"Terkadang raga memang terlihat diam, padahal hati berkecamuk dalam resah."
"ATAYAAAAA!"
Kagetan Reva tanpa aba-aba sontak membuatku terkejut setengah mati."Apaan, sih, Re! Kalau nanti gue sampai terkena penyakit jantung lu mau nyewain jantung lu buat gue?" Ketusku.
"Mending,sih, jual jantung gue buat nonton konser blekping,"
"Lagian lu ngapain ngalamun siang bolong begini? Kerasukan sundel bolong gue ga ikut ikut!"
Lanjut Reva semakin mengada-ngada."Apa hubungannya ngalamun siang bolong sama kerasukan sundel bolong?!"
"Sama sama bolong-bolong"
Jawabnya tidak masuk akal.Aku tidak menggubris celotehan Reva yang pasti tidak akan ada habisnya kalau aku terus menjawab.
"Oiya, Lu udah liat mading sekolah belum, Tay?"
Reva memang selalu memanggilku dengan panggilan "Tay",
katanya itu panggilan spesial dari Reva untukku. Tapi aku pikir itu tidak ada spesial-spesial nya sama sekali."Bisa ga sih lu manggil gue 'At' aja? 'Tay' itu ga enak banget di denger!"
"Selama huruf belakang ga gue ganti jadi 'i' menurut gue sih fine fine aja." Balas Reva meringis tanpa berdosa.
"Memang ada pengumuman apa di mading sekolah?"
Tanyaku untuk berselang dari perdebatan antara At dan Tay."Tuh, si pangeran berkuda lu peringkat satu paralel tryout."
"Hah? Lu serius?!"
Tanpa basa-basi, Aku tahu betul siapa pangeran berkuda yang dimaksud Reva."Satu miliar ratus ribu rius."
Jawab Reva asal.Tanpa pikir panjang, dengan semangat 45, aku berdiri dan membiarkan langkahku ke kelas Arkana berniat untuk mengucapkan selamat.
"Tay! Lu mau kemana?"
"Ke kelas Arkana, lah. Ngucapin selamat."
Balasku dengan penuh percaya diri."Tunggu dulu, tadi pas gue lewat lorong kelas Arkana gue denger ada yang ngaku ngaku udah jadian sama Arkana."
Senyumku pudar. Aku terdiam dan mengurungkan langkahku. Rasanya seperti ada aliran listrik tegangan tinggi yang menyambar diriku.
Apakah itu benar?
Apakah lagi lagi aku akan merasakan itu?
Apakah...."Tay? Kenapa?"
Saat itu aku mengabaikan apa yang dikatakan Reva.
Aku pikir dia hanya main main saja, karena Reva memang suka becanda.
Aku kira dia hanya sedang berusaha memanas-manasiku."Gapapa."
Aku kembali mengembangkan senyumku. Berusaha mengalihkan pikiran negatif yang sedaritadi menghantuiku."Re, Mau ikut?"
*****
Aku tersenyum penuh makna, sepanjang perjalanan dari taman menuju kelas Arkana aku terus bersenandung membayangkan respect Arkana nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Logika Dan Hati
Teen Fiction"Aku tetap disini dan selalu disini untuk menunggu kembalimu meski aku tahu kau tidak akan pernah kembali. Aku tidak pernah menyesal dengan apa yang telah terjadi, aku hanya ingin memperbaikinya. Selamat tinggal,Ataya." -Arka...