Sembilan

430 22 10
                                    

Setelah meninggalkan kekasihnya bersama dengan orang kepercayaannya, Jason bergegas pergi untuk menemui Tuan dan Nyonya Dawton di lantai dansa. Mawar hitam yang ia bawa sedang digenggamnya dengan sangat erat, seakan sedang meluapkan emosi dan semangatnya yang menggebu-gebu pada bunga tak berdosa itu. Dentuman musik yang sangat kencang membuat telinga Jason sakit, dan membuat pikirannya sedikit terganggu. Dalam keramaian ruangan, Jason mencoba mencari-cari figur dari Tuan dan Nyonya Dawton. Tak mudah memang untuk menemukan pasangan yang sudah berumur itu, karena tak ada ciri-ciri yang menonjol dari cara mereka berpakaian.

Saat berkeliling ruangan yang dipadati oleh orang-orang kaya raya itu, tatapan gadis-gadis muda seumur Jason terus tertuju pada dirinya, pria tampan dengan perawakan yang sempurna. Bila bertanya apakah ia menyadari hal itu atau tidak, sudah jelas bahwa ia menyadarinya karena ada beberapa gadis seksi dengan gaun terbuka yang tersenyum menggoda ke arahnya. Pikirannya sedikit terganggu oleh ide-ide liar yang bisa dilakukannya bersama jalang-jalang kaya itu, tapi ia datang ke tempat itu bukan untuk mencari kepuasan birahi. Ada hal lain yang jauh lebih penting dari itu, yang bisa membuat pikirannya terbebas dari bayang-bayang masa lalunya dan akan membuatnya hidup tenang bila ia telah melakukan hal itu.

Usahanya untuk mencari kedua orang tua Sheri akhirnya membuahkan hasil saat ia berjalan ke arah panggung kecil yang ditempatkan di pojok ruangan. Bagaimana bisa ia tak menyadari itu? Padahal panggung itu bisa dilihat dari segala arah. Sialnya, saat ia mendatangi mereka berdua, ternyata mereka sedang berbincang-bincang bersama rekan kerjanya bila didengar dari topik pembahasannya yang membicarakan persaingan antar industri-industri kreatif baru di kota itu. Tanpa rasa sungkan, Jason melangkah maju untuk memotong pembicaraan mereka.

"Tuan Dawton!" Jason berdiri di samping lelaki tua yang masih terlihat gagah di balik jasnya itu.

"Ah Jason! Terima kasih telah datang ke pestaku," Dawton menyambut kekasih dari anaknya itu dengan sangat ramah. Selanjutnya, ia mengenalkan Jason kepada rekan kerja yang berdiri di depannya, senyumannya mengembang saat mereka berdua bersalaman, "Ini adalah Jason, kekasih dari anak sematawayangku." Ucap Dawton pada rekannya.

Jason bersikap tenang tanpa terburu-buru. Sebenarnya, ia ingin segera mengakhiri omong kosong yang mereka ucapkan dan segera membawa pasangan suami-istri itu bersamnya, namun ia tak bisa berbuat demikian bila ada orang lain yang melihat usahanya. Alih-alih bergabung dalam percakapan, Jason hanya berdiam diri di antara orang-orang kaya itu.

"Maaf memotong, tapi apakah aku bisa berbicara denganmu, Tuan Dawton? Oh ya, tentu saja denganmu juga, nyonya." Jason tak ingin menunggu lagi. Setelah mereka berdua setuju untuk berpindah ke tempat yang lebih sepi, Jason pun memulai tak-tiknya.

Tuan dan Nyonya Dawton bertanya-tanya dalam hatinya tentang alasan mengapa Jason membawa mereka berdua ke halaman belakang, tapi toh mereka juga menuruti apa kemauan Jason.

"Ini untukmu, Tuan Dawton." Jason memberikan bunga mawar yang ia bawa kepada ayah dari kekasihnya itu.

Tuan Dawton mengangkat sebelah alisnya, "Terima kasih banyak. Tapi, dari sekian banyak warna bunga mawar, mengapa kau memilih untuk memberiku yang hitam?" Tanyanya.

"Hitam memiliki arti tertentu yang sangat dalam. Itu cocok untuk kubawakan padamu." Jason menjawabnya dengan sangat sinis.

"Oke, kuharap arti itu adalah arti yang baik." Nyonya Dawton mulai bersuara. Tangannya bergerak naik untuk merangkul suaminya.

"Tapi maaf, aku tak mau mengulur-ngulur waktu lagi!" Jason bergerak maju untuk memukuli wajah pria tua itu. Istrinya berteriak dengan histeris karena tak menyangka bahwa Jason akan melakukan hal itu. Dawton menunjukkan cengiran bengisnya, percampuran antara bingung dan geram terus menggebu dalam pikirannya. Dawton mengusap ujung bibirnya yang mengeluarkan darah, lalu ia membuang ludahnya tepat pada sepatu Jason yang mengilat. Dengan itu, Jason sepenuhnya membuas dan berani melakukan hal kejam apa pun dan kepada siapa pun.

Jason memukuli dan menendangi perut buncit Dawton tanpa ampun secara terus menerus, yang menyebakan istrinya terus berteriak histeris. Tapi Jason tidak peduli dengan teriakan itu karena tak ada seorang pun yang bisa mendengarnya. Dentuman musik dari dalam ruangan jelas lebih kencang dan menutupi teriakan itu. Dawton yang masih kuat untuk berkelahi pun akhirnya memukul balik wajah tampan Jason, lalu ia mendorong Jason sampai tersungkur ke tanah. Lalu, ia menginjak perut Jason dengan kakinya yang terbalut sepatu kulit mahal yang seharga dengan sebuah mobil. "Jangan coba-coba bermain denganku, anak muda!" Dawton menatap tajam mata Jason yang berada di bawahnya sambil tersenyum menang. Jason yang semakin marah pun melakukan penyerangan dengan mengangkat kaki pria tua itu ke udara, lalu melemparkannya ke samping dirinya. Dawton pun jatuh ke tanah dengan wajah yang mendahului semuanya.

Jason memanfaatkan kesempatan itu untuk berdiri. Ia menarik lengan Nyonya Dawton dengan kasar, lalu menggiringnya menuju gerbang taman yang langsung menuju ke jalanan kompleks. Di luar sana, ia bisa melihat mobil hitam milik sekutunya untuk menculik keluarga Dawton. Dawton yang masih tersungkur di atas tanah akhirnya sadar bahwa istrinya telah dipaksa berlari menjauh. Karena panik, ia tak sempat untuk meminta bantuan kepada siapa pun yang ada di dalam ruangan. Ia hanya berlari dengan begitu kencangnya untuk menyelamatkan istri tercintanya.

Dawton melihat istrinya dipaksa masuk ke dalam mobil, yang membuatnya semakin geram kepada Jason. Ia pun menghampiri Jason untuk memukulinya lagi, namun Jason segera menangkisnya dan mendorongnya secara kasar untuk masuk ke dalam mobil. Sehingga semua anggota keluarga Dawton pun berada dalam satu mobil yang sama, yang siap untuk dibawa ke mana pun si pengemudi inginkan.

"Ini adalah harga yang harus kau bayar, bedebah!" Jason membanting pintu belakang dengan kencang. Lalu, ia merangkak naik ke kursi depan. Rekannya yang sudah siap untuk mengemudi diberikannya tanda untuk segera melaju. Ketiga anggota keluarga Dawton menggedor-gedor kaca pembatas yang memisahkan tempat duduk mereka dengan kursi depan, tapi usaha mereka sia-sia karena kaca itu tak bisa dipecahkan hanya dengan tangan kosong.

"Apakah semuanya aman saat kau membawa Sheri kemari?" Jason bertanya pada rekannya yang mulai menancapkan gas.

"Sebenarnya tadi ada sedikit gangguan. Ada orang lain yang melihat kami."

"SIALAN! Mengapa kau sangat ceroboh? Apakah kau tidak memerhatikan keadaan sekeliling sebelum ke sini?" Amarah Jason mulai memuncak lagi. Tatapannya menajam dan dada bidangnya bergerak naik turun.

"Tenang saja. Semuanya terkendali. Aku sudah memukulinya habis-habisan sampai ia kehabisan napas. Aku yakin sekarang dia sedang sekarat dan siap menemui ajalnya!" Ucap pemuda itu dengan bangganya, "Dan sudah aku pastikan bahwa aku tak meninggalkan jejak apa pun di sana." Tambahnya.

"Apakah kau yakin?" Tanya Jason yang mulai menenang.

"Ya." Terdengar kepastian dari kata-kata pemuda itu, namun matanya menunjukkan bahwa ia sedang gelisah dan tak enak hati.

Bersambung

10 votes untuk lanjut ke cerita selanjutnya!

DENDAM (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang