Daniel melarikan telunjuk jenjangnya di barisan number pad pada alat keamanan yang terpasang di depan pintu, memasukkan sederet nomor yang sudah ia hapal di luar kepala.
Suara 'bip' yang secara psikologis terdengar seperti 'tanda penerimaan', berbunyi nyaring tidak sampai 10 detik kemudian.
Daniel melangkah masuk, melepas sepatu hitamnya dengan terburu-buru, lalu suaranya menggelegar di dalam apartemen pada pukul 10.30 malam.
"Jihoon-ah!"
Suara yang sarat ketergesaan itu membuat Jihoon yang baru turun dari ranjang untuk menyambut kedatangan pacarnya, melonjak terkejut.
Ini dia, CEO Kang akan berulah lagi.
"Aku di sini-"
"Kau baik-baik saja?" pria bertubuh tinggi itu sudah menerobos kamar bahkan sebelum Jihoon menyelesaikan kalimatnya. Ia mendekat pada Jihoon dengan rusuh dan menelitinya dari atas ke bawah, "Mana? Mana yang terluka?"
Dengan ringisan tipis, Jihoon mengangkat kedua lengannya, menunjukkan dua telapak tangan yang terbungkus kasa.
Tiba-tiba saja rasa berdosa menyerang Jihoon ketika melihat kedua alis Daniel bertaut dan binar kekecewaan itu melintas di mata anak anjingnya.
Maka ia segera membuat langkah, "Yang lain sudah memberitahumu apa yang terjadi, ya? Jangan khawatir, aku sudah tidak apa-apa."
Setelah beberapa detik memacu tatapan yang sama, Daniel mengembuskan napas kentara, ia menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti 'astaga, aku bisa gila' sambil melepas jas dan duduk di tepi ranjang Jihoon.
Jihoon kembali meringis karena raut tidak ramah yang Daniel pasang di wajahnya.
Ini salahnya.
Park Jihoon kau bodoh.
"Jarak kita hanya satu telepon, tapi kau bahkan tidak memberitahuku." Daniel melonggarkan dasinya yang entah kenapa tiba-tiba saja terasa mencekik, "Apa kau akan terus seperti ini? Aku khawatir setengah mati. Kalau aku tidak datang ke restoran hari ini, mungkin kau tidak akan memberitahuku sampai kita bertemu akhir pekan nanti."
Jihoon menggumamkan maaf dengan cepat, tapi Daniel bahkan tidak mau menatapnya.
Duh.
Park Jihoon lihat apa yang sudah kaulakukan.
Jadi, pada jam tutup tadi, Daniel mampir ke restoran untuk menyempatkan diri menemui Jihoon karena ia ingat ini hari jadi mereka yang ke-3.
Tapi salah satu chef di sana, Kwon Hyunbin, memberitahu bahwa Jihoon sudah pulang lebih awal karena ada kecelakaan kecil tadi siang. Kedua telapak tangan Jihoon melepuh karena tidak sengaja memegang benda panas tanpa pelindung, jadi rekan-rekannya memaksanya pulang dan beristirahat setelah Jihoon menerima pertolongan pertama.
Hyunbin bilang lukanya cukup parah, tapi Jihoon tidak mengatakan apapun padanya. Itulah yang membuat Daniel khawatir sekaligus kecewa.
"Kau marah?" Jihoon bertanya, dengan serba salah berdiri di hadapan Daniel dan mencari tatapannya, tapi dihiraukan.
"Kang sajangnim~"
Dengan aegyo pun sama saja.
Menggemaskan sekali anak anjingku.
Mereka hanya diam-diaman sampai suara whistling kettle yang berbunyi dari arah dapur mengalihkan fokus keduanya. Jihoon merapatkan bibir lalu berkata, "Aku akan membuat mochachino. Kau mau?"
---
Pukul 11, mereka berdesakan di sofa; Jihoon duduk di sisi dalam sofa dengan kedua kaki terlipat ke arah dada dan mug mochachino yang terjepit di antara dada dan lututnya, dan Daniel berbaring di depannya, dengan setengah bahu lebarnya melayang di udara karena sisa sofa yang tidak bisa menampungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Gestures [NielWink]
FanfictionDitulis kalau ada ide saja, jadi tidak ada tamatnya. [Alternate Universe] Drabbles and oneshots about sweet gestures in Kang Daniel and Park Jihoon relationship. So, well... it's mostly fluff. WARNING: 📍 Shounen-ai/Yaoi/Boys love 📍 Pairing: NielWi...