Di dalam ruangan luas dengan nuansa klasik itu terlihat seorang laki-laki yang sedang menatap pemandangan luar ruangan melalui kaca tembus pandang rumahnya.
Entah apa yang di lihat oleh laki-laki itu. Dia hanya berdiri terdiam menikmati keindahan langit jingga yang mulai tenggelam. Punggung yang kita lihat dari belakang itu terlihat tegar. Siapakah dia? Ada yang tau? Author saja tidak tahu apalagi kalian. karena memang laki-laki itu membelakangi author.
'krek'
Suara pintu di buka sedikit mengalihkan perhatiannya namun tetap tidak berbalik.
Suara derap langkah mendekat namun dia masih berada di tempat.
"Tuan" panggil seorang laki-laki berbadan besar dan berpakaian serba hitam padanya.
"Maaf, rencana kita tidak berjalan dengan lancar. Ada seseorang yang mendahului aksi kita"
Laki-laki yang di panggil tuan itu tak menoleh. Dia memang diam, diam karena memendam, memendam rasa ingin menghujam. Dan karenanya tangan itu terkepal kuat.
"Ini tuan. Dia orang yang lebih dahulu melakukannya." Laki-laki berbadan besar itu memberi amplop coklat yang berisi beberapa lembar foto.
Laki-laki di depannya membuka amplop secara perlahan. Dan barulah kita tahu jika laki-laki itu adalah 'Cio' ya, dia memang Cio, dan laki-laki di belakangnya adalah Bimo.
Cio mengamati foto itu dengan seksama. Lalu mata tajam itu menatap lurus kedepan.
"Jangan lepaskan dia!!"
"Karena dia.."Cio sedikit menggantungkan ucapannya.
"Ada di pihak kita" Cio memasukkan kembali foto itu kedalam amplop seraya menyeringai.
"Baik tuan!!"
"Sekarang kamu boleh pergi" laki-laki berbadan besar itu membungkuk dan berbalik.
"Bimo!, Langkah berikutnya jangan pernah gagal! Mengerti!!"
"Baik tuan" setelah itu Bimo pergi meninggalkan Cio yang masih berada di tempat dengan senyum iblisnya.
____
'maaf, nomor yang anda tuju tidak dapat di hubungi, silahkan men..'
'klik'
Helaan nafas keluar bebas dari mulut Kinal. Sekarang dia berada di kamar besar milik keluarganya. Ya, sekarang Kinal berada di rumah ayah ibunya.
Dia tengah duduk diatas kursi meja belajar yang berisikan beberapa buku diatasnya.
"Kemana sih kamu.?" Tanya Kinal lirih pada handphonenya.
Kinal menaruh asal handphone itu diatas meja, dan dia kini menaruh tangan kiri diatas meja dengan siku sebagai tumpuan lalu menegakkannya. Jari telunjuk dia gunakan untuk mengusap pelipis dengan pelan. Tampaknya Kinal sedang berpikir.
"Aishh" kesal Kinal.
Dia mencoba lagi menghubungi seseorang, namun tetap tidak ada balasan. Bukan, bukan tidak ada balasan, melainkan tidak bisa untuk di hubungkan. Kinal sedang mencoba menghubungi kekasih -Vera aka Veranda- niat hati ingin menanyakan kesiapan Veranda yang Kinal kenal sebagai Vera untuk masa depan bersama. Namun sampai saat ini Veranda tidak ada kabarnya bahkan nomornya tidak bisa di hubungi.
Kinal menjadi gusar dan cemas. Jika dia tidak secepatnya menemui Vera aka Veranda, mau tidak mau, suka tidak suka, terima tidak terima, rela tidak rela, perjodohan itu tetap akan di laksanakan.
"Ve... Kamu gapapa kan? Aku khawatir sama kamu, nomor kamu ngga aktif, udah dua hari ini ngga bisa di hubungi. Aku kangen tau sama perhatian kamu. Kamu ngga kangen apa sama aku? Ntar pacar kamu yang super guenteng ini diambil orang lagi" Kinal menghela nafas. Ya, Kinal meninggalkan pesan untuk Veranda.