2 | Fire

44 21 4
                                    

"Cinta itu ibarat api. Kadang menghangatkan kadang menyakitkan dan bisa menghilang bahkan abadi."

Kevin Alvaro Leonardo

💝💝💝

Istirahat telah tiba. Para siswa berhamburan keluar kelas. Masih ada beberapa yang menetap di kelas. Salah satunya Valen. Dia masih berada di alam tidurnya. Tak lama dia terbangun dari tidurnya. Masih dalam keadaan setengah sadar, dia melirik ke bangku depannya. Yang dilihatnya pertama kali adalah..
.
.
.
.
.
wajah tampan Kevin dengan senyuman manisnya. "Kau sudah bangun ya? Apa aku mengganggu?"
.
Wait a minute..
.
Loading..
.
25%
.
50%
.
75%
.
100%
.
Loading..
.
Load-
.
Blushing..
.
Seketika Valen duduk tegak dengan muka bantalnya. Mengabaikan kepalanya yang berdenyut karena bangun tiba-tiba. Valen melebarkan matanya dan memasang wajah polosnya. Ditambah wajahnya yang sedikit merona karena apa yang dilihatnya barusan. Sedangkan Kevin hanya terkekeh melihatnya.

Valen kembali memasang raut datar. Melepas earphone-nya lalu memasukkannya ke dalam tasnya. Dia beranjak dari bangkunya. Saat melewati Kevin, tiba-tiba dia menarik pergelangan tangan Valen. Valen menatap datar tangannya lalu ke Kevin.

"Apa?" tanyanya mirip gumaman.

"Kau mau kemana?" tanya Kevin sambil melepaskan pegangannya pada Valen.

"Ke kantin," jawab Valen lirih sambil melanjutkan langkah kakinya.

"Aku ikut." Kevin berdiri dari duduknya. Valen menautkan alisnya.

"Kenapa? Bukannya kau bisa sendiri?" Valen pergi meninggalkan Kevin di kelas.

Selama perjalanan, Valen merasa ada yang mengikutinya. Saat di lorong kelas yang sepi, tiba-tiba dia membalikkan tubuhnya, dan yang dia lihat adalah Kevin berdiri tak jauh darinya. Hanya beberapa meter dari tempatnya berdiri.

Kevin terkejut ketika Valen tiba-tiba berbalik. Valen hanya menatapnya datar. Dia membalikkan tubuhnya lagi dan melanjutkan langkahnya yang tertunda. Kevin menatapnya bingung. Tapi dia tetap melanjutkan langkahnya.

Sesampainya di kantin, suasana ramai mirip pasar menyambut mereka yang datang. Banyak bangku yang ditempati sehingga hampir tak ada yang kosong, kecuali.. bangku pojok dekat jendela yang mengarah lapangan.

Sekolah ini memiliki kantin di tiap lantai. Itu dikarenakan agar para siswa tidak berdesak-desakan. Meski pada kenyataannya tetap saja begitu.

Valen memesan sepiring nasi goreng dengan segelas es teh. Setelah pesanannya siap, dia mengambilnya lalu duduk di bangku itu, dan memakan makan siangnya dengan lahap. Suara seseorang menghentikan aktivitasnya.

"Bolehkah aku duduk di sini? Semua bangkunya penuh."

Valen menatap ke depan dan yang mengejutkannya adalah.. pria itu lagi. Meski ekspresinya selalu datar, tapi Kevin tetap bisa mengetahuinya. Sebenarnya Kevin juga tak menduganya, tapi ini juga keinginannya. Seperti biasa, Valen membalasnya dengan gumaman.

Mengapa dunia begitu sempit? pikir Valen. Dia melanjutkan aktivitasnya yang tertunda. Dengan cepat Kevin langsung duduk di hadapannya dan melahap makan siangnya dengan lahap. Sesekali dia melirik Valen yang menyantap makan siangnya di hadapannya.

Yah.. kau tahu? Posisi ini sebenarnya nampak romantis. Makan di meja sama, duduk berhadapan, di bangku pojokan, dekat jendela, dan diiringi suara hujan deras. Berduaan lagi. Bahkan menu makan siang mereka juga sama. Apakah ini hanya kebetulan?

Mereka menyantap makan siangnya dalam diam. Saat Kevin melirik ke arah Valen dan pada saat itu juga Valen menatapnya. Itu membuat Kevin salah tingkah dan melanjutkan acara makannya dengan gugup karena tertangkap basah. Seperti biasa, Valen hanya menatapnya datar.

Beberapa siswa mencuri pandang ke arah mereka. Tak jarang ada yang merasa iri pada mereka. Tapi dua makhluk itu masih menyantap makan siang mereka. Setidaknya kedua makhluk itu tidak menyantap makhluk-makhluk yang ada di sekitarnya, 'kan? Terutama Valen.

Makan siang Valen sudah habis terlebih dahulu. Dia beranjak dari bangkunya. Kevin meliriknya dan dengan segera menghabiskan makan siangnya lalu mengikuti ke arah Valen pergi.

***

Hujan sudah reda sedari tadi. Kini mentari mulai menampakkan diri meski masih ditutupi awan tipis. Di taman belakang sekolah, Valen duduk di bangku taman tepat di bawah pohon besar. Dia membersihkan dan mengeringkan air yang masih tersisa di bangku itu dengan tangannya. Setelah itu dia duduk dan menyandarkan dirinya di bangku taman itu. Angin berhembus pelan menerpa helaian rambutnya. Dia memejamkan matanya menikmati alam di sekitarnya. Sampai sebuah suara mengusiknya. Ada yang merasa déjà vu?

"Kau selalu ke sini ya?" tanya seseorang membuat Valen menoleh. Dia sedikit terkejut ketika ada seorang pria tidur dan menaruh kepalanya di pangkuannya. Pria itu mengarahkan wajahnya ke atas sambil memejamkan matanya dan tersenyum manis. Senyuman itu sukses membuat detak jantung Valen berpacu lebih cepat dari biasanya.

Ada apa denganku? Kenapa tiba-tiba aku segugup ini? Kenapa saat kami berdekatan, aku bukan seperti diriku sendiri? batin Valen. Pikiran Valen melayang-layang kemana-mana. Begitu pula dengan Kevin. Tanpa dia sadari, Kevin sudah mengamati wajahnya sedari tadi. Siapa sangka Kevin juga mengalami hal yang serupa?

Whuussshhhh.....

Suara hembusan angin mengisi kesunyian di antara mereka. Belum lagi suasana setelah hujan, membawa dan mengingatkan kita pada hal-hal tertentu. Yah, hanya mereka dan Tuhan yang tahu akan hal-hal apa yang dimaksud.

🍃🍃🍃

Tanpa mereka sadari, ada pria lain yang kini menatap mereka penuh arti. Raut wajahnya tak terbaca. Tapi dari matanya, kalian pasti tahu apa yang dimaksud, 'kan?

"Maaf, telah menghancurkan persahabatan kita." Matanya mulai sayu. Dia mematung di tempatnya yang tak jauh dari mereka. Dia berdiri di bawah pohon rindang. Entah kenapa dadanya sangat sesak. Dia meremas dadanya. "Padahal aku sudah berjanji untuk saling mempercayai dan menjaga persahabatan kita. Apa kau tahu? Selama ini aku memendam rasa cinta ini seorang diri, sampai aku ... "

Pria asing itu memilih untuk diam. Penyesalan, itulah yang dirasakannya. Tapi apa tidak boleh dia mengatakan yang sebenarnya? Apa tidak boleh dia mengatakan isi hatinya? Apa tidak boleh dia mengatakan apa yang dirasakannya? Di sisi lain dia sudah terikat janji dengan persahabatan juga hubungan asmara mereka. Dia benar-benar merasa sangat bersalah. Berada di posisi serba salah membuatnya gila.

To Be Continued

***

Yee... akhirnya publish juga nih chapter..😄

Meski banyak hambatan, tetapi masih berusaha untuk update..😃
Terima kasih untuk yang sudah meluangkan waktu untuk membaca..😊
Mohon maaf jika masih ada kesalahan..🙏
Jangan lupa voment ya..😉

Sekian dan terima kasih..😁

I ❤ U All

Need vs Want (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang