Prologue

6.7K 606 5
                                    


Seoul, 31 Desember 2003

Pria berusia 55 tahun itu menatap lurus, tepat pada hazel coklat milik laki-laki yang lebih muda di depannya. Keduanya telah menghabiskan waktu sekitar 10 menit dengan keheningan di salah satu kedai kopi di sudut kota Seoul.

"Aku akan langsung pada intinya."

Salah satu dari mereka memutuskan untuk mengakhiri hening, serta rasa canggung yang sedari awal mengisi relung keduanya.

"Hyekyo telah melahirkan, bayi laki-laki yang sangat tampan. Ah, keturunanku memang tidak pernah mengecewakan,"

Jeda, pria paruh baya itu lantas mengambil cangkir yang berada tepat di depannya secara perlahan.

"Walaupun ia harus terlahir dari hubungan yang sangat tidak aku inginkan." lanjutnya, lalu menyesap sedikit rasa pahit dari seduhan kopi hitam yang mungkin sudah tak sehangat 10 menit yang lalu.

Song Joongki, sosok yang menjadi lawan bicara pria paruh baya tadi lantas mengepalkan kedua tangannya erat. Berusaha mati-matian menahan sesuatu yang terus bergemuruh di dalam dadanya.

Sejujurnya ia sudah cukup sering mendapatkan perkataan semacam itu, seharusnya ia sudah terbiasa. Tapi nyatanya sesering apapun kata-kata menyakitkan itu ia dengar, dirinya tetap selalu merasakan nyeri di ulu hati.

"Aku akan menyerahkan hak asuh atas bayi itu padamu sebagai ayah kandungnya, dan juga—"

Kembali pria paruh baya itu menatap lurus pada kedua hazel coklat di depannya, namun kali ini tatapannya sarat akan intimidasi.

"Aku ingin kau membawanya pergi jauh dari kehidupan putriku, karena bagaimanapun bayi itu adalah aib."

"Bayi itu bukan aib. Dia terlahir dari pernikahan yang sah, jika anda lupa!"

Itu Joongki, suaranya terdengar parau namun penuh penekanan disetiap kata yang ia ucapkan.

Sementara sosok yang lebih tua tampak berdecih, seolah kata-kata yang baru saja didengarnya hanyalah sebuah lelucon belaka.

"Tapi aku tidak pernah mengakui pernikahan itu,"

Nada yang juga penuh penekanan, Tuan Song seolah tak ingin kalah apalagi tersudutkan. Bagaimanapun, ia merasa bahwa dirinyalah yang paling benar. Mengakui perkataan laki-laki di depannya hanya akan melukai harga dirinya.

"dan jangan pernah kau mengungkit hal konyol itu lagi di depanku!"

Pedih.

Satu kata yang dapat menggambarkan perasaan laki-laki muda bermarga Song itu saat ini. Rasanya ingin sekali ia berteriak dan melontarkan berbagai macam kata umpatan pada sosok yang begitu penuh wibawa di hadapannya itu.

Namun sebisa mungkin ia tahan, karena bagaimanapun Joongki masih memiliki rasa hormat pada pria paruh baya di depannya, yang sialnya adalah ayah mertuanya sendiri.

Ah, masih pantaskah Joongki menyebutnya demikian?

"Lalu Hyekyo, apa yang anda katakan padanya tentang bayi kami?"

Pada akhirnya Joongki memberanikan diri untuk menyuarakan sesuatu yang sejak tadi bersarang dipikirannya.

Tuan Song menyunggingkan senyumnya. Seolah sudah dapat menduga, bahwa pertanyaan itulah yang akan telontar dari bibir si pemuda Song.

"Yang ia tahu, bayinya tidak selamat."

Brakk!!

Tanpa diduga Joongki menggebrak meja di depannya dengan cukup keras, hingga membuat cangkir berisi kopi yang bahkan belum sempat ia minum menumpahkan sebagian isinya.

A Father's LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang