Di aula besar berwarna putih, berkumpul lah sekelompok orang berpakaian hitam. Menampilkan suasana bagaikan film monokrom.
Tak satupun suara terdengar di aula itu kecuali rengekan seorang gadis kecil pada ibunya yang sedang duduk bersimpuh di depan sebuah kotak besar berwarna hitam.
"Ibu, ayah dimana? Kapan ayah pulang, bu?" rengek anak itu sambil sesekali mengguncang tubuh ibunya.
Mendengar pertanyaan anaknya, sang ibu menutup mulutnya. Tak kuasa menahan air mata membayangkan betapa menderitanya jika si anak tau bahwa ayahnya yang disayanginya telah tiada.
Meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu pun merasa iba. Tak hanya meninggalkan anaknya yang masih kecil, tapi sang ayah juga meninggalkan istrinya yang tengah mengandung anak kedua mereka. Gadis kecil yang tak kunjung mendapat jawaban dari ibunya pun mulai menangis. Menangis dengan harapan ibunya akan menjawab pertanyaannya dan ayahnya akan kembali. Tapi semakin kencang tangis anak itu, tak ada apapun yang terjadi. Ibunya masih tidak menjawabnya dan ayahnya tak kunjung datang. Tangis itu pun mulai memenuhi penjuru aula besar itu.
Ditengah suasana kesedihan itu, muncullah kabut putih, yang berangsur-angsur memenuhi ruangan. Membuat pandangan menjadi putih seketika. Pemandangan putih pun tak lama berubah menjadi gelap. Seolah-olah ada yang mematikan lampu.
-----------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Amour de la Mort
FantasyKematian adalah hal yang paling ku benci Kematian selalu meninggalkan kesedihan Kematian selalu membawa penderitaan Tapi mengapa... Aku malah tertarik pada kematian itu sendiri?