BAB 14

57 0 0
                                    

"Bagaimana?"

Azkia tidak perlu bertanya apa yang dimaksud Jafar.

"Aku tidak mau bahas. Malah bikin tambah suntuk."

"Semalam kamu tidak mau cerita, dan sekarang pun tidak. Percuma aku datang." Katanya

"Apa pedulimu dengan urusanku?"

"Aku peduli, ... hm maksudku, aku ingin tahu. Kamu tiba-tiba minta di antar bertemu temanmu, lalu semalam marah-marah, walaupun biasanya juga marah-marah, dan hari ini kamu masih terlihat kusut."

Azkia menyipitkan matanya, mencari kejujuran dari mata sehitam arang dan alis tebal yang membingkai ketajaman retina tersebut. Mengingatkan Azkia pada elang yang memburu mangsanya, bedanya tidak ada kekejaman di dalam mata itu, melainkan kelembutan dan perhatian.

Azkia menyerah. Jafar mungkin orang kedua yang mampu mengorek isi hatinya tanpa perlu bersusah payah selain Izza. Ia menceritakan rentetan awal dari kemarin sore hingga hari ini dan pembicaraan yang melegakan sekaligus tidak mengenakan. Apa yang ia lakukan semalam hingga pulang larut malam dan juga bagaimana bingung ia memulainya.

"Kalau gitu, ayuk." Jafar bangun dari tempat duduknya

"Ayuk kemana?"

"Ya cari bukti." Jawab Jafar enteng

Azkia terbelalak. Menatap tidak percaya pada laki-laki yang kini menjulang tinggi di atasnya.

"Kamu lagi kumat apa sih? Nggak ada kerjaan emangnya? Nganterin tuan putri atau ngurusin percetakan kamu?"

"Izza nggak mau ditemani sama orang lain kalau bukan dengan kamu atau salah satu keluarganya. Sedangkan percetakan, yah bisa nunggu." Jafar terkekeh

"Pengusaha yang santai. Udah ngerasa kaya banget yah." Sindir Azkia

"Harta dunia itu tidak perlu dikejar. Kalau udah mentok Allah kasih segitu, yah tetap segitu dapatnya. Kalau lebih, Allhamdullah. Itu artinya rezeki buat karyawanku juga."

"Oke kalau gitu. Tapi awas kamu kalau bantunya setengah-setengah. Anggap aja ini pertama kali dan terakhir aku nerima bantuan kamu."

"Siap bos."

Azkia tersenyum, tapi menyembunyikan wajahnya. Ia masih terlalu gengsi memamerkan senyum di hadapan orang yang menjadi penyebab dirinya tersenyum. Sambil menyembunyikan senyum itu, Azkia membereskan barangnya dan memasukannya ke dalam tas. Data-data dalam kantong filenya ia tentenng di tangan kanan. Mereka menuju mobil Jafar yang tidak asing bagi Azkia.

Seperti biasa Jafar ingin membukakan pintu, namun didahului pemegang pintu di pegang oleh Azkia.

"Kemana tujuan kita sekarang?"

"Hm ... pertama kita ke perpustakaan wilayah dulu."

***    


Dear Heart, Why Him?Where stories live. Discover now