Tap, tap, tap, tap!
Ugh! Siapa dia, sih?! Mau sampai kapan dia buntuti gue?! Batin Aiden dan kembali menoleh ke arah belakang untuk ke sepuluh kalinya.
Ia menghentikan langkahnya, ia berjongkok, kemudian ia mengikat tali sepatunya dengan perlahan. Ia lirik kembali melalui ekor matanya, gadis tersebut berhenti melangkah. Aiden tersenyum miring, gadis tersebut sedang berdadah ria dengan orang-orang di taman kota ini.
Secepatnya ia mengikat tali sepatu lalu langsung ngacir secepat kilat tanpa memperdulikan orang yang ia tabrak. Aiden tertawa di sela-sela laju larinya, ia akhirnya bisa lepas dari kuntitan gadis aneh itu. Namun -
- Percuma kamu kabur, Aiden, aku ini kan bayanganmu, aku bisa dengan mudah berpindah tempat jadi … " Ia menjeda ucapannya sejenak, ia tersenyum dan terkikik pelan, " … per. cu. ma. Hehe … " Setelah mengatakan itu, gadis cantik ini melompat kesana kemari sembari menari.
A, apa ini mimpi?
Aiden menggeleng, namun entah kenapa ia tak bisa bergerak ketika gadis tersebut menatapnya dengan lekat. Aiden menelan salivanya takut, ketimbang terhipnotis oleh tatapan lekat itu baginya adalah tatapan menakutkan. Gadis cantik tersebut berjalan ke arah Aiden berdiri, ia masih menunjukkan senyuman manisnya yang dapat meluluhkan hati para Kaum Adam di dunia ini. Sesampainya, ia menunjuk ke samping kanan Aiden yang bahwasan posisi Matahari saat ini berada di sebelah kiri. Walau takut, ia pun menoleh dengan perlahan. Dan ketika ia sudah menoleh, di sisi kanannya tak ada 'Bayangan' yang biasa ada di setiap manusia bila terkena cahaya.
Mata berwarna silvernya membulat dengan sempurna, jantungnya terpompa dengan cepat, bibirnya komat-kamit tak jelas. Kemudian tangan mungil menyentuh pipinya dan menyeretnya untuk melihat wajahnya yang cantik.
"Apa sekarang kau percaya, Aiden?" tanya gadis ini dengan nada serius. Aiden memejamkan kedua matanya, kemudian ia membuka matanya kembali dan -
- ke, kemana dia?" Aiden bertanya pada dirinya sendiri dengan raut wajah kebingungan. Ia jatuh terduduk lemas untuk kedua kalinya, dan pertanyaan sebelumnya 'apakah ini mimpi?' mungkin akan di katakan Aiden.
"Dia pergi?" Ia bangun dari duduknya dan mengangkat tangannya ke udara, "BEBAS! AKHIRNYA GUE BEBAS!!"
****
Buk, buk, buk, bruak!!
"Hah … hah … capek." Aiden menjatuhkan dirinya sendiri menjadi posisi duduk dengan kedua kaki menjulur ke depan serta kedua tangannya ia taruh di belakang digunakan untuk penyangga tubuh.
Ia mendongak, menatap langit-langit ruangan ini dengan pandangan datar. Entah kenapa, kejadian kemarin benar-benar terasa seperti nyata ketimbang mimpi. Kalaupun mimpi, ia tak mungkin bisa mengingatnya dengan jelas kejadian kemarin. Matanya berkedip beberapa kali, ia menghembuskan napas panjang dan lekas bangun dari duduknya.
Rumah ini menjadi sepi karena sosok orang dewasa di rumah ini telah pergi jauh darinya. Ia sempat berpikir, apakah ia dibuang? Atau, apa yang telah ia perbuat sehingga kedua orang tuanya memutuskan untuk meninggalkan rumah? Aneh, ia rasa, bukan, ia tidak melakukan kesalahan apapun mau itu dari lisan atau dari tindakan.
Tak ada yang ia perbuat pada mereka, jujur, ini aneh sekali untuknya. Pergi begitu saja dan hanya meninggalkan sepucuk surat yang berisikan kata-kata ambigu seperti 'Sebentar lagi ada yang menemanimu untuk selamanya, aku harap kau bisa jaga dirimu.' Ia ingin sekali bertanya, apa isi pesan tersebut? Sungguh sebuah surat yang membingungkan.
"Gila. Bisa gila kalo gini terus." gumam Aiden lalu menggeleng pelan dan kemudian berjalan ke arah pintu ruangan ini.
Ceklek.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Girlfriend Is A Shadow
FantasyDi suatu hari, seorang anak remaja berusia 16 tahun tengah duduk di sebuah taman belakang sekolah yang sudah sepi dari para murid SMA Garuda di Jakarta. Saat itu, remaja tersebut sedang menangis dalam diam sembari menyandarkan kepalanya di batang p...