#1

122 0 0
                                    

Aku menatap matanya yang lembut. Mencoba untuk mengerti apa yang sedang dia pikirkan. Wajahnya seakan menahan tangisan yang bisa meledak kapan saja.

Diam. Kita hanya diam. Mata kita bertemu, tapi tatapannya berbeda dari biasanya. Mata kecil dan bulatnya membuat dia terlihat semakin manis. Tapi, tetap saja aku bisa merasakan dalamnya kesedihan yang sedang dia lawan sekarang.

Berkali-kali dia mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Namun, rautnya jelas mengatakan sebaliknya. Aku tahu kau tidak baik-baik saja. Tapi apa yang harus kulakukan sekarang? Aku ingin memelukmu dan mengecup keningmu dengan lembut, tapi aku tak punya cukup keberanian untuk melakukannya. Semuanya hilang saat aku menyadari betapa parahnya aku menyakiti perasaanmu.

Sekarang aku seperti pecundang yang terperangkap. Aku tak bisa melangkah maju, bahkan berbalik untuk menjauh. Aku hanya mematung di depan orang yang sangat kusayangi.

Di saat seperti ini, apa yang harus ku katakana padanya? Apa minta maaf saja cukup? Apa aku harus berjanji untuk tidak melakukan hal yang sama? Tidak. Dia bukan tipe orang seperti itu. Bukan berarti dia sulit untuk percaya, hanya saja dia tidak mau terluka karena sebuah janji.

"I need a hug." Suara yang keluar dari mulutnya sangat lembut dan pelan, aku hampir saja tidak mendengarnya.

Bukan hanya satu pelukan, kau bahkan bisa menerima ribuan. Aku melingkarkan tanganku di pinggangnya dan menariknya mendekat padaku. Tubuhnya terlihat begitu lemah dan rapuh. Oh Tuhan... Aku yang membuatnya jadi begini.

"Arka... Apa yang akan kau lakukan jika aku pergi darimu?"

Pertanyaan seperti ini sangat sensitif. Salah bicara sedikit saja bisa fatal.

"Aku... Mungkin akan pergi juga."

Aku bisa merasakan dia mempererat pelukannya. Sepertinya kalimat yang kulontarkan malah membuatnya semakin cemas.

Tiba-tiba saja aku jadi terbayang. Seperti apa jadinya hariku tanpa dia. Anak manja yang selalu berisik pagi, siang, dan malam. Dia selalu punya cukup banyak energi untuk menceritakan apapun. Aku tidak masalah dengan sikapnya, aku justru sangat menyukainya. Aku suka saat dia menjadi dirinya sendiri.

Suatu saat mungkin hari itu akan datang. Saat salah satu dari kita pergi. Mungkin aku atau dia. Aku tak tahu. Bisa saja hari itu tak pernah ada. Kita bisa melewati hari bersama sampai salah satu dari kita pergi ke surga.

Bodohnya aku berpikir seperti itu, sementara tadi aku sudah mengatakan untuk pergi. Tidak. Aku tidak pernah bilang untuk pergi meninggalkannya. Aku bahkan tidak berencana untuk mengakhiri ini semua. Aku saat ini hanya ingin melarikan diri. Seperti yang biasa kulakukan saat aku sudah terlalu lelah untuk berpikir.

Aku pernah berkata jika aku sering lari dari masalah dan dia melarangku untuk melakukan hal itu lagi. Lalu, ku bilang padanya "Aku tidak benar-benar melarikan diri, aku hanya sedikit menghindarimu". Bohong. Bukankah itu adalah kata lain dari melarikan diri? Sebenarnya lari membuatku semakin lelah. Tapi aku masih saja melakukannya. Aku bahkan tidak menceritakan masalahku padanya. Tapi, dia tidak masalah dengan itu. Dia malah memberiku dukungan untuk tetap maju dan menyelesaikan semuanya dengan baik.

Dia melonggarkan pelukannya dan menarik tubuhnya menjauh dariku. Dia menatapku dengan mata sembabnya dan memaksakan senyuman di wajahnya.

Lalu, air matanya menetes melewati pipi gembulnya. Pipi yang tak pernah absen kucubit setiap hari. Tapi, sekarang aku tak bisa melakukannya. Tanpa aba-aba tanganku menyentuh kedua pelipisnya dan mengusap air matanya.

Aku ingin menyuruhnya untuk berhenti menangis, tapi aku tahu itu takkan berarti lagi untuk saat ini.

"Maafkan aku. Aku harus pergi sekarang."

Aku menyadari raut wajahnya berubah. Lalu aku melanjutkan perkataanku.

"Maksudku, aku harus pergi dulu."

Berapa kali aku melihat fake smile di wajahnya hari ini? Aku benar-benar merasa jadi orang yang paling jahat.

"Hmmmm... Oke... Jaga dirimu baik-baik. Jangan sampai melewatkan makan dan jatuh sakit. Kau tahu kemana harus kembali. Aku di sini akan selalu menunggumu. Aku menyayangimu."

Air matanya semakin deras keluar dari mata indahnya. Aku menariknya lagi ke pelukanku.

"Aku juga menyayangimu."

Saat seperti ini kumohon waktu jangan cepatberakhir.    

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang