CHAPTER | 2

6 2 0
                                    

Jika ada typo ataupun segala hal yang menganggu penglihatan harap dikasih tau ya
____________

《Hutan dikala senja》

AUTHOR POV

Pukul 15:59, Ria sigadis cebol itu sedang berada dibalik sebuah pohon. Dari geriknya tampak dia sedang bersembunyi. Detak jantungnya semakin memacu begitu seorang gadis keluar dari bangunan tua yang tepat berada didepan pohon tempat dia bersembunyi.

Mata Ria memicing mengikuti punggung gadis itu yang semakin menjauh. Dia menghembuskan napas panjang dan kemudian menganmgguk dengan pasti. Ria mendekati bangunan tua tersebut. Tangannya menggapai pegangan pintu yang sudah sangat rapuh itu. Sebuah suara seperti desahan menggema terdengar beriringan dengan bunyi decit pintu yang terbuka dengan paksa. Mata Ria membelalak. Dia gemetaran, dia takut.

Seandainya gue lebih berani...

***
Pukul 10:05

Kantin

"HAHAHA!" Bella tertawa dengan keras. Ria dan Sasa sudah lebih dulu menutup wajah mereka menggunakan buku. You know-lah...

'Syukur-syukur...' Ria membatin.

"Eh Bella, iler lo boleh dikontrol gak sih" Sasa dengan ketus mengutarakan kekesalannya.

"Santai aja njing!" maki Bella setengah berteriak. Ria dan Sasa tersentak kaget. Mereka bertiga akhirnya memilih diam. Bella dengan rasa bersalahnya dan Sasa dan Ria yang tenggelam dalam pikiran mereka yang lain. Mereka mah bodoh amat dengan perilaku Bella barusan.

SASA POV

Cih dikirain dia serem? gue mah jijik bukannya takut. Mending gue pergi aja dari sini dari pada nanti gue kesembur lagi.

Gue berdiri dari duduk kemudian berlalu meninggalkan kedua Bella dan Ria yang masih menatapi gue dari kursi panjang.

Baru aja gue ninggalin kantin, tiba-tiba sesuatu menahan pergelangan tangan gue sehingga langkah gue terhenti. Gue berbalik, ah... dia...

"Gue kirain siapa" ucap gue. Tangan kami masih bertautan.

"Lah? Kan udah gue bilangin panggil gue... sayang" ucap pria tampan itu. Dia kemudian tersenyum, bibir merahnya, kulit putihnya, gigi gingsulnya yang membuatnya semakin manis itu...dia benar-benar tipe gue, tipe 'mainan' idaman gue.

"Iya-iya Aban ku sayang..."

***

RIA POV

Gue dan Bella masih berenang dalam pikiran masing-masing. Gue kemudian memangku kaki ala-ala princess Syahrini--manjaah~--. Gue meneguk teh manis yang belum gue sentuh dari tadi. Gue mengamati dengan seksama para siswa yang lalu lalang memesan makanan mereka. Karena posisinya gue disudut, mata gue jadi lebih leluasa.

"Hai..." sebuah suara bariton membuat gue menoleh.

"Uehekk ehekk" gue menepuk dada gue. OMG HELLO!... Ini mimpi? "E-eh Aldi... wat hepen?" Tanya gue sok kebule-bulean.

"Boleh saya duduk disini? Yang lain sudah penuh soalnya..." kali ini suaranya terdengar sangat halus, ditambah lagi dengan cara bicaranya yang formal itu.

"Bo-boleeh boleh" gue deg-degan gak karuan. Ya Tuhan... mimpi apa gue semalam?

"Terima kasih..." senyuman dari bibir tipis itu membuat kepala gue panas.

"I-iya sama-sama... ehe-heheh" selama sepuluh menitan tubuh gue gak bisa digerakin, sumpah entah gue ketindisan atau apapun itu gue gak tau.

Aldi berdiri setelah meneguk segelas air dingin yang tadi dia pesan.

"Saya duluan ya, terima kasih" dia kemudian berlalu. Badan gue akhirnya bisa digerakin seiring dengan keluarnya napas lega dari hidung minimalis gue.

"Gue duluan ya... bye-bye" gue meninggalkan Bella yang masih saja diam. Maksud gue sih mengekori siAldi tapi dianya udah hilang duluan. Padahal gue mau tau banget dimana kelasnya.

***

Pukul 15:18, bel pulang berbunyi. Gue merapikan peralatan belajar, kelas ini terasa sangat sepi, para penghuni-nya yang lain sudah pulang terlebih dahulu. Maksudnya itu teman sekelas gue.

Gue berjalan dikoridor. Gue tersentak begitu cahaya lampu mulai berkelip. Lampu sepanjang koridor berkelip bergantian dengan urutan acak. Gue berusaha menenangkan diri dan mempercepat langkah. Tapi begitu langkah yang kelima, sebuah suara terdengar dan gue berbalik menghadap kebelakang

Tak...
Tak...tak...tak...

Lampu-lampu dikoridor mati dan kali ini gue bisa tebak urutannya. Lampu itu mati hampir bersamaan, berikutnya giliran bola lampu diatas gue, gue berbalik dan dengan cepat berlari. Gue keluar dari gedung sekolah dengan terengah-engah. Gue lalu mempercepat langkah hingga gue berada ditepi jalanan. Oh iya, sekolah gue ini lokasinya ditengah hutan. Katanya agar para murid tidak terganggu dengan suara bising diperkotaan. Gue mengecek ponsel gue, nggak ada balasan dari ortu. Mungkin sejam lagi papa bakal jemput gue. Tapi langit disini sudah mulai menggelap.

Gue hampir aja jantungan begitu melihat sosok yang gue kenal. Itu Fidya, iya benar itu dia. Tubuh jangkung dan kurusnya itu, gue benar-benar yakin itu dia. Tapi apa yang dia lakuin disini jam segini? Aneh. Bikin penasaran aja. Dia membawa tas kresek yang isinya gue gak tau.

Dia menghilang dibalik semak. Rasa penasaran membuat gue mengekori Fidya. Dia masuk kedalam hutan yang sudah diselimuti kegelapan. Dengan enggan gue juga melenggang masuk kedalam hutan. Sekitar sepuluh menit kemudian, gue melihat cahaya, tepat didepan gue ada sebuah rumah tua yang nampak reyot. Cahaya itu berasal dari rumah ini. Dengan hanya diterangi sebuah lampu kecil didepan, rumah itu membuat bulu kuduk gue berdiri.

Fidya masuk kedalam. Gue bersembunyi dibalik sebuah pohon yang ada didepan rumah tua itu. Lima menit berikutnya dia keluar. Mata gue terus mengamati Fidya hingga dia benar-benar menghilang dibalik kegelapan.

Jantung gue berpacu semakin kuat, rasa gelisah memenuhi diri gue. Gue berusaha menepis perasaan itu lalu mengangguk. Gue harus masuk.

Suara decitan yang ditimbulkan ketika gue membuka pintu dengan paksa menggema. Gue tersentak, jantung gue seolah berhenti berdetak, itu... itu tidak mungkin kan? Cahaya yang minim membuat sosok didepan gue nggak bisa gue lihat dengan jelas. Tapi... gue yakin. Itu dia...

"A-Aldi...?" Gue benar-benar yakin itu dia.

"La-lari..." suaranya terdengar bergetar. Gue dengan cepat menyalakan blitz dari ponsel gue. Kaki tangannya dirantai. Keadaannya sangat buruk. Seragamnya penuh dengan darah yang telah mengering. Apa benar ini perbuatan Fidya?

"Apa yang terjadi? Mana kuncinya?" Gue bertanya dengan nada khawatir.

"Cepat pergi dari sini... lari secepat kamu bisa... dia akan kembali sebentar lagi... lari... lari.... cepatlah... dia akan kembali... LARI....!" Mata gue membelalak, otak gue mengikuti apa yang dia bilang, gue... berlari. Air mata mengalir dipipi gue. Apa sebenarnya yang terjadi?

¤¤¤◇¤¤¤

TBC

Mulai memasuki awal konflik ni guys. Tanyakan apa saja, tolong dikoreksi bila ada salah kata ya...

Sampai jumpa dichapter berikutnya...

Give me love, vote ☆ and coment •.<

》 》 》

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 29, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SKETSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang