Mama terlihat memasang wajah murung itu membuat Hazel semakin tak rela pergi saja. Namun, dengan tekad batin yang kuat, Hazel mencoba tidak terbawa suasana ketika Mama memeluknya dengan tangisan yang menyayat hati Hazel. Hampir Hazel goyah dengan pertahanannya. Tapi, Hazel teringat tujuan mengapa dia pergi. Alasan yang cukup jelas, Hazel memilih pergi.
Hazel pergi semata-mata bukan karena keluarganya yang disharmonis. Bukan. Keluarga Hazel sungguhlah harmonis dari yang diduga. Kepergian Hazel adalah alasan kuat untuk merubah dirinya untuk menjadi dirinya yang baru, yang tidak terpaku pada sebuah masalah. Yup. Masalah yang benar-benar membuat dirinya akan melakukan bunuh diri, jika Mama tidak cepat datang saat itu. Mungkin hari ini adalah peringatan kematiannya.
Hazel sangat terpuruk kala kejadian itu dilaluinya seorang diri. Hazel sangat berat untuk menajalani hidupnya. Dia merasa tertekan, bukan lagi. Hazel hampir mengalami sampai gangguan kejiwaan. Itu bukan hal sepele. Siapa pun yang akan mengalami kejadian seperti Hazel pasti juga tak kalah seperti Hazel. Mengalami tekanan batin yang hampir sebulan. Mengurung diri di kamar. Takut pada dunia luar. Gejala itu lebih mengerikkan daripada mandi air dingin di pagi hari.
"Ma, aku akan kembali jika keadaanku membaik," ujar Hazel lemah, mencoba menahan suaranya yang bergetar. Hazel menggigit bibir bawahnya dengan kuat, dia pun semakin mempererat pelukan pada sang Mama. Padahal air mata di pelupuknya sudah tak dapat ditampung lagi, jika Hazel tidak melihat pandangannya ke atas.
Walau sudah usaha semaksimal mungkin. Pada kenyataannya, apa yang ditekadkan tak semudah dilakukan. Akibatnya, pertahanan Hazel sejak sang Mama di kamarnya luluh lantah tak arah. Hazel mengeluarkan air matanya secara cepat, turun melewati dagu dan membasahi pundak Mama. Air matanya terus-menerus keluar tanpa henti selayak air keran di taman.
Hazel membenamkan wajahnya di pundak Mama sembari menangis sesegukan. Tak hanya matanya yang keluar air, bahkan air itu juga keluar dari hidungnya seolah lelehan cokelat. Hazel meremas baju belakang Mama. Mama pun ikut menangis tak kalah seperti Hazel. Mama juga ikut memendamkan wajahnya ke Hazel. Lagi pun siapa Mama yang tak menangis dengan kepergian anaknya dan harus melewati semuanya seorang diri. Perasaan seorang Mama tak bisa dibohongi untuk anaknya.
Hanya ada suara tangisan dari keduanya dan suara angin yang lewat dari jendela kamar Hazel selama beberapa menit. Sepersekon selanjutnya, Hazel menyudahi tangisannya, walau masih sesenggukan. Dia mengangkat kepalanya, melepaskan pelukan. Hazel pun menghapus air matanya yang meluber ke mana-mana ditambah dengan air dari hidung yang kini lebih cepat keluar daripada air matanya.
"Pulanglah dengan segera. Kami akan sangat merindukanmu." Ujar Mama yang selagi merapihkan anak poni rambut Hazel.
Hazel menghela napas melalui mulutnya sembari matanya yang ikut menutup. Dalam waktu tiga detik, Hazel menjernihkan pikirannya, lalu Hazel membuka matanya, menatap manik mata berwarna hazel yang persis dengan dirinya. Hazel memasang senyum simpul yang merekah seraya mengangguk sekali.
"Aku berjanji akan kembali kalau urusanku selesai, Ma," kini senyum Hazel terlihat lebih mengembang. Hazel meyakinkan Mama dan dirinya sendiri.
Aku bisa! Batin Hazel terus menerus berkata begitu.
Konversasi antara anak dan ibu itu harus ditunda, dikarenakan ucapan dari seorang yang tengah di ambang pintu dengan air muka yang juga sedih sedang ditutup-tutupi. Seorang itu ialah adik dari Hazel sendiri–Yong Jaejoong. Berperawakan tinggi, berisi, dan sedikit berotot pula.
Tak ingin berlama-lama di ambang pintu melihat Mama dan Kakaknya. Akhirnya, dia menghampiri Mama dan Hazel. Selagi berjalan, dia menghela napas gusar berkali-kali mengisyartakan dia juga berat mengizinkan kakaknya pergi dari rumah. Apalagi kakaknya pergi seorang diri tanpa ditemani oleh siapa pun. Itu memang keinginannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Travel
RandomPertemuan pertama kali yang berkesan menjadi perjalanan mereka yang menyenangkan. Tidak perlu mengenal terlalu dalam, karena perasaan mereka tumbuh dengan seiring berjalannya waktu. Namun, mereka berharap 'waktu berjalan lambat dan perjalanan jangan...