7. Tanya

2.9K 179 0
                                    

Dulu aku selalu menyebut 'dia' tanpa menyebutkan namanya di depanmu. Seakan aku menutup rapat identitasnya, menutup segala hal tentang 'dia' di hadapanmu. Sampai kamu memilih pergi, memilih untuk mundur tanpa mau mempertanyakan siapa 'dia' sebenarnya.

Aku membenci jika harus menyakitimu. Rasanya aku membunuh diriku secara perlahan saat aku menoreh luka untukmu. Dari kecil kamu yang tahu betul bagaimana aku dengan segala sikap kekanak-kanakanku. Kamu tahu betul aku disaat semua menuntutku untuk menjadi seseorang yang sempurna kamu tetap menerima segala keegoisanku. Iya, aku egois, keras kepala dan tidak pernah mau mengerti orang lain.

Kamu tahu, aku terlalu banyak bermimpi untuk bisa menjadi seseorang tempatmu mengadukan keresahan hidup, tempatmu meminta untuk dimanjakan seperti saat kecil dulu.

Bahkan mengingat fakta, bahwa dulu kamu lebih memilih mengadukan kesakitan saat tersandung di jalan padaku, ketimbang mengadukan pada kakakmu sendiri--Zidan.

Gadis kecil yang dulu selalu minta dibacakan kisah-kisah teladan para nabi dan rasul. Iya, dari kecil kamu memang selalu secara tidak sengaja menuntut ilmu agama, bahkan secara tidak langsung kamu melupakan banyak hal yang sering dilakukan anak kecil pada umumnya. Dan itu yang membuatku menjadikanmu sebuah pilihan tanpa ada pilihan yang lain.

Banyak yang mengatakan kamu egois dan keras kepala sama sepertiku, tetapi bagiku tidak. Kamu adalah sosok yang memiliki keunikan tersendiri dalam menunjukkan kepribadianmu pada dunia. Kamu adalah kamu yang sejak dulu hingga kini bisa membuatku merasakan ketenangan. Kamu adalah dirimu dan karakter yang merupakan perpaduan yang unik. Wajah yang memancarkan keteduhan dan ketenangan dengan sifat kekanak-kanakan yang terkadang egois, namun tidak jarang sangat bijak dalam bertindak. Benar-benar perpaduan yang tidak bisa membuatku melihat ke arah gadis lain. 'Tetaplah seperti dulu dan sekarang hingga nanti'

"Kak" sebuah suara yang menyadarkan bahwa saat ini aku tengah bersama seseorang.

"Eh, iya. Maaf kakak terlalu sibuk dengan pikiran kakak."

"Tidak masalah. Memangnya kakak mikirin apa kalau Risya boleh tahu?"

"Um, bukan hal yang penting, hanya masalah perusahaan." astaga, sejak kapan aku mulai pintar berbohong seperti ini.

"Jangan terlalu dipikirkan, nanti kesehatan kakak terganggu" suara dengan aksen hangat yang selalu membuatku merasa tenang.

"Sya, kakak mau nanya boleh?"

"Boleh, silakan Kak." jawab mengangguk-anggukkan kepala.

"Kenapa dulu kamu memilih menarik diri dari kehidupanku?" kalau boleh jujur ini adalah pertanyaan yang sejak dulu selalu ingin kutanyakan.

"Risya nggak pernah menarik diri. Risya selalu ada di kehidupan kakak. Dan Risya tetap menjadi adik kak Raffa dari dulu hingga saat kita menikah minggu depan." ckck, benar-benar gadis ini. Dia selalu piawai menyembunyikan yang sebenarnya.

"Kamu bohong!" ucapku tegas, membuatnya sedikit tersentak tetapi tetap bisa terlihat tenang.

"Kak Raffa dengar, aku tidak pernah pergi dari hidup kakak. Selama ini aku selalu ada di rumah dan kakak juga tahu betul itu. Kakak mungkin setiap ke rumah selalu melihatku di ruang keluarga. Aku sibuk dengan kuliahku makanya aku gak pernah menyapamu Kak." ujarnya tanpa melepas lengkungan sabit bibirnya. Aku dapat melihat senyum itu lewat sudut mataku.

Dia kemudian menarik nafas, "Kakak juga mungkin tahu kalau selama ini Risya bukannya menghindari kakak. Risya sibuk kuliah. Risya juga mengerti bahwa kakak sedang menjaga perasaan seorang gadis yang selalu kakak sebut 'Dia' saat menceritakannya padaku. Aku tidak ingin menjadi perusak antara kakak dan dia. Tetapi Risya heran, kenapa kakak malah menyuruh orang tua kakak melamar Risya disaat kakak sedang mengagumi gadis 'Dia' yang selalu kakak sebut-sebut dulu saat bercerita denganku." lanjutnya membuatku menemukan keganjalan sikapnya selama ini.

Aku menghela nafas kasar, "Kamu dengar kakak baik-baik. Kakak hanya akan mengatakan ini jadi kamu harus mendengarkannya."

"Hm, iya."

"Dia itu kamu." ucapanku berhasil membuatnya langsung menatapku tetapi buru-buru dipalingkannya wajah sumber ketenangan itu.

*****

Re-update! Versi revisi beberapa bagian.
Jangan lupa tekan bintang dan beri komentar :*

Follow ig:
@nelaarosa / @nelaa.rosa

Salam Cinta,
Nela Rosa

Setulus Rasa (END)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang