── O3

568 94 12
                                    

Hari ini adalah hari yang sama seperti chapter yang sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari ini adalah hari yang sama seperti chapter yang sebelumnya. Bedanya kalau tadi masih dalam waktu berangkat sekolah, sekarang mereka sedang berada di jam pelajaran. Sekedar informasi kalau kelas Aruna dan Reksa itu berbeda. Memang iya sih mereka sama-sama anak IPS, hanya saja mereka berbeda kelas.

Pagi ini diisi dengan pelajaran Sejarah Indonesia sebelum akhirnya dijeda dengan istirahat selama 1 jam. Sejarah ini sebetulnya pelajaran yang sedikit membuat kepala pening bukan main sebab otak dipaksa harus menghafal banyak materi. Belum lagi tugas merangkum dari satu bab ke bab yang lainnya. Pusing deh.

Lagipula ya, untuk apa sih sejarah di ungkit-ungkit melulu? Padahal juga kalau kata lagu, masa lalu ya biar masa lalu dan jangan di ungkit serta diingatkan. Heran sendiri Aruna.

Kalau sudah disuruh merangkum seperti sekarang ini, Aruna hanya akan menulis beberapa catatan penting lalu setelahnya kalau sekiranya tak ada yang harus dicatat, ia hanya akan berpura-pura menulis. Padahal hanya tangannya yang bergerak terfokus pada buku catatan sedangkan pikirannya entah kemana.

Terkhusus untuk sekarang ini sih, Aruna sedang memikirkan bagaimana sekotak susu strawberry dingin melesat melalui organ pencernaannya. Bahkan baru membayangkannya begini saja Aruna sudah bisa merasakan manisnya susu dingin kantin.

Ayo dong cepat istirahat!

Gadis bersurai hitam dengan rambut yang kini diikat ponytail rapi sebab ditegur sang guru karena rambutnya yang acak-acakan sehabis di usak Reksa itu terus memandang jam dinding kelas. Menghitung sekiranya berapa menit yang harus ia tunggu untuk mendengar bel pertanda istirahat berbunyi.

“Anak-anak, sudah selesai merangkumnya?” tanya sang Guru memecah keheningan di antara mereka semua. Lantas semua yang sedari tadi menunduk untuk menatap buku yang tergeletak di meja langsung duduk tegak menatap sang guru dengan lesu.

“Belum, bu.” Jawab mereka serempak, tak terkecuali Aruna yang tadinya hanya mencacat satu bab dan itu pun tidak lebih dari 4 lembar kertas di buku catatan

“Kebanyakan ya?” tanya sang Guru lagi yang akhirnya dijawab dengan anggukan kepala anak kelas. Sang Guru terkekeh.

“Ya sudah, sekarang istirahatkan dulu tangannya. Kalian boleh ngapain aja asal tertib dan gak ganggu kelas lain. Nanti catatannya dilanjutin di rumah dan dikumpulkan besok di meja saya, ya.” Sang Guru tersenyum kala semua murid di kelas itu bersorak sorai dan tak henti-hentinya mengucap terimakasih kepada sang guru.

Serius, walaupun Aruna tak suka dengan pelajarannya, tapi Guru ini membuat mereka tak perlu berberat hati kala melihat mata pelajaran sejarah bertengger di jadwal hari ini. Ya gurunya saja begini, siapa yang tidak suka?

Setelahnya, sang Guru berpamitan menuju ruang guru dan meninggalkan kelas yang mulai tidak kondusif. Masih belum terlalu berisik sih, tapi manusianya sudah menyebar entah kemana. Ada yang tertidur di belakang kelas, ada yang duduk di atas meja, ada pula yang duduk selonjor di bangku yang sudah di susun. Banyak deh kegiatannya.

REKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang