6

316 25 6
                                    

? Pov

Enam tahun berlalu tanpa orang yang biasanya ada ketika aku tertawa atau sedih. Berat rasanya melepasnya pergi. Tetapi, telinga dan mata begitu ringan melihatnya berhasil meraih kemenangan.

Aku bodoh. Saat itu, ia mengakui perasaannya padaku. Tetapi otakku overbuffered mencerna kalimat yang diucapkannya padaku.

Dia mengatakan kalau dia mencintaiku. Dia tulus. Aku yang berpenyakit jiwa yang padahal dapat membahayakan dirinya juga. Tetap saja dia mencintaiku. Entah sekarang bagaimana.

Dissociative identity disorder,

Penyebab alasan aku terlalu takut untuk mencintainya kembali.

Tapi kalau dihitung-hitung, aku adalah gadis yang beruntung. Berhasil sembuh dari penyakit itu. Tidak semua orang yang mengidapnya bisa sembuh total. Terkadang bunuh diri menjadi jalan akhir.

Aku sangat ingin bertemu dengannya. Menyapanya, walau hanya sehuruf terucap. 'Senyumnya membunuhku' menjadi slogan nasional bagi para penggemarnya. Itu yang aku rindukan. Karena aku tidak bisa melihat wajahnya secara langsung, aku hanya bisa melihat gelang emas pemberiannya untukku. Sebagai kenang-kenangan katanya.

Semoga aku bisa menemuinya.

?pov end











"Di, liat raket baru gua gak?" Rian menoleh kearah rekan sekamarnya. Dia tau betul kalau temannya ini memanggilnya dengan sebutan Ardian, pasti itu Gerald.

"gak," jawab Rian singkat.

Rian seketika membeku mengingat pembicaraannya bersama Gideon. Rian melirik sekilas ke Gerald yang sedang membelakanginya. Melangkah mendekati diam-diam ke Gerald dan mengangkat tangannya.

Dug!

Rian memukul leher Gerald dan membuatnya terjatuh pingsan.

"Kevin, bangun." Bisik Rian ke tubuh Kevin yang dalam posisi pingsan. Masih belum ada respon. Berkali-kali Rian membisiki hal yang sama.

Kevin membuka matanya. Rian bernafas lega. "akhirnya. Ayo, Vin. Latihan. Ini kesempatan lo," Rian menjulurkan tangannya membantu Kevin bangun.

Kevin mengangguk. "makasih, Jom."

"Denisa--"

"dia latihan. Dia nungguin lo, Vin." sambung Rian. Kevin bergegas lari ke gor menemui Denisa.

Skip.

Kacamata kotak hitam yang menandakan kalau dirinya itu Kevin. "Nis!" Kevin bersemangat menghampiri Denisa yang tengah latihan.

Denisa berhenti memukul shuttlecock. "kak Kev,"

"lo udah tau?" Kevin menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Denisa mengernyit dan menggelengkan kepalanya. "ndak tau sama sekali tuh,"

"gue mau ditherapy. Akhirnya," reaksi Denisa berbalik pikiran Kevin. Dia menekuk bibirnya kebawah.

"bakalan lama dong?"

"enggak kok. Gue therapy sambil latihan juga,"

"semangat kak," Denisa mengepal tangannya menyemangati Kevin.

👓👓👓

"Vin, Naya bisa bantu lo." Kata Rian. Kevin mencoba mengingat nama Naya yang disebut Rian.

"lupa? Yang gebetan gua dulu," Kevin mengangguk.

Kevin menepuk bahu Rian. "bilangin makasih buat dia,"

"btw, dia emang kerjanya dokter sekatang?"

"enggak. Dia dulu sama kaya lo. Sekarang dia itu CEO perusahaan di birmingham," Kevin membentuk bibirnya huruf O.

'semoga aja gue yang ketemu sama dia,' batin Kevin


















"biar gua yang temuin cewe itu. Gua bunuh dia,"

Paradox | Kevin SanjayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang