Lima : Terdiam, Bukan berarti membisu

2.3K 57 11
                                    

Quote :
Maaf, kata simpel beribu makna
Dengan satu kata itu bisa mengubah hidupmu lebih baik
Dan tidak membuat derajatmu rendah

Hujan sudah memberikan bisikan dan kesejukan
Namun tak seperti hujan, air mata kini membisikan kesedihan dan kekecewaan.

Ku lalui hari-hari ku di tempat yang sunyi dan berbau khas medis.
Hampir tiga hari aku dikurung seperti penjara ini dan hanya biuslah yang membawaku berpetualang dalam mimpi.
Rendi tak henti-hentinya membuatku kembali sedia kala yang bisa bercanda sesuai hatinya.
Aku masih belum sepenuhnya memaafkan kesalahan rendi setiap dihadapanya yang selalu teringat hanyalah tamparan dari rendi, dan itu adalah pertama kalinya rendi seperti itu. Aku hanya diam dan mengabaikanya selama tiga hari di sini.
“Nda.... udah ya, kamu mengabaikan aku kayak gini, aku enggak tahan nda lihat kamu kayak gini” sambil memegang tanganku dan memohon kepadaku, tapi tatapanku hanyalah tatapan kosong. Dan rendi berkata lagi
“Nda sampai kapan kamu seperti ini, apa perlu lisa aku bawa kesini biar dia jelasin semuanya, kalau aku tidak ada hubungan apapun sama dia, aku sama dia itu Cuma sahabat lama, Nda kalo kayak gini gimana aku bisa fokus kerja,” perkataan panjang dari rendi.
Ibu yang melihat rendi seperti ini sampai tidak tega dan berkata pada rendi “Nak rendi kembali kerja aja, ga ada gunanya ngomong sama nda kalo keadaanya seperti itu, dia memang keras kepala anaknya”. Sambil memegang pundak rendi
“iya tante, saya kembali tugas lagi, nanti pulang saya balik kesini tante, biar gantian rendi yang jagain Nda”.
Akhirnya rendi kembali kerja
****
Di tempat ini aku hanya termenung dengan pandangan kosong, yah begitulah sifatku ketika otaku terbebani.
“Nda... ibu mohon kamu jangan seperti ini, kamu maafin rendi, Allah aja maha pemaaf kan.” Kata ibu sambil mengelus rambutku. Aku membalasnya perkataanya dengan menatapnya dan memeluknya.
“Ibu yakin Nda udah dewasa, tau kan maaksud perkataan ibu tadi?”.
Tak lama kemudian ada seorang cewek masuk kekamarku, tanpa balutan medis sama sekali, tetapi baju rapi seorang perbankan. Ya... dia lisa.
“Assalamualaikum tante, ini saya lisa”. Sambil berjabat tangan dengan ibu.
“Oh.... silahkan duduk sini dekat Nda”, ibu memberikan kursi untuk duduk didekat kasurku. Aku langsung tidur berbalik arah, agar tidak memandang lisa yang ada didekatku.
“Nda, jangan gitu dong sayang, kamu jangan menghadap kesitu”, ibu memaksaku, tapi aku tetap kekeh.
“Biarin tante, mungkin nda lebih nyaman seperti itu”. lisa meredam suasana.
“Ya udah tante tinggal sholat dulu, mungkin lisa sungkan juga kalau tante disini”. kata ibu yang mengerti maksud kedatangan lisa kesini.
“Iya tante, Nda aku jagain dulu tante sholat dulu saja”.
Beberapa menit berlalu suasana hening, tanpa ada kata yang terucap, setelah itu ada kalimat yang mengusik telingaku.
“Nda.... sebelumnya aku minta maaf kalau aku ada salah sama kamu, walaupun aku juga tidak paham salahku dimana”.
Aku hanya diam,
“Nda, aku tau kok perasaan cewek, mungkin kamu sakit hati ketika melihat rere sama aku terlalu akrab, tapi sebenarnya aku sama dia itu hanya sekedar sahabat sejak dulu, aku tidak ada rasa sedikitpun sama dia, kalau itu membuatmu tidak nyaman aku akan menjauh dari dia”.
Aku tetap terdiam,
“Rere itu sayang banget sama kamu nda, dia juga cerita banyak tetang kamu. Mungkin memang sahabat itu ada kedaluarsanya ya nda, tenang saja nda mulai hari ini aku akan menjauh dari dia, aku lihat di storynya kelihatan sedih banget ketika kamu kayak gini. Aku minta maaf udah buat kekacauan hubungan kalian, aku pulang ya Asslamualaikum”.
Aku langsung bangkin dari tidur dan menarik tanganya.
“ emmmm.....aku juga minta maaf buat yang kemarin”
“Nda....” lisa kaget
“Aku nggak mau membuat persahabatan seseorang pecah”.
“enggak pecah kok nda, Cuma enggak seharusnya aku sedekat itu sama rere apalagi dia sudah ada yang punya, memang seharusnya aku tahu diri,
“Kamu kesini gara-gara rendi yang meminta?”. Aku bertanya pada lisa
“Enggak lah nda, aku kesini sendiri, aku melihat storynya rendi kasian galau mulu, beneran ini aku dimaafin?”.
“Iya aku maafin, maaf udah berburuk sangka”.
Akhirnya aku dan lisa memaafkan semua kesalahan, walaupun hati ini masih sakit mengingat hal buruk kemarin.
****
Setelah pulang kerja rendi langsung masuk dan duduk di sebelah tenoat tidurku. Hatiku merasa keiris ketika melihat tanganya yang pernah menempel di tanganku dengan keras.
“Nda mau sampai kapan kamu seperti ini”. dia memegang tangan ku
Aku tetap mengabaikanya, aku hanya ingin keluar dari penjara medis ini. Aku langsung melontarkan kalimat yang tersusun simpel di otakku.
“Aku ingin pulang, sekarang”. Aku membentak rendi
“Nggak nda, keadaanmu aja masih seperti ini”
“aku mau maafin kamu, tapi kamu juga harus bisa buat aku pulang sekarang”. Kataku lebih keras.
“ Nda aku lebih sayang sama kesehatanmu dari pada diriku sendiri, terserah kamu maafin aku atau tidak yang penting kamu tetap disini sampai bener bener sembuh”. Kata rendi.
“Kamu jahat, kamu jahat..... aku mau pulang”. aku berusaha melepas infus yang berada di tangan kiriku.
Rendi memegang tangan ku dengan kuat agar aku tak melepaskan infus itu, dua perawat langsung masuk kekamar setelah mendengar jeritanku. Dan menusukan suntik di bahuku. Sejenak tubuhku lemas tak berdaya, mata mulai sayup dan meratapi mimpi.
****
Lima hari aku berada dalam penjara medis ini, dan akhirnya di nyatakan keluar, ya aku rindu suasana luar, angin sejuk tanpa aroma medis. Tidak semua rasa sakit hilang setelah keluar dari sini, ada rasa sakit yang sulit hilang tanpa di sadari membuat beban dalam kehidupanku.
Rasa dingin masih terasa antara aku dan rendi, diam dan membisu yang bisa ku lontarkan pada rendi. Walaupun Rendi dengan sabarnya dia tetap ada di sampingku.
Aku dan ibu pulang kerumah dengan diantarkan rendi. Sesampainya di rumah,
“bu, aku kekamar dulu ya mau istirahat”. Kataku yang masih lemah
“Biar aku antar ke atas ya Nda, kamu masih lemas gitu”. Kata rendi sambil memegangiku naik tangga ke lantai atas.
Aku tetap terdiam, apapun yang dikatakan rendi.
Sesampainya di kamar aku langsung tiduran. Dan rendi menyelimutiku.
“Nda seberapapun kamu acuh sama aku, aku akan tetap berusaha ada disampingmu, aku pulang dulu ya, kamu banyakin istirahat”. Rendi langsung pergi meninggalkan ku.
Aku menatap langit langit kamarku, sebernarnya dalam hati aku tidak tega membuat rendi seperti itu, tetapi hati selalu berkata lain, hati yang teriris kemarin belum sepenuhnya sembuh dan takut untuk memulainya lagi. Mungkin perlu waktu untuk memulainya lagi, mungkin besok, lusa ataupun ntah kapan.
****
Hari ini aku memutuskan untuk menyembuhkan hatiku dengan tersenyum ceria dan kembali keaktifitas sebelumnya agar sejenak ingatanku yang menyedihkan hilang. Bersama embun pagi aktifitas rutinku yaitu kuliah senang sekali bisa melihat gedung fakultas ekonomi yang menjadi kebanggan ku.
“Nda.... aku kangen banget sama kamu”. Ntah tak tau dari mana suara khas yang merangkulku dari belakang.
“Riri.....”. kataku kaget.
“Iyapp ini aku lah nda”. Sambil senyum senyum
“Kamu kok sampek sini sih ri, emang enggak ada kuliah?”
“Fakultasku libur nda,dosen-dosen ada acara diluar kota, aku ikut dikelasmu aja ya, belajar jadi penyelundup gitu”.
“Eh..... kok aneh-aneh sih kamu, tuh mending kamu ke perpus baca-baca sana, ntar kalo jam ku sudah selesai aku kabari lagi terus kita cuss jalan-jalan, gimana?”
“emmm..... oke deh, sampai nanti Nda”. Sambil jalan
****
Sesudah pulang kuliah akhirnya aku dan riri ke kafe biasa kita nongkrong.
“Nda kamu pesen apa”,
“Seperti biasa”,
“Oke aku pesenin”. Riri yang selalu tahu kebiasaan ku kalu di kafe ini.
Kita nikmati waktu bersama karena sudah beberapa minggu tidak bertemu dan mencurahkan isi hati bersama.
“Nda beneran kan kamu sudah sembuh ?”. kata riri dengan wajah penasaranya
“Iyalah ri aku sembuh, ga mungkin aku sakit sampai sini”. Kataku sambil menyeruput coklat dingin.
“bukan itu nda maksudku. Hubunganmu sama kak rendi udah baikan apa belum?”
“emmmmm..... enaknya dijawab gimana ya ri, aku masih belum memafkan dia ri, aku selalu keinget tamparanya dia di depan umum itu”.
“udahlah nda toh kak rendi juga udah minta maaf berulang kali, dia juga selalu ada buat kamu nda, dia rela ngorbain jam kerjanya demi di sampingmu ketika kamu sakitkan?”.
“Ntah lah ri.... aku enggak mau bahas itu lagi”.
“Jangan gitu Nda, Allah aja maha pemaaf kan masak kamu hambanya enggak mau memaafkan”.
“Jangan gitu dong ri”. Kataku kesal.
“Aku Cuma berpesan sama kamu nda, kamu maafin dia atau kamu akan menyesal nanti, aku enggak mau sahabatku ini jadi orang jahat yang enggak mau memaafkan seseorang”.
“Iya-iya ri nanti aku pikirin lagi”.
Akhirnya kita melanjutjan makan siang kita bersama.
****
Senja menemaniku di sisi sudut taman rumahku, jazz merah berhenti di depan rumahku dan keluar seseorang.
“Assalamualaikum”
Aku langsung menjawab salamnya dan menoleh ke arahnya “Waalaikum salam”. Kataku
Dan aku langsung masuk rumah dan mengabaikannya dia di luar. Ibu langsung keluar setelah melihatku buru-buru naik ke atas.
“loh... rendi, masuk dulu sini”.
“Iya tante, rendi kesini mau ngajak Nda keluar sebentar tante, buat nyari udara segar”.
“Oh.... gitu, iya sebentar ya aku panggilin Nda dulu”. ibu langsung ke atas.
Ibu langsung masuk kamarku tanpa mengetuknya.
“Nda kamu siap-siap sana abis itu jalan-jalan sama rendi nyari udara segar biar fres”.
“Enggak mau bu”, kataku
“Nda kamu enggak kasian sama rendi, jauh-jauh dateng terus kamu gituin, kalau sayang sama ibu turutin kata ibu”. Kata ibu
“Iya iya bu”. Dalam hati kesal banget karena harus keluar dengan rendi.
****
Akhirnya aku keluar dengan rendi, tetap saja keadaan ku sama rendi tetap dingin.
“Nda kita nonton aja yuk”. Kata rendi
Aku hanya terdiam dan melihat arah kaca mobil.
“Nda.... kamu kok masih tetap seperti ini sih”.
“Terserah”. Jawabku singkat
Akhirnya kita nonton berdua,
****
Setelah nonton aku sama rendi duduk di berdua di taman dekat bioskop.
Dia bicara panjang lebar dan intinya tetap sama yaitu minta maaf.
Aku masih tetap sama terdiam
“Nda.... aku ingi  kamu seperti dulu lagi, manja dan selalu membuatku bahagia”.
“setelah aku membuat kamu bahagia terus kamu membalasnya dengan tamparan lagi, Iya ?”. kataku sedikit pedas dan menyinggunnya.
“Nda.... ketika kamu berkata seperti itu aku ingin sekali membalas dendam diriku sendiri, aku benar-benar ferlek nda saat itu, aku minta maaf”. Dia memegang tanganku.
“walaupun bibirku sudah memaafkan, tapi hatiku masih belum terima ren, Aku butuh waktu”. Kataku
“Iya Nda aku akan bersabar sampai kamu memaafkan ku, aku akan berusaha membuat hubungan kita kembali indah lagi nda, penuh dengan tawa, dan candaan”. Dia menatapku
Dan aku berkata,
“Selama ini aku terdiam bukan karena aku tidak mau ngomong ren, aku bingung menata hati dan takut”.
“Aku paham nda, aku akan sabar menunggu kamu seperti sebelumnya”.
Aku dan rendi sama-sama duduk dan mendengarkan musik yang sama tanpa bercanda seperti biasa.

&&&&
Maafin ya readerku yang lama tak menyapa kalian, semoga kalian selalu dalam lindunganya. Aamiin
Oh iya alhamdullilah aku sudah selesai skripsi berkat doa kalian .... yeeiiii
dan mksih selalu sabar menunggu cerita ini up ketika aku fokus ke skripsi.
InsyaAllah bakal up lagi.
Selamat membaca jangan lupa vote dan komen biar jejak kalian termusiumkan, hehe :)

-iintan-

Me Vs DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang