Namaku shaqila, aku tinggal dikota Medan, diKisaran tepatnya. Usiaku masih 21 tahun. Aku lahir pada tanggal 03 oktober 1997, di Kisaran. Aku juga besar dan menghabiskan sekolahku di Kisaran.
Orangtuaku memiliki kehidupan yang sederhana, cukup untuk makan saja alhamdulillah. Dan keadaan rumahku tidak besar dan sedikit memprihatinkan. Saat ini aku bekerja sebagai manager dikantor dinas perpustakaan di Kisaran dengan gaji minim sebab masih merintis. Disini akan ku mulai ceritaku, tentang sebuah kisah kelam dimasa suram.
***********Aku memandang jam dinding diruang tamu rumahku menunjuk pada jam 20.00 WIB. Detik jam pun tak lagi ku dengar ketika rintik rintik hujan mulai terdengar turun diatap rumah. Dengan ringannya langkah kaki ku, aku berjalan menuju teras rumahku yang kecil. Aku terus melangkah walau aku tahu tetesan air hujan telah membasahi hijab ku hingga membasahi seluruh tubuhku.
Aku berjalan dengan tatapan yang kosong, hanya kebingungan yang ada difikiran ku saat itu. Sampai sebuah batu kecil yang tanpa sengaja aku tersandung olehnya. Aku terjatuh diatas rumput yang basah dalam posisi hampir bersujud. Aku mengangkat wajahku melihat keatas untuk menunjukkan kepada langit bahwa air hujan telah bercampur bersama dengan airmataku.
"Haaaaaaaaaaaaaa.." aku menjerit disana seolah langit akan mendengar suaraku yang nyaring. Aku merasa bodoh, lemah, tak taulah apa namanya, tapi aku malah semakin larut dalam kesedihan diiringi dengan derasnya rintik hujan.
Tetesan airnya semakin menambah teruknya hatiku. Dan anehnya lagi, aku tak merasa dingin walau baju gamis yang kupakai serta hijabku telah basah kuyub.
Pada saat itu, aku terbayang akan kenangan pahit masalalu. Dengan masa-masa kelam yang membuat aku merasa kasihan terhadap diriku sendiri yang malang ini. Bukan soal cinta, persahabatan, ataupun keluarga. Tapi soal pengabdian yang berujung duka. Tapi bukan hanya duka, tapi dosa yang sangat besar yang membuat aku terpukul setiap memikirkannya.
Aku mulai teringat dimasa itu, dimana aku melihat ayah berjalan keluar dari kamarku. Disana aku juga melihat seorang ibu tetangga dekat rumahku berwajah cemas bersama seorang dokter dengan obat ditangannya. Dan yang terpukulnya aku disana ialah saat aku melihat ibuku duduk dihadapanku dan menangis menatapku. Dan akhirnya aku sadar apa yang tengah aku alami disana, yaitu saat janin yang sudah berumur 2 bulan harus keluar dari rahimku. Aku melihat kaki ku dipenuhi dengan darah, rasa sakit dan nyeri sangat menyiksaku. Aku serasa hampir mati saat itu, karna rasa sakit yang tak ada redanya. Terus saja merongrong menyiksaku. Membuat aku juga kesulitan mengatur nafasku dan mengendalikan sesak tangisanku.
"bagaimana dokter, shaqila sangat lemah. Ia tidak bisa menahankan sakit sekecil apapun." Ucap ibuku sambil menangis dengan rasa panik diwajahnya.
"saya tau itu sejak lama bu.. sebenarnya keguguran ini 2x lebih menyakitkan daripada orang yang melahirkan. Karna kondisi shaqila begitu lemah, saya sudah menyuntikan obat yang biasa saya berikan pada orang yang hendak melahirkan. Walau seharusnya saya tidak boleh melakukannya. Kita berdoa saja semoga shaqila akan segera membaik, kita hanya menunggu janin itu keluar dan setelah itu rasa nyeri yang dirasakannya akan segera reda."