Jika bisa memilih, Ten rasanya lebih memilih untuk mati saja. Belum genap satu bulan menjalani semester 5 tetapi hampir tidak ada waktu untuk benar-benar beristirahat. Salahkan semua pada kelompok salah satu mata kuliahnya yang sangat tidak bisa diandalkan. Sore ini, entah sudah keberapa kali, Ten kembali dikerjai dengan hasil laporan yang buruk.
Permasalahan kelompoknya--dengan anggota yang merupakan hasil pemilihan acak--sebetulnya bukan hanya keterampilan menulis. Kurangnya inisiatif dan ritme kerja yang lambat dari dua anggota selain Ten justru kadang menimbulkan permasalahan yang tidak perlu.
Katakanlah Ten perfeksionis. Tetapi bukannya memang kita tidak boleh asal-asalan dalam membuat tugas?
Beruntung kelompok Ten mengerjakan laporan dengan menggunakan fasilitas penulisan dokumen online ternama sehingga tidak perlu repot berkirim file. Ia pun memberikan respon berupa komentar pada beberapa bagian yang menurutnya belum terelaborasi dengan baik. Ia juga mengoreksi sendiri beberapa kosakata yang memang tidak elok untuk dituliskan dalam suatu laporan akademik.
Pemuda manis itu pun mengusap wajahnya frustasi,
'Tahu begini sih aku lebih baik sendirian.'
Menghela napas panjang, Ten lalu beralih pada ponselnya. Kedua ibu jarinya dengan lincah mengetikkan sesuatu di sana seraya mengerucutkan bibir.
Selang beberapa saat, ponselnya berbunyi. Satu notifikasi pesan terpampang di layar. Notifikasi yang mampu mengubah air muka yang sebelumnya kusut itu menjadi sedikit lebih baik.
J💜
John, sibuk? ✔✔
Tidak
Aku baru selesai revisi
Rencananya malah habis ini mau ke tempatmu
Kenapa?
Ya sudah, kesini saja
Temani aku..
Merasa selesai, Ten pun kembali berkutat dengan tugasnya. Tanpa ia sadari jika kekasihnya di ujung sana sedang terheran-heran dengan sifat Ten belakangan ini. Bukan, sedari dulu Ten memang bukan pribadi yang acuh. Johnny hanya merasa kalau Ten menjadi lebih manja dibanding biasanya.
Memang sudah sepekan mereka belum bertemu. Ten dengan perkuliahannya yang padat, dan Johnny dengan tugas akhirnya yang sama-sama melelahkan. Meskipun tidak pernah absen berkomunikasi melalui platform chat, atau melakukan video call, tetap saja berbeda rasanya dengan bertemu langsung. Mungkin hari ini bisa bisa jadi kesempatan bagus untuk melepas rindu sekaligus bertanya perihal keadaan kekasihnya, pikir Johnny.
***
Sepi. Hanya suara jarum jam yang tidak hentinya berdetik serta ketukan jemari di atas meja yang setia menemani Ten. Hampir tiga puluh menit menunggu hasil perbaikan laporan sekaligus menunggu kedatangan Johnny nyatanya membosankan. Dengan malas, Ten pun meninggalkan meja belajar dan langsung merebahkan diri di kasur. Lelah bercampur kantuk membuat kepalanya berat. Ia pun tidak tahan untuk tidak memejamkan mata, sekalipun ia tahu ia masih harus menunggu Johnny.
Apartemen yang baru dihuni sejak satu bulan lalu ini tidak menggunakan kunci manual melainkan kata sandi. Ten sendiri baru sadar jika ia selalu lupa tiap kali ingin memberitahukan rahasia yang satu itu pada kekasihnya. Dan tentu akan merepotkan jika dia ketiduran sementara itu Johnny harus menunggu lama di luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest February ──; 〈 Johnten 〉
Fanfiction"It is indeed a roller coaster ride, Despite the thrills and all excitements. But one thing you should know, That I don't mind to live life this way forever. As long as I got you, and you got me too." . . . (!) bxb. oneshoots collection. contains...