Ketika itu semua anak sudah meninggalkan laboratorium kecuali Mesha yang masih sibuk membereskan peralatan. Mesha kaget saat Adam tiba-tiba menemuinya usai praktikum biologi. Mereka terlibat percakapan serius.
“Cha, gue yakin lo bakal mau bantuin gue. Soalnya gue tau nasib klub sains lo bakal bubar gara-gara peminat minim.” Adam bicara dengan nada sok cool dan arrogant khasnya yang biasa membuat cewek klepek-klepek.
Adam memang keren, bahkan paling ganteng dan kaya di sekolah. Teman-temannya adalah komunitas orang borju. Bisa dibilang nggak ada cewek yang tak suka dengannya. Tapi hal itu tidak berlaku untuk Mesha yangilfeel dengan cowok yang pernah satu SMP dengannya.
“Kenapa mesti aku?” Sahut Mesha kaget. “Kenapa nggak cewek lain yang cantik plus pinter yang pada tergila-gila sama kamu itu?” Mesha menjawab dengan nada malas.
“Soalnya ortu gue cuma percaya sama lo.”
“Itu urusan kamu. Kamu harus usaha gimana caranya biar mereka percaya tanpa ngrugiin orang lain.”
“Gue rasa nggak ada yang dirugiin. Klub sains lo bakal exist, terus beasiswa temen lo, Nita. Bisa dipertahanin.”Adam mengeluarkan nada mellow sokflamboyant.
“Terserah. Kamu mau ngancam kaya apa juga, aku bakal nolak.” Mesha dengan nada nggak kalah mellow tapi sewot. “Dan bisa nggak kamu keluar dari sini. Aku nggak mau ada gossip nggak jelas dengan datengnya cowok populer seantero sekolah ke lab. Biologi berduaan dengan teman SMPnya. Bisa-bisa aku dihajar AFC (Adam Fans Club)”
Adam mendekat wajah Mesha. Hidungnya yang mancung hampir menyentuh hidung kecil Mesha. “Oke, terserah lo. Tapi kalo sampe besuk lo buat aku malu di depan umum. Gue nggak jamin temen lo bisa belajar bareng lo lagi.” Mesha berusaha menyembunyikan dalam wajah yang diusahakan sekuat tenaga untuk tetap dingin tapi ketakutan dengan jantung yang terus kebut-kebutan tanpa traffic light.
Setelah Adam menjauhkan wajahnya. “Dam. sadar nggak kalo nafas kamu bau?’ Kata Mesha berusaha mencairkan suasana.
Tapi intermezzo Mesha tidak mempan. Adam tersenyum dan melontarkan kata kembali. “Cha, gue nggak bakal ngrubah keputusan gue. Besok lo harus dateng ke lapangan basket setelah liga selesai!”
Mesha tidak mengerti kata Adam barusan. Ia hanya berharap tidak ditembak di depan umum. Sehingga Mesha akan mudah menolak Adam. Seumur-umur Mesha tidak pernah dipaksa bahkan diancam menerima cowok untuk jadi pacarnya. Baru kali ni Mesha pikir ada cowokstress kayak Adam yang menurut Mesha udah benar-benar keterlaluan.
…..
Bagaikan mimpi buruk, Mesha tak bisa tidur memikirkan masalah tadi siang. Walau beberapa kali lelaki menyatakan perasaan pada Mesha, tapi tidak diiringi ancaman sehingga ia dapat menolak dengan alasan belum kepikiran pacaran atau lebih baik berteman saja. Mesha dalam dilemma. Walau mungkin perasaan cowok-cowok itu akan hancur. Tetapi Mesha masih bisa memikirkan dirinya sendiri.
Cinta itu memang suatu buah delima. Kalau hati terus memaksakan rasanya akan sakit. Namun jika direlakan begitu saja mungkin akan tambah sakit. Begitulah saat kita menyatakan perasaan cinta kita terhadap seseorang. Kalau kita paksa hatinya untuk menerima kita, tentu akan sakit rasanya. Namun jika kita hanya berdiam begitu saja, rasa sakit itu tak akan sembuh dengan sendirinya.
Dan malam itu Mesha terus berpikir. Jika ia menolak, Adam tidak pernah main-main dengan ancamannya. Namun, jika ia terima, pasti masalah akan bertambah banyak. Lagi pula ia tak bisa berbaur dengan teman-teman Adam yang berbeda pandangan dengannya. Bahkan bisa saja teman-teman Adam menganggapnya sombong seperti anggapan anak social ke anak sains.
Kadang terjadi jurang pemisah cukup curam antara anak social dengan anak sains. Pasalnya, anak sains yag identik dengan angka sulit menyatu dengan anak social yang sangat dominan sikap solidaritasnya yang tinggi. Kecuali akhir-akhir ini banyak anak social yang memiliki kekasih anak sains. Walau banyak juga teman-teman Mesha yang dapat beradaptasi dengan cepat dengan anak social, sepertinya Mesha masih belum benar-benar siap. Seandainya waktu itu Adam tidak mengancam, pasti segera ia akan menolak tawaran Adam. tetapi tidak mungkin Adam dengan tulus mencintainya karena ia tahu benar selera Adam mengenai masalah ‘percewekan’.
Dari jendela kamarnya yang masih terbuka, Mesha masih asik menikmati indahnya rasi bintang yang begitu imajinatif. Salah satu tanda kebesaran Tuhan yang wajib dikagumi. Bahkan tidak hanya untuk dikagumi semata. Namun perlu disyukuri dan membuat kita semakin sadar betapa kecil dan lemahnya kita dimata-Nya.
…..
Keesokan harinya. Badan Mesha terasa tak berdaya kurang istirahat. Ia bangun dengan malas tidak seperti biasanya. Setelah teringat ini adalah hari yang buruk, ia pun bergegas. Sempat terpikir tidak masuk sekolah. Tetapi hari ini ada ulangan matematika, salah satu mapel favoritnya. Dan masa depan temannya ada di keputusan Mesha.
Setelah berpamitan dengan mama dan papanya dan sarapan secukupnya, segera Mesha bersiap dan bersama Pak Koman, supir setianya on the way ke sekolah.
…..
Pelajaran matematika memang masih menjadimomok untuk beberapa pelajar. Terbukti dari setiap ulangan matematika walau sesedikit apa pun soal, waktu yang diberikan masih saja dirasa kurang. Image bahwa yang bisa mendapat nilai bagus hanya anak yang benar-benar berIQU diatas rata-rata pun juga belum bisa hilang. Dan satu fakta lagi, harus benar-benar rajin dan tekun bila kemampuannya hanya dibawah rata-rata.
Mesha memiliki semua itu. Kemampuan lebih dari teman-temannya ditambah ia benar-benar tekun. Tidak heran kalau ia selalu bertahan di peringkat pertama sejak sekolah dasar. Semua tentang Mesha nyaris sempurna kecuali pola pergaulan Mesha yang kurang begituuniversal.
Seperti ulangan kali ini. Mesha tetap konsentrasi mengerjakan walau didera perasaan gundah di hatinya.
“Cha, kamu sakit?” Tanya Salsa sahabat karibnya sejak sekolah dasar.
“Nggak.” Jawab Mesha menyembunyikan memalingkan wajahnya.
“Nggak usah bohong sama aku. Kayak baru kenal sehari.”
Mesha menangis lalu memeluk Salsa. “Kancil nembak gue.”
“Hah? Yang bener?” Mesha melepaskan pelukannya.
“Setelah liga basket dia nembak gue. Kalo gue nolak ia bakal cabut beasiswa Nita. Dan klub sains kita bakal bubar.”
“Waduh. Gawat tuh. Ya udah terima aja. Lagian kamu pernah suka sama dia kan?”
“Enak aja. Itu kan dulu, sekarang aku benci banget sama dia. Lagian kalo aku terima, pasti aku dapat banyak masalah lagi. Hidupku nggak bakal tenang.”
“Kamu emang sahabat sejati, kamu rela berkorban demi Nita.”
“Terus gimana?”
“Ya udah nanti aku temenin ke lapangan basket. Setelah itu kamu harus dengerin kata hati kamu.”
“Pokoknya aku nggak mau nonton. Bikin tambah emosi.”
“Ya jangan gitu. Kita dateng bukan buat Adam aja. Tapi untuk memberi dukungan ke sekolah. Ayo semangat!” Semangat Salsa membuat Mesha sedikit tersenyum.
Ucapan Salsa semakin membuat Mesha dag dig dug. Dia benar-benar tidak bisa berpikir jernih. Tapi untung saja dia tadi cukup konsentrasi mengerjakan ulangan. Dia tidak mau masalah ini mengganggu prestasi belajarnya. Karena Mesha sudah cukup dikenal murid terpandai di sekolah. Ia kerap kali menyumbang banyak piala untuk sekolah. Selain itu ia cantik dan imut. Hanya saja kurang suka style. Kalo Mesha sedikit memperhatikan penampilan, dia nggak kalah cantiknya dengan Marisa, cewek popular yang jadi metroseksual di sekolah.