Saga tersenyum lega saat mobilnya sudah berhasil masuk halaman rumah. Pintu berwarna coklat itu menyiapkan berjuta kebahagiaan untuknya. Menyiapkan milyaran senyum dan tawa. Menyambutnya penuh suka cita. Dalam hati Saga berjanji bahwa hanya di sinilah tempatnya pulang. Tempatnya kembali setelah berlari seharian. Melepas penat, rindu dan kesal yang memeluk tubuh.
Saga bergerak membuka pintu utama. Nampak sepi. Mungkin istrinya sedang belajar bersama Nay. Itu selalu ia lakukan. Kata Reres untuk memantau perkembangan Nay sekaligus bisa mengetahui kekurangan dan kelebihan Nay. Apa yang dikatakan istrinya sepenuhnya benar. Karena akan sangat disayangkan jika menyia-nyiakan kelebihan Nay.
Saga berjalan ke kamar Nay. Senyum Saga mengembang lebar. Di sana ada Nay yang sibuk belajar menulis dengan cara menebalkan. Sedangkan Reres memangku Kay yang tertidur pulas.
Tak mau membangunkan istrinya yang terlihat lelah, Saga memilih untuk mandi lebih dulu. Membersihkan tubuhnya dan membutanya menjadi lebih segar. Saga mandi dan juga keramas menggunakan air hangat yang sudah di setel.
"Ah, harus bilang apa sama Reres nanti?" gumam Saga sambil menggosok tubuhnya. Lalu membiarkan air menghilangkan sabun yang menempel. "Gimana kalau enggak usah bilang? Gimana kalau Reres kecewa? Marah?"
Saga terus mengusap kasar wajahnya. Ia takut kalau Reres kecewa padanya berujung marah lalu bertengkar. Ia tidak ingin itu terjadi. Namun tidak bercerita juga bukan hal baik.
"Kenapa harus Gladys?" Saga jadi kesal sendiri.Bukan Saga masih mempunyai perasaan terhadap perempuan itu, tapi ia hanya menjaga perasaan Reres. Bagaimana kalau Reres tahu? Meski ia sangat mencintai dan menyayangi Reres, tetap saja akan sangat tidak nyaman. Saga tahu tidak punya cara lain selain ia menceritakan semuanya pada Reres daripada wanita itu berpikir yang tidak-tidak dan berujung tidak diinginkan.
"Yayah," panggil Nay yang menyadari kehadiran Saga. Bocah perempuan itu tersenyum bahagia melihat Ayahnya sudah di rumah.
"Hei, Sayang. Udah belajarnya?" Saga menghampiri dengan wajah sumringah. Nay mengangguk. "Mana? Coba Yayah lihat."
Saga melihat hasil belajar Nay sambil mengajari anak itu. Saga menunjuk huruf dan Nay menyebutkannya. Saga bangga pada perkembangan putrinya yang semakin pesat. Ternyata Reres berhasil mendidik Nay sesuai umurnya.
"Wah, Kakak hebat. Mau hadiah apa, nih?" tanya Saga sambil tersenyum manis. Sekali-sekali memberi hadiah sebagai penyemangat itu juga perlu.
"Hadiah?" Mata Nay melebar senang mendengar kata itu. Saga mengangguk menanggapi wajah bersemangat dan suka cita itu.
Reres melenguh. Tidurnya terbangun karena suara Nay. Mengerjapkan mata beberapa kali guna mengumpulkan nyawa. "Bee, udah lama?"
Saga mengangguk. Mendekati Reres yang terbangun karena suara Nay. Saga tersenyum sedih. Ia sedih melihat Reres yang pasti kecapekan karena harus bekerja sambil mengurus anaknya. Bahkan wanita itu belum menghapus make up juga berganti baju. Ia yakin istrinya itu belum istirahat sama sekali sejak pengambilan gambar tadi selesai.
Pernah Saga melarang Reres untuk bekerja menerima endorse macam itu, tapi itu semua berakibat pertengkaran pada rumah tangga mereka. Sempat memanas beberapa hari. Keduanya ngotot dengan keinginan masing-masing. Reres yang yakin bisa menjalani bekerja sambil menjadi ibu rumah tangga dan Saga yang takut istrinya kelelahan dan berujung sakit.
Namun, setelah Saga perhatikan bukan uang inti keinginan Reres yang ingin bekerja. Melainkan hanya dengan endorse itu ia mampu menjadi lebih percaya diri, menjadi lebih semangat dan menjadi lebih bahagia. Karena wanita itu sempat down dengan bentuk tubuhnya yang kian melebar.
Jadi, Saga memutuskan mengizinkan istrinya meneruskan pekerjaan itu. Meski harus dibayar dengan rasa lelah yang luar biasa. Meski pendapatannya tidak pasti. Saga sendiri tidak pernah menanyakan uang Reres. Untuk apa atau dapat berapa, Saga tidak pernah bertanya. Selain itu memang hak Reres, Saga sendiri sanggup memberikan lebih banyak dari permintaan endorse itu sendiri.
"Capek banget ya, Love?" Saga mencium pelipis istrinya. Reres mengangguk. Membenarkan ucapan suaminya. "Masih ngantuk, Love? Tidur sana," perintah Saga pada istrinya. Ia sedih melihat Reres kelelahan seperti ini. Sekali lagi, ia tak bisa berbuat apa-apa.
"Udah lama? Aku buatin teh, ya," tawar Reres. Hendak berdiri tapi bahunya di tahan Saga supaya tetap duduk.
"Aku nggak mau teh. Aku mau kamu istirahat." Saga mengusap rambut Reres. "Siniin Kay, kamu pasti kram."
Saga membantu Reres berdiri. Benar saja, wanita itu terlihat meringis karena memang terlalu lama memangku Kay dalam posisi duduk seperti tadi. "Pelan-pelan, Love."
"Aku tidurin Kay di kamar dulu, ya." Saga berlalu dengan cepat, setelah meletakkan Kay ke kamarnya ia kembali ke kamar Nay untuk membantu Reres. "Kamu bersih-bersih dulu deh. Terus lanjut tidur. Biar Nay sama aku."
Reres mengangguk setuju. Risih rasanya ia tidur dengan badan yang lengket dan make up yang menempel. Bajunya juga pasti bau keringat. "Apa aku mandi dulu?"
"Kamu selalu cantik, Love. Kamu cukup bersih-bersih, aja, terus tidur. Atau mau mandi air hangat aja?" usul Saga yang sudah berada di kamar mereka.
"Ide bagus, Bee. Aku mau."
Selama Reres mandi, Saga menemani Nay belajar hingga akhirnya tertidur. Saga kembali ke kamarnya dan melihat Reres tidak di sana. Berjalan ke kamar Kay- si putra bungsu- Saga melihat keduanya tidur dengan tenang dan damai.
Saat Saga membenarkan selimut Kay, ia tak sengaja menyentuh kulit Kay yang sangat panas. Karena khawatir, Saga segera menelepon dokter yang biasanya ke rumahnya.
Setengah jam menunggu, dokter itu datang. Saga mengarahkan ke kamar Kay yang terdapat Reres. Istrinya terbangun saat stetoskop milik dokter itu menyentuh kulit Kay.
"Jadi, Kay sakit apa?" tanya Saga tak sabar. Ia sangat lelah, belum lagi raut khawatir yang tercetak jelas.
"Kay kelelahan. Ia kurang istirahat. Mungkin Kay banyak sekali kegiatan. Membuat ia sangat capek. Ia cuma butuh istirahat aja sama minum vitamin. Kurangi minuman dingin, sepertinya ia akan pilek suaranya sudah serak," jelas Rajin, dokter yang juga adalah sahabat Saga.
"Terima kasih, ya Jin." Saga menerima penjelasan dengan lega. Ia tahu bahwa putra bungsunya itu sakit ringan. Hanya saja, memang untuk lebih pasti dan lebih tahu.
"Maafin aku," lirih Reres saat Rajin sudah pulang dan Saga kembali ke kamar Kay.
"Udah, nggak ada apa-apa, kok." Saga mengusap air di sudut mata Reres. Ia tak ingin membuat wanita yang ia cintai itu merasa bersalah.
"Aku tidur sini, aja," putus Reres. Selain karena merasa bersalah atas apa yang menimpa Kay, ia merasa tidak nyaman membiarkan Kay tidur sendiri.
"Yaudah aku tidur sama Nay ya?" Saga menawarkan diri dan Reres anggukan kepalanya.
Lalu Saga tidur di kamar Nay. Namun karena Nay merasa sudah besar jadi, dia mengusir Saga dari sana. Reres memeluk Kay sambil tidur. Wanita itu merasa bersalah. Dalam hati ia berjanji akan lebih hati-hati memilih endorser yang datang. Mungkin mengurangi yang berada di outdoor. Kay bergerak tidak nyaman. Reres segera beranjak untuk mengompres kening Kay lagi.
"Cepat sembuh, Sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta 100 Kg
عاطفية🍓 Update lebih cepat di Karyakasa 🍓 "Bee, ce-petan ish, nan-ti anak-anak bangun," pinta seorang wanita bertubuh gemuk kepada sang suami yang tengah bergerak di belakangnya. Tak peduli dengan apa yang dikatakan sang istri, Saga malah asyik bergera...