Di depan sebuah salon Rei kembali menepikan mobilnya."Sekarang kamu turun," perintahnya pada Dinda.
"Aku minta kamu ngga banyak tanya," lanjutnya ketika melihat Dinda hendak menolak.
Kembali dengan bersungut gadis cantik itu mengikuti perintah Rei.
Di dalam Dinda sudah di sambut oleh karyawan salon yang rupanya sudah di hubungi Rei sebelumnya.
"Silahkan Mba, duduk sini" ujar wanita karyawan salon itu ramah.
Sambil membalas senyum Dinda duduk. Sementara dari sudut matanya dia melirik Rei sedang menelepon seseorang. Adinda sedang berpikir hendak diapakan dia nantinya. Suasana salon yang cozy, elegan dan nyaman berbanding terbalik dengan salon yang pernah dia datangi."Mba pacar barunya Mas Rei ya?" tanya Mba yang sedang merias wajahnya.
"Bukan Mba, saya cuma__" Adinda tidak melanjutkan ucapannya, dia tidak mungkin berkata yang sesungguhnya.
"Cuma apa Mba?" nampak perempuan itu sedang menggodanya.
"Mas Rei itu baik loh Mba, tapi sering banget ganti pacar."
"Mba tau dari mana dia baik?"
"Setiap dia ke sini pasti saya di kasi tips, dan selalu pacar-pacarnya di bawa ke sini kalau mau ada acara penting gitu. Salon ini langganan beberapa pacar Mas Rei."
Mendadak Adinda mual mengetahui Rei lelaki bersamanya itu seorang Don Juan. Lalu untuk apa Rei menyuruhnya berdandan sedemikian rupa? Pertanyaan itu masih belum bisa dijawab.
"Mba tahu ngga, di antara beberapa pacar Mas Rei yang di bawa ke sini Mba yang paling beda," kembali perempuan itu berkata, namun kali ini agak berbisik.
"Berbeda?" tanyanya.
"Mba yang paling ngga cerewet, hehehe."
Dinda ikut tersenyum mendengarnya.
"Tapi justru Mba yang paling cantik."
Kali ini Adinda tertawa.
"Saya bukan pacarnya Mba, saya hanya cucu dari pelayan di rumah Mas Rei. Saya orang kampung," ucapnya polos.
"Eh, saya ngga bohong Mba, Mba paling cantik. Aura Mba beda," lagi-lagi dia memuji Dinda.
Setelah selesai, "Nah sudah selesai Mba, coba lihat ke cermin. Mba terlihat sempurna!"
Sejenak Adinda terpaku menatap wajahnya.
"Mas Rei, sini deh! Baru kali ini aku melihat ada bidadari dalam salonku. Tak perlu banyak make up yang di oleskan di wajahnya. Dia sudah nampak luar biasa kan?" perempuan itu berkata pada Rei yang tertegun sesaat menatap Adinda.
Merasa Rei menatapnya intens, Adinda kikuk. Menyadari hal itu karyawan salon menjentikkan jarinya tepat di wajah Rei.
"Terpesona boleh, tapi jangan norak, udah kaya di sinetron aja," ledeknya.
"Sialan lu," sergah Rei, kemudian dia menuju kasir untuk menyelesaikan pembayaran.
"Ayo," ujar Rei sambil menggerakkan alis tebalnya.
Kembali Adinda mengekor menuju mobilnya.
"Oke, sekarang kita ke apartemenku dulu. Kamu harus tahu table manner sebentar aja kok." Mobil meluncur pelan, karena hujan dan jalanan menjadi sedikit macet. Sesekali Dinda mendengar Rei menggerutu karena kemacetan belum juga terurai.
"Sudah pamit Nenek mu belum?" tanyanya melirik Dinda.
"Belum,"
"Kabari, bilang kalau kamu pulang malam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebening hati Adinda. (End) Sebagian Sudah Dihapus
RomanceAdinda Ameera, gadis sederhana yang hidup bersama dengan Kakek dan Neneknya. Sejak kecil dua sudah Yatim Piatu. Dia bekerja sebagai pelayan di sebuah toko kue. Sedangkan Neneknya adalah pelayan di sebuah keluarga Kaya. Peristiwa tak terduga membuat...