Aku masih tertunduk di bangku taman, sore ini. Sembari mendengarkan musik dan membaca buku kesukaanku. Aku masih mencoba menjernihkan segala pikiran kalut yang menyerangku saat ini, dan sungguh aku sangat berusaha. Tetapi sejujurnya aku masih belum bisa larut dalam indahnya cerita buku yang saat ini aku baca.
Maka aku putuskan berhenti membaca sejenak dan mengambil nafas. Berharap beban ini tidak akan sesakit ini, terutama ketika aku terus berusaha lari. Pada kemungkinan aku akan membuka hatiku kembali. Namun yang aku rasa masih begitu sakit. Mengingat tak seharusnya aku melampiaskan segala ekspektasiku pada keadaan yang ideal. Karena pada keyakinanku yang paling dalam, aku meyakini bahwa hidup adalah berjuang menghadapi apa yang harus kamu lewati. Serta membawa kembali alasan sesungguhnya dari kebahagiaan yang sejati.
Hal itu tentu dimulai dengan mengenal diriku, apa sebenarnya tujuan hidupku, lalu eksistensi mengenai diriku dalam kehidupan orang lain. Aku merasa perlu mendapat jawaban atas itu semua sore ini. Supaya ada sedikit kelegaan dalam hatiku terhadap apa yang selanjutnya akan menjadi keputusanku. Aku berharap tidak akan ada penyesalan setelahnya. Harapku.
Terutama ketika aku mencoba mempertanyakan siapakah diriku dan makna diriku saat semua bersinggungan dengan kata cinta. Apakah aku sungguh berada pada situasi dimana memang aku seharusnya menggumuli hal ini. Mengingat diusiaku yang memang sudah matang dan seharusnya mulai menggumuli hal ini. Sejujurnya aku ragu, apakah aku sudah benar-benar memaafkan masalaluku yang menyakitkan.
Aku masih terus menimbang itu semua, dalam lamunan sampai seseorang datang ke arahku.
"Permisi, boleh saya ikut duduk disini?" tanya seorang bapak tua dengan kursi rodanya.
"Silahkan pak," jawabku ramah
"Terimakasih." balasnya ramah, sedang diriku sudah berhenti memperhatikan kehadiran bapak itu dan kembalin pada lamunan pergulanku sembari menikmati segelas kopi sore ini.
Cukup lama aku dalam keheningan ditemani lagu melow di head setku, sembari memandang sekeliling, memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang dengan rekan atau anggota keluarga mereka. Ya, mereka terlihat begitu gembira dan antusias sedang diriku merasa kosong saat ini. Sungguh, pemandangan yang mungkin begitu terbalik dengan diriku saat ini. Sampai bapak tua disebelahku kembali angkat suara.
"Sore hari yang cerah, kenapa wajahmu begitu murung nak?" tanya bapak tua itu.
"Em, entahlah. Apa memang terlihat begitu kentara?" tanyaku to the point
"Ya, kalau kamu tidak keberatan barang kali kita bisa berbagi cerita." kata bapak tua itu.
Lalu entah mengapa anehnya aku bisa dengan fasihnya bercerita panjang lebar mengenai perasaanku yang sesungguhnya. Barangkali memang saat ini aku sedang butuh teman untuk bercerita. Berbagi tentang beban yang memang menyesakkanku saat ini. Tentang pergumulanku yang belum bisa sepenuhnya menerima kehadirannya yang mengingatkan aku tentang luka masa lalu itu. Walaupun sebenarnya aku tahu ini tak adil. Tetapi salahkah aku jika aku masih berjuang dengan luka hatiku?
Aku menceritakan semua ceritaku secara jujur kepada bapak yang baru aku kenal tadi. Mungkin terdengar begitu polos diriku ini, sehingga dengan mudahnya aku bisa percaya dengan apa yang dia tawarkan sebagai orang yang baru pertama kali aku kenal. Namun harus aku akui, memang ada sesuatu pada bapak itu. Sehingga aku merasa begitu nyaman sejak pertama kali bertemu.
Lalu aku mencoba menceritakan segalanya. Tentang ketakutanku, keraguanku, semuanya aku ceritakan mengenai pergolakan hidupku. Terutama mengenai keraguanku dalam menerima seseorang masuk dalam kehidupanku lebih dalam. Ketika meminta kesediaanku untuk mengijinkan dirinya bisa berdiri sebagai seorang yang menaungi diriku. Terkadang kenyataan luka masalalu tidak mengijinkanku menerima kehadiran mereka. Meski ku tahu aku tak seharusnya begitu.
Namun aku masih berpikir berulang kali ketika nantinya aku memilih untuk berterus terang tentang siapa aku. Apakah dia akan tetap memiliki rasa yang sama? Apakah dia tidak akan memutuskan aku seperti yang sebelumnya hanya karena alasan mendasar mengenai warna kulit kami yang berbeda sejak semula? Terlalu takut jika akhirnya semua akan berujung luka seperti sebelumnya. Sampai akhirnya bapak itu mulai menceritakan kisahnya.
Tentang pertemuannya dengan Marina, cinta pertama dan terakhirnya. Tentang awal kisah mereka saat dipertemukan melalui cerita yang sama dengan diriku dan dia. Lewat secangkir kopi terakhir yang membawa akhir tanpa pernah terpikir. Bahwa kami memang sengaja dipertemukan lewat takdir.
Dimana bapak itu bercerita berjuang berdamai dengan hatinya dan keberadaannya. Sebagai lelaki tak sempurna yang menggumuli menjadi seorang yang dapat dipercaya menjaga dia yang dicinta. Meski kenyataan pahit keadaan fisiknya bahkan tak mampu menjaga kebanggan pasangannya. Akankah dirinya sanggup menjaga Marina lebih dari sekedar perasaannya, sedangkan dia berpikir fisiknya pasti sudah membuat Marina terluka. Dirinya terus bergumul untuk berdamai dengan hatinya.
Sampai akhirnya didalam kekalutan dia mencoba bertanya pada Marina. Apa yang membuat dirinya bisa percaya bahwa laki-laki seperti dirinya diyakini sanggup menjaga Marina segenap jiwa raga. Marina hanya menjawab bahwa dalam menjalani sebuah hubungan pasti akan mengalami sebuah kesulitan dan sebagai seorang istri sudah seharusnya dia menjadi penolong bagi laki-laki, dan dia tak keberatan dengan itu. Tetapi memiliki sahabat yang mau memperjuangkan visi yang sama denganmu didalam janji suci, akan setia saat susah maupun senang, dalam keadaan miskin maupun kaya, saat sehat maupun sakit sampai maut memisahkan. Tidakkah semua orang dapat kamu percaya untuk menjalani itu bersama? Tentu hanya dia yang kamu yakini sebagai belahan jiwa yang sunghuh dapat memahami hal ini di dalam dirimu seutuhnya.
Mengingat akan ada banyak rintangan yang akan kamu hadapi bersama, jika kamu selalu memgingat akan alasan kalian dipersatuakan bersama. Tidakkah itu cukup untuk selalu menyemangati perjuangan bersama mewujudkan janji setia yang pernah diikhrarkan?
Apakah semua itu terdengar mudah? Tentu tidak! Karena kita semua tahu bersatunya dua insan yang berbeda itu ibarat kopi susu. Kopi mungkin terasa nikmat dengan pahitnya, susu mungkin terasa enak dengan rasa legitnya. Begitu pula sebuah hubungan terkadang pahit seperti kopi dan terkadang akan terasa berat karena ingin saling mendominasi seperti legitnya susu. Tetapi satu hal yang pasti, jangan pernah melupakan cinta sebagai pemanis diantara keduanya yang berbeda.
Lalu bapak itu menambahkan, bahwa kita tidak akan pernah tahu arti nikmatnya kopi susu sampai keduanya dipersatukan. Begitu juga sebuah hubungan tak akan ada yang pernah tahu apakah akan berhasil jika tidak pernah berusaha diperjuangkan. Sekalipun akhirnya boleh mengecewakan, tapi biarlah cinta sekali lagi menuntunmu pada seorang yang memang pantas kau percaya berbagi arti bahagianya. Berdua saling setia dalam janji suci pernikahan itu ada.
Sebuah cerita yang dalam yang merubah pemikiranku seketika itu juga pada keputusan hidup yang aku ambil berikutnya.....
Oke, gimana nih... Udah baper maksimal?? Menjelang akhir cerita, semoga ini sudah mengaduk-aduk hati kalian untuk memperjuangkan cinta... Sampai ketemu di cerita terakhir thanks
KAMU SEDANG MEMBACA
Filosofi Pasangan Kopi
ChickLitCerita seru yang bikin nggak berhenti mempertanyakan apa itu cinta. Private acak buat nambah follower. Bersatunya dua insan itu ibarat kopi susu. Kopi mungkin terasa nikmat dengan pahitnya, susu terasa nikmat dengan gurih dan legitnya. Begitu pula s...