"BANG JACK! APA SIH, IH?!"
Jerit marah itu sukses membuatku berhenti menggeser-geser layar kamera, membuatku kemudian melayangkan seratus persen fokusku kepada tiga manusia paling ribut, paling berisik, dan paling tidak tahu tempat yang pernah kukenal di hadapanku.
"Apa sih, Yar?" desakku kesal, karena kulihat bukan cuma aku yang memilih berhenti dan memperhatikan sumber kericuhan, tetapi juga hampir seluruh pengunjung restoran. "Dilihatin nih jadinya. Rusuh banget, sih."
Tiarma menjulurkan tubuhnya melewati Kitkat, berusaha memukul Bang Jack dengan kedua tangannya. Kitkat yang duduk di antara mereka berdua terlihat bingung dan risih, karena beberapa bagian tubuh Tiarma yang, yah, kau tahu, telah 'tumbuh dan berkembang', bersentuhan dengan dada dan lengannya.
"Bang. Jack. Mengambil. Majalahku!" seru gadis itu keras, menekankan kemarahan dalam kata per kata, dan tetap mencoba memukul lelaki berbadan besar yang baru kusadari tengah menjauhkan sebuah majalah dari dirinya.
"Bang Jack?" tuntutku kemudian pada lelaki itu. Bang Jack dan Tiarma memang kerap kali berselisih. Dan aku sudah tak mau ambil pusing lagi. Tetapi kami kini berada di tempat umum, dan beberapa kepala masih menoleh ke meja kami, melemparkan pandangan terganggu, dan mungkin berharap agar pihak keamanan menendang kami keluar.
"Aku mesti belajar untuk ulangan besok, Bhum. Ini rumus nggak akan masuk ke otak kalau cewek tomboy dan tootie-patootie* ini sibuk cekikikan ngurusin zodiak-zodiak mereka tepat di telingaku."
Aku mengusap wajahku lelah. Pasti deh. Tipikal Tiarma dan Bang Jack. Selalu meributkan masalah-masalah trivial seperti ini. Kenapa sih mereka nggak bisa damai barang sehari?
"Bang Jack, tolong balikin majalah itu ke Tiarma. Tiarma, Kit, jangan berisik. Bukan cuma Bang Jack yang keganggu sama suara kalian. Lihat tuh, pengunjung yang lain juga merasa terganggu," bujukku pelan, bernegosiasi, seraya mengedikkan kepalaku ke sekeliling.
Ajaibnya—aku akan selalu merasa kalau hal ini adalah sebuah keajaiban—Bang Jack menuruti kata-kataku. Maksudku, bisa kaulihat sendiri, badannya begitu besar dan otot-ototnya begitu liat. Dengan rambut sedikit gondrong dan tatapan sedemikian tajam, sekilas dirinya bukanlah tipe-tipe orang yang akan patuh pada perintah orang lain. Meski apa yang kulontarkan tadi sama sekali bukan perintah, melainkan permintaan, tetapi tetap saja.
Tiarma menerima kembali majalahnya dengan kesal, membolak-balikkan halaman sampai ke rubrik astrologi, kemudian mengempaskannya ke meja kayu hingga menggetarkan penganan dan minuman di atasnya, yang sekali lagi membuat orang-orang di sekitar kami kembali menoleh.
Sepuluh tahun berteman dengan Tiarma Lor Cakrabangsa membuatku paham betul arti peribahasa 'jangan mengganggu macan tidur'. Gadis berperawakan kecil, bermata bulat besar, dan berambut sepunggung sekelam malam itu bisa benar-benar berlaku manis kalau dia mau. Kau bahkan akan percaya kalau kubilang dia sebenarnya seorang putri dari kerajaan kecil entah di mana.
Tetapi kalau kau sampai mencari-cari perkara dengannya, dollyo chagi—tendangan dari arah samping andalannya, akan menghantam perut dan menerbangkanmu hingga empat sampai lima meter jauhnya. Dapat kujamin itu. Tak kurang dari seseorang yang menekuni taekwondo sampai ke sabuk merah.
Bang Jack mendengus keras, kemudian kembali menekuni buku catatan di hadapannya. Butuh seharian penuh untuk menggambarkan lelaki ini. Tetapi yang paling membuatku heran adalah kekeraskepalannya. Meski baru beberapa bulan bergabung dengan kelompok ini, Bang Jack seharusnya mengerti bagaimana pendeknya sumbu kesabaran milik Tiarma. Memang sih, hanya dia yang mampu menandingi kekuatan gadis itu. Dan kalau sampai terjadi adu fisik pun, Bang Jack tidak akan mengalami luka serius, bahkan tanpa harus melawan balik. Tetapi tetap saja, aku pribadi tak mau mempertaruhkan leherku di mulut singa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Whatever Float My Boat
Teen FictionTak ada salahnya untuk cari aman sendiri. Sungguh. Maksudku, pada akhirnya, dirimu dan hanya dirimu sajalah yang bisa kauandalkan, bukan? Ya, kan? Kau setuju, kan? Pun tak ada salahnya memanfaatkan kebaikan orang lain demi keuntunganmu, selama tak a...