertawa, "Kamu tuh kok jutek terus sih bawaannya?"
"Mana nih calon pangeran?"
"Otw katanya tuh."
Sepuluh menit kemudian, mobil bewarna hitam metalik itu berhenti tepat di depan kos Azkia. Ia membunyikan klakson yang langsung diapresiasi jempol oleh Izza. Mereka turun dan Jafar telah membukan pintu untuk Izza, lalu kemudian ia membukan pintu untuk Azkia yang keburu ditolak oleh Azkia.
Jafar adalah tipe laki-laki gentle yang akan disukai oleh wanita manapun. Selama Azkia mengenalnya, Jafar selalu hanya memandang Izza meski Izza terus memalingkan wajahnya dengan merona. Azkia suka cara Jafar memperlakukan Izza dan bagaimana jika mereka harus berdebat. Jafar sangat dewasa mengimbangi sifat memaksa Izza hingga pada akhirnya, Izza menurut pada pilihan Jafar. Bagaimana cara ia membuatnya begitu, Azkia tidak tahu. Mungkin ia harus belajar pada Jafar, agar bisa lari dari Izza jika gadis itu datang ke kamarnya sambil membawa undangan takjiah ustad-ustad kesukakaannya.
Jafar memakirkan mobilnya. Azkia langsung membuka pintunya sendiri sebelum dibukakan oleh Jafar. Meski sudah sering ia berkendara bersama Jafar, ia masih tidak nyaman dengan perlakuan itu. Meski Izza menikmatinya, Azkia tidak.
"Kita mau ngapain nih?" Azkia membuka obrolan.
"Kita cari baju untuk wisuda dan yudisium, trus cari baju untuk kamu."
"Trus kamu ngapain ikut?" Azkia berpaling ke Jafar, "Biasanya ini urusan cewek."
"Cuma memastikan keselamatan kalian aja." Jafar nyegir.
Azkia membuat ekspresi tidak percaya di wajahnya.
Izza menarik tangan Azkia ketika mereka sampai di sebuah butik yang menjual pakaian set syari'i. Matanya berbinar melihat warna-warna soft yang menjadi andalan butik ini. Jafar mengikuti mereka dari belakang dan duduk di sebuah sofa kecil di sudut dekat meja kasir. Pramuniaga dengan tampilan manis syarinya menghampiri mereka.
"Mbak saya cari pakaian yang cocok untuk wisuda dan yudisium ada?"
Pramuniga dengan name tag Risma Dewi itu menunjukan ke sebuah pajangan yang berpotongan sederhana.
"Ini kualitas bagus mbak. Dengan potongan slim yang sederhana sehingga tidak terlihat menggelembung ketika di lapisi baju toga nanti."
Izza melirik baju-baju tersebut, Azkia tidak tertarik. Ia memilih duduk berdampingan dengan Jafar yang memandang ponselnya.
"Izza kalau milih baju lama." Keluh Azkia.
Jafar tertawa, "Aku harus terbiasa, kan?"
Azkia masih memandangi Izza yang mencoba baju-baju tersebut. Menurut Azkia semuanya cantik dan sesuai selera Izza, tapi bukan Izza namanya jika menentukan pilihan baju yang akan dibeli dalam waktu lima menit.
YOU ARE READING
Dear Heart, Why Him?
Roman d'amourTulisan ini diikutsertakan dalam #WritingProjectAe Azkia gadis keras kepala yang sulit jatuh cinta. Ray adalah bukti betapa hati Azkia tertutup rapat untuk sebuah kata cinta. Izza gadis manis nan santun, sahabat karib sekaligus orang yang paling d...