Tak Pernah Benar-benar Melupakanmu
Malam kelabu berbalut ragu,
hati resah tak menentu.
Rasa bergeming pilu,
entah apa yang membuatku terus bertahan.
Malamku terasa jauh dari ketenangan, rintik hujan mulai datang beriringan dengan genangan selepas hujan. Pikiranku mulai tak sejalan dengan denyut nadiku, hati resah penuh tanda tanya. Ada apa denganku?, lagi-lagi kuharus berdiri tegak untuk meyakinkan diri bahwa tak ada yang perlu kuingat lagi, aku tak butuh rasa lagi, tapi aku tak ingin melupakannya.
Nyatanya hati tak pernah sejalan dengan ucapan. Bibirmu dengan mudah mengatakan kau baik-baik saja, kau melupakan sesuatu, aku bisa melihat matamu yang berkata bahwa kau sedang berpura-pura. Bahwa sebenarnya kau belum bisa berdamai dengan hati, kau bilang yang berlalu biarlah berlalu namun sikapmu tak pernah menerimanya.
Aku berjalan dalam sebuah arah yang menentang, tak tahu harus melangkah maju atau mundur, keduanya sama-sama beresiko. Kucoba mengikuti alur yang ada, namun pada keyantaannya aku tak pernah bisa memungkiri semua yang sudah terlewati, entah radar apa yang membuatku berdiam diri tanpa kata.
Kala itu kita berjalan beriringan melewati segala rintangan untuk sampai dipuncak gunung. Jarum jam tepat menunjukkan pukul 00.15 WIB, saat itu aku terjatuh karena jalan yang licin, dan kau langsung menghampiriku dengan sebuah keresahan yang tampak jelas dimatamu, dengan tangan lembutmu yang tulang yang luka. Kau berhasil membuatku merasakan jadi manusia yang diistimewakan, kau bertanya dengan ramah, meski ku tahu kau sedang tidak baik-baik saja. Terimakasih atas kebaikan yang kau baluti dengan ketulusan kala itu. Akhirnya kita kembali melanjutkan perjalanan, hingga tubuh dipenuhi dengan kelelahan dan menharuskan kita beristirahat sejenak disuatu tempat yang bernama Latar Ombo.
Disana kita menyeduh kopi dan membakar kayu yang ada. Kurasakan hangatanya api dari sedikit bara yang hampir habis . Kita menemukan satutenda menetap, sepertinya tenda itu berpenghuni pendaki yang lelah dan beristirahat disana . setelah beberapa menit kita disana, tiba tiba gerimis datang tanpa diundang entah maunya apa perjalanan kita saat itu masih panjang. Aku mulai ragu meneruskan perjalanan karna khawatir angin akan semakin mudah menyelimuti, dan takut badai tiba tiba menyambut kami.
Setelah beberapa menit kami menunggu reda lalu kami melanjutkan perjalan lagi, entah mengapa langkahku smakin ingin terhenti, lelah telah menyelimutiku, tapi bukan hanya aku yang merasakan lelah, keenam temanku pun merasakan hal yang sama . bisikan menyerah terus menghantui perjalananku kala itu, namun bisikan matahari yang akan segera terbit nyatanya lebih pekat, karena aku akan melihat keindahannya jika terus berjalan.
Kami meneruskan perjalanan meski sering kali berhenti tapi kami tak menyerah, semakin tinggi semakin berat langkahku semakin banyak rintangan bebatuan yang menghalau disana, semakin licin tanah disana semakin curam pinggiran tanah pegunungan yang jika berjalan melewati kita harus seimbang, dan berhati hati ditakutkan tergelincir dan bisa terjatuh karna jurang yang sangat curam. Melewati itu sebenarnya membuat kacau hati sdan fikiranku, ketakutanku mulai berujung, namun entah mengapa semangatku menggebu ketika melihat kearahnya.
Setelah melewati ketegangan yang ada akhirnya kami melanjutkan perjalanan lagi, kali ini kami melewati bebatuan yang besar dan bertingkat. butuh perjuangan melewatinya, kami harus menaiki satu per-satu bebatuan dengan penuh kehati-hatian, karna gelap sangat pekat ditambah dengan kabut yang semakin tebal.
Aku menjadi orang paling lemah diantara teman-temanku, mereka terlihat masih semangat. Apaligi sosok lelaki yang tadi membantuku saat jatuh, ia mencintai pendakian dan terlihat sangat lihay dalam melewati rintangan yang ada . Tak bisa dipungkiri hati ini kagum dengan sosok pemberani itu dan tak bisa dikendalikan entah mengapa semakin aku mencintai semakin aku ingin berhenti, karena ketika aku berharap aku selalu lupa bagaimana caranya berhenti. Aku hanya tak ingin berlebihan karna takdir tak bisa dipastikan dengan siapa aku harus memberikan kesetiaan. Setelah melewati beberapa bebatuan ,jurang yang curam, angin dan hujan , gelap malam suara jangkrik bersautan, menggigil kedinginan hingga melawan ketakutan dalam kegelapan akhirnya kami sampai dipuncak sekitar pukul 04.00 . mereka sibuk membuat tenda, tapi aku hanya bisa beristirahat karena sudah tidak bertenaga. setelah tenda selesai dan rapi, aku dan kedua temanku masuk dan tertidur pulas ditenda.
Alhasil disana kami tiadak bisa melihat keindahan matahari pagi di pegunungan Panderman. Kami terbangun dipagi hari yang indah, dan melihat monyet pnghunui gunung yang menghampiri kami dengan ramah, terpaksa kami harus memberikan separuh makanan yang kami miliki untuk mereka.
Setelah beberapa jam berlalu dengan berat hati kami harus pulang. sekitar pukul 10.00 kami mulai perjalanan pulang karena takut hari mulai gelap. Lagi lagi kami harus melewati tempat tempat yang telah kami lalui sebelumnya, bedanya kali ini pagi dan terang pemandangan terlihat indah. Pepohonan terlihat mesra memandang kita berjalan santai sambil melihat perkebunan dan air mengalir yang begitu tenang dan damai . perjalanan tak selama seperti perjalanan malam kita hanya menempuh perjalan kurang lebih 1 jam setengah kala itu .
Sesampainya dibawah rasa lelah, kacau, keadaan hati yang tak menentu, membuatku malas untuk bertegur sapa.
Kami pulang menggunakan bis malang jurusan surabaya. disana mood yang ga karuan terobati karna aku duduk disamping orang yang dulu permah kagumi, meski aku sedikit tak nyaman karena pakaianku yang kotor.
Akhirnya kami samapai dengan selamat dan kesan yang baik tertanam hingga saat ini.
Untukmu yang tetap dalam doa, kuucapkan terimakasih telah mengenalkan keindahan alam dengan penuh kesabaran .
KAMU SEDANG MEMBACA
see you next time .
Teen FictionApakah Yang Telah Memautkan Kita selain Kata . Seperti Darah Ketika Luka Mengungkapkanya .