Jungkook masih ingat; dulu kerap ia bermain disini. Memetakan diri dalam bahagia sederhana, seperti apa yang didefinisikan anak kecil lainnya. Ia menjadi satu-satunya yang tidak bermain, sebab Jungkook tidak mampu berlari layaknya aak lainnya. Hingga ia hanya duduk, menatap kawannya bermain bola sembari melihat rumpun ilalang yang berbunga.
Jungkook ingat indahnya Padang Ilalang; dengan bunga bulu-bulu seputih kapas dan riuh bocah bersahutan. Maka sebab itu Jungkook mungkin banyak melukis, sebab ia tidak mampu berlari. Euforianya berganti di atas kertas, sama halnya dengan anak seumurannya yang bertuang diri dalam berlari.
Jungkook ingat, satu kawan, namanya Jimin. Sangat suka sepak bola, sangat bersemangat. Dengan pipi gembil dan mata yang menghilang ketika tertawa. Jimin yang paling sering mengajaknya bermain, menawari satu gendongan pulang pergi lalu yang paling banyak bicara soal gambarnya. Gambar Jungkook hanya bermodal pensil, ia tidak cukup kaya membeli banyak warna.
"Untukmu,"
Serumpun bunga ilalang, diberikan Jimin sore itu. Jimin tampak berantakan, kelelahan dan berkeringat. Tapi senyumnya luar biasa membawa hati Jungkook meleleh di angkasa.
"T-terima kasih, Jimin." Jungkook malu-malu. Sedikit melirik, bagaimana ada gores merah di tangan Jimin. Jungkook paham betul, bahwa daun ilalang setajam senar. Tapi Jimin sumpah masa bodoh, asal senyum Jungkook mengembang.
"Gambar yang bagus ya,"
Jadi esoknya, Jungkook menggambar ulang. Seikat bunga ilalang, dan Jimin yang membawa.
Jadi esoknya lagi; Jimin bilang suka dan mendaratkan satu kecupan manis pada pipi Jungkook yang memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Nirwana [JiKook//KookMin]
Short StoryPada peraduan senja; aku banyak bercerita tentang kita. Ficlet. Drabbles. Ficsong. Kumpulan aksara pada masanya.