aku berjuang, dulu
tak kenal apa itu lelah
tak kenal apa itu menyerah
aku berjuang, dulu
sebelum nyata itu membeku
menghentiku
***
Aku menatap pada benda berwarna putih, dengan bulu-bulu angsa mengelilinginya, yang aku pegang dengan perasaan tegang. Sesekali mataku mengawasi seseorang yang ada diseberangku. Terbatas oleh jaring net, yang menggunakan seragam berwarna biru dengan celana hitam dan raket yang ada digenggaman tangan kanannya. Di bagian dada kirinya terdapat bendera negara tetangga. Malaysia. Kemudian mataku menelisik layar skor yang menunjukkan angka 21-19 dan 12-11.
Aku sempat unggul di game pertama. Lalu aku unggul atas perolehan angka dari Malaysia di interval game kedua ini. Namun, perolehan angka sangat tipis dibabak kedua ini, setelah interval, membuatku dituntut untuk menguras otak dan menyugesti diriku agar tidak melakukan kesalahan sendiri.
Aku berdiri dengan perasaan gugup dengan campuran rasa semangat. Pertandingan final bulutangkis, SEA GAMES, partai tunggal putri, antara Indonesia melawan Malaysia, yang berlangsung di Singapore Indoor Stadium, Kluster Kallang, Singapura. Salah satu impian terbesarku—selain memenangkan Kejuaraan Dunia Bulutangkis tahun 2020 di Tokyo. Berdiri di partai final Sea Games. Dengan membawa pulang medali emas yang kusembahkan untuk Indonesia. Bangsa yang aku cintai.
Aku menghembuskan nafas dengan pelan, menormalkan deru nafas setelah rally panjang tadi. Yang membuatku mengumpulkan satu point tambahan. Pikiranku merangkai berbagai strategi untuk rally selanjutnya. Mataku menelisik lebih intens menatap lawan dihadapku. Menerka-nerka arah pengembalian kemana yang akan dilakakukan pemain Malaysia ini.
Saat wasit mengatakan kata play, sejenak aku mengawasi shuttlecock di tangan kiriku. Memberi jeda satu detik, lalu aku menservisnya. Bola kok melambung melewati jaring net, dan berakhir disisi depan lapangan tunggal putri Malaysia. Namun, dengan mudah dia mengembalikan bola itu dengan net tipis yang dilakukannya. Membuatku mau tak mau bergerak kesisi depan lapangan.
Melambungkan bola adalah salah satu cara untuk mengembalikannya. Aku tak ingin mengambil resiko membuat bola jatuh ke area lapanganku sendiri, seperti tersangkut di net saat aku akan melakukan netting atau bola tak menyebrang saat aku akan melakukan netting silang.
Bola melambung kearah area belakang lapangan pemain Malaysia, membuatnya berlari kebalakang. Dan saat itu juga aku kembali ke possisi tengah lapangan menanti bola kembali kepadaku. Dia melompat, dan aku siap dengan pukulan smash yang akan dia lakukan. Aku memundurkan tubuhku sedikit kebalakang. Menanti pukulan kerasnya.
Dengan tubuh melayang diudara, dia melakukan pukulan mematikan itu. Aku bisa, rapalku. Namun, yang terjadi membuatku mengumpat dalam hati. Bola itu terbentur garis putih diujung net dan yang paling mengesalkan, bola itu jatuh di depan lapangan permainanku.
Seketika sorak sorai untuk pemain Malaysia ini terdengar di seluruh penjuru Singapore Indoor Stadium. Membuatku menghela nafas lelah dan sekalikus merasa tertekan.
Kudengar pemain Malaysia yang ada disebarangku berteriak menyuarakan keberhasilan akan satu point yang direbutnya. Sambil mengepalkan tangan kirinya ke udara dia berjalan ke area belakang lapanganya.
Aku menyeka keringat yang ada dipelipisku. Membuangnya ke luar lapangan agar tak menimbulkan area lapangaku licin sehingga tidak menyebabkan kakiku akan terpelest saat aku mengejar bola nanti.
YOU ARE READING
Pekan Mimpi
Short StoryAku adalah impi yang tertunda Atau bahkan tak terwujud sama sekali Aku hanya mampu berdiri, berjalan Mengikuti arus hidup tanpa melawan Dibawa kemanapun, tanpa tahu tujuan