18. Inginku Berkata Kotor

4.4K 462 108
                                    

Hanif Abdurrauf Sjahbandi ⚽

Betapa terkejutnya aku ketika mendapati seorang Defia Rosmaniar ada di rumah yang kami kunjungi, yang kata Mama ini rumahnya seseorang yang mau dijodohkan denganku. Takdir macam apa ini?

Ibunya Defia dan Mamaku meminta kami semua masuk setelah Defia mengajakku bertengkar di samping rumahnya. Sudah begitu dia itu bisik-bisik sama Ibunya. Hah, bisa kuduga dia nggak mau dijodohkan sama aku. Aku juga nggak mau kali. Asli, bisa pecah gendang telinga aku baru malam pertama juga. Bisa patah kaki aku baru masuk kamar di malam pertama juga. Astaga, jadi pengen berkata kotor.

"Nanti kamu juga tahu, jodoh kamu yang mana," kata Mama pada Defia. Memangnya apa ini? Maksudnya Mama aku?

"Kamu aja deh, Cam!" Bisikku pada Hisyam.

"Enak aja, ya ketuaan lah. Kek nikah sama Tante-tante!" Bentak Hisyam malah dengan suara yang keras dan lantang. Dia itu kok nggak bisa banget ngontrol suaranya.

Defia langsung melotot ke arah Hisyam, sementara Hisyam langsung melempem di tempatnya.

"Eh, kalian bertiga nggak lupa kan sama Tante sama Defia?"

"Enggak kok, Tante. Agak lupa tadinya tapi diingetin Mama pas kemarin telepon," sahut Hisyam.

"Iya, Tante. Pas kemarin telepon, saya tanya kabar Tante itu, diingetin Mama dulu. Habisnya sudah lama banget, satu tahun banyak yang berubah, apalagi ketemunya pas Ayah meninggal," seruku harus berlaku sopan pada Ibunya meski sebel setengah mati sama anaknya.

"Tapi Hanif inget sama Defia juga kan?"

"Enggak!" Jawabku cepat sambil menatap sinis Defia.

Ibunya Defia langsung mengangkat kedua alisnya sementara Mama langsung menepuk keras pahaku.

"Defia juga nggak inget kok, Tante, jangan dimarahin!" Katanya sama-sama memandang sinis padaku.

Semua yang mendengar ucapannya malah tertawa, aku justru merasa dibela juga sama dia. Apa pula maunya?

"Cie Teh Defia udah ada rasa-rasa, jadi nggak ikhlas kalau Aa dimarahin kan?" Celetuk Haykal.

"Iya nih, pasti. Orang udah ketemu di Wisma Atlet juga masa' nggak inget sih satu sama lain!" Mama ikut menimbrung.

Sejujurnya iya aku baru ingat setelah bertemu dengan Ibunya Defia, waktu di Wisma Atlet aku bahkan tidak tahu dia siapa. Yang aku ingat dulu kami ada di satu les renang, Ayahnya juga suka nonton bola, dan dia sering ada di tepi lapangan bola bersama Ayahnya. Tapi tidak menyangka saja ternyata dia malah jadi atlet bela diri, bukannya renang, bukan pula sepakbola.

Yang paling melekat dalam ingatanku memang Ibunya, beliau lebih sering bertemu denganku. Ketika Ayah berpulang, sekelebat memang aku melihat beliau datang di pemakaman, kemarin Mama juga mengingatkan lagi waktu Mama dan beliau bersua via suara. Tapi Defia, sungguh sejak aku berpindah rumah waktu itu, aku tidak pernah bertemu dengannya lagi.

"Iya sih ketemu, Ma. Tapi ketemunya Aa dibego-begoin, udah gitu diajakin berantem terus sama dia!" Jelasku seperti mulut ini tidak ada penyaringannya.

Defia hanya melotot padaku sampai mata itu hampir terlepas. Ternyata dia begitu, kalau di depan Mama dan Ibunya kelihatan kalem, di depanku ngegas banget.

"Iya kamu bego-begoin calon suami kamu, Dik?" Tanya Ibunya Defia.

Aku langsung membuka mulut, Defia langsung menoleh pada Ibunya, sementara Mama, Hiysam dan Haykal menahan tawa kecilnya.

Untuk yang satu ini ingin sekali aku berkata kotor, bagaimana bisa seorang Defia harus menjadi calon istriku? Astaga, apakah ini karma? Tolong Roy Kiyoshi, jelaskan padaku! Jelaskan!

Wisma Atlet Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang