Mayra Azzahra

4.9K 82 0
                                    

                   
◻️◻️◻️

Deringan ponsel tak ada henti-hentinya. Tak kunjung digubris sang mpunya. Ia terus saja mengacuhkan ponselnya yang terus bergetar. Hanya satu orang yang membuat ponselnya terus bergetar. Orang yang membuatnya muak dengan dunia ini.

Dengan geram gadis tersebut mematikan panggilannya. Ia menginjak pedal gas dan memacunya secepat mungkin.

Ia menelpon seseorang untuk melampiaskan amarahnya. Panggilannya langsung diangkat. Dari situlah Mayra mulai mengoceh tanpa henti.

"Pokoknya gue kesel! Anjing banget setan! Sekarang dia nuduh gue lebih parah lagi!"

Orang di seberang sana hanya bisa mendengarkan keluh kesah, amarah, umpatan dan semua yang diucapkan gadis itu.

"Goblok! Anjing! Bangsat! Setan! Beraninya dia nuduh gue hal tolol kayak gitu?! Dia pikir siapa?!"

"Cuman cewek murahan aja bangga! Nggak ngaca apa jadi orang! Jijik gue sedarah sama dia!"

"Gue muak sama mereka semua! Semua saja aja! Gak ... "

Bla bla bla. Banyak lagi umpatan-umpatan yang Mayra berikan untuk orang yang ia sebut sedarah itu—apakah pantas disebut orang? Mayra rasa sebutan orang tak pantas untuknya.

Mayra tau bila dia juga tak sebaik dia yang tak pantas ia sebut orang itu. Ia cukup menyadari itu. Mayra juga tau batasan dari keburukan yang selalu ia lakukan. Tapi si bukan orang itu sudah melebihi batas.

Tak cukup dengan semuanya ... merebut kasih sayang kedua orang tuanya? Merebut dirinya yang ia idam-idamkan selama ini? Memfitnah dengan mulut kotornya?

Si bukan orang itu sudah menggantikan seluruh tempatnya. Mengambilnya secara paksa dengan setiap cara-cara kotor yang si bukan orang itu punya.

Tak terasa ia sudah memberhentikan mobilnya di depan sebuah club ternama yang selalu ia datangi.

Mayra melepaskan seatbelt dari tubuhnya dan membuka pintu mobilnya. Ia memandangi tempat yang sering ia datangi itu. Mungkin sebelum-sebelumnya ia hanya akan mampir atau sekedar ikut menari di dance floor sambil mengedipkan matanya kepada beberapa pria tampan. Sedikit minum lalu segera pergi, tapi tidak untuk sekarang.

Mayra menghembuskan napas. Perlahan kakinya membawanya masuk ke dalam tempat biadab itu. Pikirannya kalut, ia marah, ia kecewa, ia sedih, ia bimbang, dan ia ... hampa.

Tak peduli dengan setelannya yang seperti ini. Yang penting ia bisa melupakan masalah yang ia hadapi walau hanya sementara.

◻️◻️◻️


                                 

Two BadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang