5

328 29 3
                                    

"Dera," Rian menepuk pundak Dera yang mulutnya mengunyah sereal penuh.

Dera memutar badannya ke Rian. Matanya membulat beserta mulut yang menggembung mengunyah. Menggunakan kaus kaki pendek dan jersey kuning duduk menyilang memasang wajah polos. Aduh. Bagi penulis, dia sangat menggemaskan.

"ya kak?"

"Kakak boleh ketemu Kak Kevin-nya? Pelatih kak Kevin pengen bertemu. Sebentaaaar aja,"

Dera menelan kunyahannya. "tapi aku takut kak. Nanti kalau aku buka pintu ruangan kak Kevin, pasti kena marah sama Kak Cleo dan yang lain."

"Kak Cleo-nya sama yang lain mungkin tidur. Coba kamu cek dulu," pinta Rian. Dan Dera seketika terbengong sebentar, lalu kembali lagi sadar.

"mereka tidur, kak." bisik Dera.

Rian tersenyum. "coba buka pintunya kak Kevin. Cuma bentar aja. Bilang aja dipanggil kak Rian," Dera mengangguk. Rian lalu melempar kacamata milik Kevin yang menandakan bahwa sedang dalam mode Kevin.

"makasih, Jom."

"Vin, lo dipanggil coach Harry."

πππ

"ini demi kebaikan kamu juga, Vin." ucap Coach Harry.

Kevin menyisir rambutnya dengan jemarinya. "memangnya terapi-nya berapa lama?"

"sekitar 3 bulan. Atau mungkin bisa lebih dari itu,"

Kevin bingung. Bermain badminton sekaligus therapy? Melakukan kedua hal itu dalam waktu yang beriringan atau bersamaan bukanlah hal yang mudah. Penambahan jadwal lebih meskipun hanya satu, dapat berpengaruh besar untuk atlet.

"ya. Saya mau, coach."

Skip.

Gideon dan Rian berbincang mengenai satu hal permasalahan yang dihadapi Gideon sendiri. Terlihat dari wajah Gideon yang stress. Rian memang satu atlet yang sering menjadi tempat curhat dan solusi bagi atlet lain. Karena, dia itu orang yang sangat bisa diajak serius.

"gua capek, Yan. Capek loh gua hampir satu tahun gak sama Kevin,"

Rian mengeluarkan senyum tipisnya. Menandakan bahwa hal yang sama pada Gideon terjadi padanya juga. "gue juga, koh. Tapi gue harus bisa ngerti kondisi. Gak bisa kita nyuruh 'mereka' keluar dari Kevin dengan paksa. Itu malah bikin mereka tambah berontak," ujar Rian.

"gue bisa dibilang orang pertama nih di pelatnas yang kenal semua dari mereka," kekehnya.

"sebentar lagi all england. Gua udah janji sama Kevin. Kita bakal menangin itu bareng," Gideon menyenderkan punggungnya ke kursi.

"gue bisa bantu, koh."

"gimana caranya?"

"inget Naya gak, koh?" tanya Rian.

Gideon mengangguk. "mantan gebetan lo, kan? Yang pernah lo ceritain,"

"dia bisa bantu kita,"





















"kak Kevin!" Denisa senang akhirnya dapat melihat wajah Kevin.

"eh, Denisa."

Denisa berlari kearah Kevin. Kevin membuka tangannya dan memberi pelukan. Orang lain bingung dengan hubungan mereka. Teman? Bukan. Mereka sangat dekat. Sahabat? Bisa dibilang iya, bisa juga dibilang tidak. Mereka dekat lebih dari persahabatan. Pacar? Tidak. Mereka tidak jadian. Hts? Bukan juga. Mereka kalau ditanya orang lain kadang jawab teman, kadang jawab sahabat.

"aku kangen," kata Kevin.

"aku apa lagi, kak!"

"apa kabarmu? Makan banyak, kan? Latihan gak bolos, kan?"

"baik. Kalo untuk makan banyak sih iya. Kalo latihan gak bolos juga iya," Kevin mengacak rambut Denisa.

"Sa, aku ga bisa lama-lama. Aku harus balik, ya?" Denisa cemberut. Padahal baru saja ia bertemu Kevin.

"ketemu lagi nanti. Oke!"

Paradox | Kevin SanjayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang