Sore itu di kamar mandi kosong tak terpakai yang terletak di belakang sekolah. Tampak dari luar memang tidak ada yang aneh di dalam sana, namun siapa sangka ada sebuah kejahatan yang sedang terjadi. Letak yang jarang terjangkau warga sekolah, mereka manfaatkan untuk berbuat suatu yang tidak bisa dimaklumi. Kenakalan remaja atau kejahatan yang bisa berakibat fatal, walau berawal dari hal kecil, dia yang tak punya hati dan tertanam benci di hatinya, akan membuat sesuatu yang besar.
Mungkin kamar mandi kedap suara sangat bermanfaat untuk kenymanan. Namun, segala hal pasti mempunyai sisi positif dan negatifnya. Sisi negatif dari dibuatnya kamar mandi kedap suara adalah, jika ada sesuatu yang buruk terjadi, tidak bisa langsung diketahui.
Seperti yang terjadi sejak beberapa belas menit yang lalu, satu hal yang tak pernah semua orang inginkan terjadi pada gadis cantik, lugu, pendiam, dan berkulit kuning Langsat. Keterdiamannya malah dimanfaatkan oleh si Ratu Penguasa Sekolah. Sebut saja dia Nalana, si gadis berambut lurus sebahu.
Saat itu Nalana sedang membawa makanan milik si Raja Penguasa Sekolah. Sudah biasa, Nalana sering menjadi robot pembeli makanan di kantin bagi si Raja Penguasa Sekolah. Usai mengantarkan makanannya yang diberi ucapan terima kasih berupa cacian, Nalana hendak kembali ke kelas, namun matanya menangkap sekelompok dayang-dayang Ratu Penguasa Sekolah.
Kaki lemah nan bergetar itu seolah tak mampu berpijak lagi. Ia tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Sorot mata penuh amarah itu sudah memperjelas apa yang harus Nalana lakukan, mengikuti mereka. Nalana tahu kesalahannya pada mereka.
"Beliin gue mie ayam. Gak pake lama! Awas lo kalau gak balik dalam lima belas menit, lo tahu apa akibatnya!" Kata-kata penuh ancaman itu berputar kembali bak film dokumenter.
Sialnya, Nalana telah melanggar. Bahkan perempuan kuning Langsat itu belum membeli apa yang diminta, karena titah dari si Raja Penguasa Sekolah terlebih dulu ia terima. Ya, Raja Penguasa Sekolah lebih menyeramkan.
Hati Nalana gelisah tak menentu. Seperti tabuhan gendang berirama mayor, seperti itu keadaan jantung Nalana. Kakinya kian bergetar hebat. Keringat dingin mulai menguasai seluruh tubuh, padahal semua orang tahu suhu saat ini hanya 21°C. Tidak panas sama sekali, melainkan cukup sejuk akibat hujan mengguyur daerah tersebut.
Satu orang gadis berambut ikal indah hasil dicatok, berkacak pinggang. Menghampiri Nalana dengan raut tak bersahabat. "Buruan Nalana! Lelet banget jadi orang!"
"Awwh! Giselle, sakit...," Nalana mengaduh akibat cengkraman dari gadis bernama Giselle itu, salah satu dayang si Ratu Penguasa Sekolah. "A-aku ... Aku minta maaf. Maafin aku, mohon...."
"Maaf kata lo?" sarkas Gissele. Ia tertawa mengejek. "Minta maaf sana ke Stefanie, dia yang udah Lo bikin marah. Sekarang Lo ikut gue!"
Cengkraman kasar dan menyakitkan kembali menggulung melingkupi pergelangan tangan Nalana. Ia meringis pedih. Bulir yang menggenang di pelupuk mata membuat pandangan gadis lugu itu mengabur. Satu kedipan ia lakukan, lantas bulir itu mengucur melewati kedua pipi. Hatinya sakit tak terkira. Seolah ratusan pasang tangan tengah meremas jantungnya bersamaan. Sakit... Sakit sekali. Dalam satu menit Nalana mengaduh beberapa kali.
Jika pandangan menyusuri sekitar, sungguh miris rasanya. Banyak pasang mata dipenuhi sorot mengasihani, hanya sorot saja namun tanpa sebuah tindakan. Ada rasa ingin menolong gadis malang itu, tetapi mereka terlalu takut jika menyentuh mainan si Ratu Penguasa Sekolah barang semili pun.
"Makanya kalau di suruh itu harus nurut, jangan ngaret! Dasar bego!" maki gadis berambut lurus berwarna hitam pekat. Ia Mashila.
Satu lagi perempuan berkucir kuda memaki dibarengi dorongan pada kepala Nalana. "Tolol sih jadi orang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nalana
Short Story"No, aku memang sakit hati, aku tersakiti, dan aku merasa terhina. Aku marah. Siapa yang nggak merasa seperti itu saat dibully, dijadiin mainannya, dijambak, dihina. Tapi No, aku sama sekali nggak ada niat untuk menanam dendam untuk dia. Biarlah ini...