Dia tidak bertemu dengan Anda selama sepuluh tahun, tapi dalam keadaan kritis dia memanggil nama Anda. Lihatlah cintanya pada Anda. Apakah Anda kira dia bisa membunuh Anda?
Kata-kata dari Sai membuat Hinata bimbang. Laki-laki yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit ini adalah mantan temannya dulu. Kemudian, entah karena alasan apa, membuat kesalahpahaman yang berujung Hinata membencinya.
Shitakaalin Mahila!
Kata-kata itu keluar dari igauan pria yang terbaring tadi. Hinata tertegun. Dia tahu benar dua kata itu.
"Anda dengar itu, Hinata-san?" Sai berkata lagi.
Laki-laki pucat itu kini berada tepat di depan Hinata."Aku mendengarnya. Kurasa ini yang disebut karma Sai-san. Di akhir hayatnya ia mengingat dosa yang ia lakukan padaku," Hinata berkeras.
"Tapi bagaimana dia bisa membunuh Anda jika dia begitu mencintai Anda?"
"Dia tak mencintaiku!" Hinata membalas cepat.
"Lalu apa nama perasaannya terhadap Anda jika bukan cinta?"
"Aku tidak tahu apa nama perasaan yang ia rasakan terhadapku. Jadi, bagaimana aku bisa menjawab pertanyaan Anda?"
Selama menjawab pertanyaan Sai, Hinata tak melepaskan pandangan matanya pada tubuh Toneri.
"Percayalah, Hinata-san! Percayalah, dia sangat mencintaimu!" Sai berseru kecil dan kemudian mendesah kentara.
"Maafkan aku. Ini yang membuatku kesal pada diriku sendiri. Karena aku tidak bisa lagi percaya,"
Ruangan persegi dengan cat putih yang mendominasi itu hening sejenak. Deru napas tiga manusia itu dan dentingan jarum jam saja yang terdengar.
Sai tidak tahu lagi bagaimana meyakinkan perempuan Hyuuga ini bahwa Ootsutsuki Toneri sungguh-sungguh mencintainya.
"Lalu bagaimana dengan Anda? Apa perasaan Anda terhadap Toneri?" Sai kembali bertanya setelah keheningan melingkupi mereka beberapa menit.
Hinata menggulirkan matanya yang mengamati tubuh ringkih Toneri kepada mata gelap Sai.
Hinata tak menjawab. Karena dia pun masih tidak mengerti dengan perasaannya.
"Shitakaalin Mahila! Shitakaalin Mahila ...."
Suara Toneri mengalun lagi. Memanggil nama perempuan yang lahir di musim dingin tersebut.
Pikiran Hinata kembali mengawang ke masa lalu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Gadis beralmamater universitas swasta di Tokyo bernama Hyuuga Hinata duduk di kursi dekat pohon besar yang tak jauh dari stasiun kereta. Dia menatap sungai pada sore yang dingin. Ia menanti senja berlalu.Tak jauh darinya, ada anak laki-laki berseragam persis seperti Hinata yang memasang wajah kesal.
"Kamu tidak mau pulang bersamaku, Hinata?"
Hinata menggeleng. Atensinya tak ia lepaskan dari sungai yang mengalir dalam jangkauan netranya.
"Tapi ini sudah begitu sore. Kalau paman Hiashi bertanya, aku jawab apa? Aku sudah sering berbohong," ucapnya lagi sambil memakai jaket biru gelapnya.
