Aku ini istrimu

59 5 2
                                    

Blukk. Aku mendengar bunyi sesuatu,  sepertinya suara kepala yang membentur lantai. Tidak lama, menyusul suara Faiz yang menangis menjerit histeris. Aku yang sedang memasak di dapur langsung berlari kesumber suara. Aku terkejut ketika melihat kepala Faiz berdarah dan sedang telentang di lantai yang baru saja aku pel. Sementara Fahri sedang berdiri didekat Faiz dengan mainan ditangannya.

"Astaga, Fahri kamu apakan adikmu?" Aku langsung menginterogasi Fahri, karena aku yakin mereka pasti bertengkar lagi untuk memperebutkan mainan.

"Dia yang mulai duluan bu. " Jawab Fahri sambil menunjuk kearah Faiz yang kini sudah ada digendonganku.

"Kamu abangnya, seharusnya kamu yang ngalah. "

"Tapi ini mobil Fahri bu, papa yang membelikannya untuk Fahri. " sejenak aku terdiam. Selama ini mas Farhan tidak pernah membelikan Faiz mainan sebuah pun. Jika aku membelikan Faiz mainan memakai uang belanja bulanan, mas Farhan pasti akan marah.

Seperti bulan yang lalu,  aku membelikan Fais sebuah bola yang terbuat dari plastik dengan harga hanya belasan ribu dia sudah memarahiku. Dia bilang itu sebuah pemborosan, dia memintaku agar lebih pandai lagi dalam memanajemen keuangan.

Tapi untuk anaknya dari hasil perkawinan dengan istri pertamanya selalu dia berikan mainan hampir setiap minggu. Bahkan harganya sampai ratusan ribu.

"Ada apa ini, kenapa kepala Faiz sampai berdarah seperti itu?" tanya mas Farhan ketika baru menginjakkan kaki dirumah ini sepulang dari kantor.

"Didorong sama Fahri mas. "

"Kenapa kamu dorong Faiz,  sayang?" tanya mas Farhan dengan lemah lembut pada Fahri. Fahri berlari kearah mas Farhan, mas Farhan menggendong dan mencium Fahri. Seumur hidup, aku belum pernah melihat mas Farhan melakukan itu pada Faiz.

"Faiz menarik mainan Fahri pa, Fahri gak mau kalau Faiz mengambil mainan pemberian papa buat Fahri. "

"Ya sudah. Ini salah Faiz, karena telah mengganggu Fahri yang sedang main. Lagian kamu sebagai ibu itu harus mengawasi anak yang sedang bermain. Ini juga lantainya licin karena masih basah, pasti itu yang menyebabkan Faiz terjatuh, bukan karena dorongan Fahri. " Lagi dan lagi, dia selalu membela anaknya.

"Bau apa ini?" mas Fahri mengembang kempeskan hidungnya seperti detektif yang sedang mencari arah datangnya bau itu.

Astaga, aku lupa mematikan kompor ketika memasak tadi. Aku langsung berlari ke dapur dengan Faiz yang masih dalam gendonganku. Aku mematikan api kompor, mengangkat ikan yang sedang ku masak tadi, warnanya sudah berubah menjadi hitam. Pasti sudah tidak bisa dimakan lagi, gumamku.

Faiz masih merengek, karena merasa sakit dikepalanya. Aku berjalan menuju kotak P3K yang ada dirumah tamu untuk mengambil Betadine dan kain perban,  ternyata Betadine sudah habis.

Aku memanggil Karin untuk dimintai tolong membelikan Betadine ke warung, karena aku merasa sangat lelah setelah seharian beber rumah.

"Kariiiin" tapi Karin tidak menjawab. Aku berjalan menuju kamar kamar Karin dan mengetok pintunya.

"Karin" akhirnya Karin membuka pintu dan keluar dengan memakai headset dikepalanya.

"Ada apa sih, mengganggu orang yang sedang istirahat saja" jawab Karin cetus dan menatap sinis kearahku.

"Tolong belikan ibu Betadine ke warung nak,  Betadine kita sudah habis. Ibu ingin mengobati kepala adikmu yang berdarah. Ibu sangat lelah. "

Belum sempat Karin menjawab, sudah dijawab oleh mas Farhan yang seketika lewat.
"Jangan suruh Karin, dia anakku bukan pembantumu. Kamu saja yang beli, Karin baru pulang dari sekolah,  dia pasti sangat lelah. Kamu hanya berdiam diri saja seharian dirumah." Karin tersenyum mendengar perkataan mas Farhan,  selalu saja dia yang menang.

Akhirnya dengan berat hati aku berjalan menuju warung yang jaraknya 200 meter dari rumah. Dengan Faiz yang masih dalam gendonganku. Usia Faiz sudah 4 tahun,  sehingga dia sudah tidak tergolong ringan untuk selalu ku gendong.
Karena Fariz merengek sewaktu ku dudukkan diatas sofa, dia tidak ingin aku tinggal ke warung. Dan semua orang yang ada dirumah tidak ada satupun yang peduli dengannya. Terpaksa aku membawanya.

Sesampainya di warung, aku mendirikan Fariz diatas kursi panjang yang terbuat dari kayu yang tergeletak didepan warung itu. Dan ternyata stock Betadine di warung itu juga sudah habis.

"Sebaiknya Faiz itu kamu bawa ke klinik saja,  mira"

"Lukanya tidak terlalu parah bu,  jadi cukup dikasih Betadine dan di perban saja. Nanti lukanya akan sembuh. "

"Apa suamimu tidak memberimu uang untuk membawa Fariz kedokter?"

"Ada kok bu, bahkan tadi mas Farhan mengajak aku membawa Faiz kedokter. Tapi aku menolaknya karena itu merupakan suatu pemborosan. Kan sebentar lagi Fahri akan masuk Sd, Diandra masuk Smp  dan Karin akan masuk Sma. Sehingga akan membutuhkan banyak uang." aku berbohong pada ibu pemilik warung ini mengenai mas Farhan yang mengajak kami kedokter, tidak mungkin aku bilang bahwa mas Farhan memang tidak memberiku uang untuk membawa Fariz kedokter. Itu sama saja aku mencoreng wajah suamiku.

"Lagian suamimu bikin anak kok gak mikir mikir. Bisa barengan gitu sekolahnya. Makanya kalau bikin anak itu liat liat dulu umur kakaknya berapa. Biar gak tabrakan ketika masuk sekolah. Lagian suamimu kerjanya dikantor ya, pastilah uangnya banyak."

Ah niatnya kesini buat beli Betadine malah diomelin sama ibu penjaga warung.

Aku tersenyum, dan pamit untuk pulang karena hari sudah mulai gelap. Aku berbalik dan mulai berjalan.

"Kalau Betadine yang sudah dibuka dan pernah dipake sih Ada. Kalau kamu mau biar saya ambil."

Aku menghentikan langkah dan berbalik kearah ibu itu. Aku mengangguk mengiyakan. Ternyata ibu ini baik juga, gumamku.

Next

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku ini istrimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang