Kebohongan

426 60 14
                                    

Aku minta maaf tapi aku mencintaimu. Tinggalkan aku dan lupakan aku perlahan, sehingga aku bisa terluka sendirian. --Lies, Bigbang.

***

Al menghela napas. Ia menatap kepergian Yuki dengan tatapan sendu. Lihat, bahkan gadis itu tak menoleh lagi ke belakang, ke arah dimana Al duduk di kafe itu, padahal Al mengharapkan Yuki kembali. Mengharapkan ini semua hanya lelucon seperti yang biasa Yuki lontarkan. Tapi kenyataannya, Yuki hanya berjalan hingga keluar dari kafe.

Merasa tak ada gunanya duduk saja, Al berdiri. Mengikuti langkah Yuki yang terbilang santai. Yuki tak menyadari kehadirannya karena jarak yang memang cukup jauh. Hingga, Yuki memberhentikan taksi. Al bingung, ia memilih berhenti melangkah. Membiarkan Yuki perlahan pergi bersama taksi itu. Setidaknya ia lega, melihat Yuki yang baik-baik saja bahkan tanpanya.

Dering ponsel yang berada di saku kemejanya membuat fokus Al pada pemikirannya tentang Yuki teralihkan. Dilihatnya pesan yang masuk di ponselnya, yang membuat ekspresinya berubah masam.

Kenya;
Al, kamu harus liat ini! Yuki selingkuh, Al!

Sebuah foto menyertai pesan Line itu. Foto yang menunjukkan Yuki dengan seorang pria yang sangat dikenalnya --Verrel, berciuman. Yuki bahkan nampak sangat menikmatinya, terbukti dari mata gadis itu yang terpejam. Hati Al memanas, ia meletakkan lagi ponsel yang sangat ingin ia buang itu di sakunya. Matanya terpejam, memori bersama Yuki kembali teringat di benaknya.

Flashback.

"Emangnya lo yakin, nggak bakal ninggalin gue sampai kapan pun?" tanya Yuki kala itu, saat ia dan Al duduk di bangku taman.

Al mengangguk, senyumnya mengembang. Al sangat jarang tersenyum pada orang lain, namun saat bersama Yuki, senyum bahagianya selalu mengembang. Melihat senyum itu, Yuki membalas dengan senyum yang lebih lebar. Ia senang melihat Al tersenyum, baginya, ketampanan pria dingin itu bertambah saat tersenyum.

"Kamu cantik, kalau senyum" kata Al, tangannya terulur. Mengusap kepala Yuki dengan pelan.

"Emang selalu cantik, tau!" kata Yuki, dengan penuh percaya diri. Al terkekeh dibuatnya. "Tapi ya, Al. Gimana kalau gue yang ninggalin elo?"

"Mungkin, aku bakal biarin kamu pergi. Itu keputusan kamu, apapun keputusan kamu, aku anggap sebagai tujuan kamu untuk mencari kebahagiaan lain" kata Al, terdengar begitu dewasa. Meski hatinya cukup teriris ketika mendengar Yuki menanyakan hal itu, seakan Yuki berniat pergi darinya. "Tapi, selama aku mampu bahagiain kamu.. Kamu bakal tetap stay, kan?"

"Lo selalu bahagiain gue, Al" kata Yuki.

"Syukurlah" kata Al disertai helaan napas lega. "Berarti, kamu bakal stay, kan?"

Yuki tak menjawab. Ia malah berdiri. Ditariknya tangan Al, membuat Al secara reflek berdiri.

"Aku mau ke kedai es krim. Traktir, ya!" kata Yuki dengan nada bicara yang begitu ceria.

"Ya udah, tapi, ada syaratnya" kata Al, tatapan jahilnya ia tujukan pada Yuki.

"Apa syaratnya?" tanya Yuki, mengernyit. Selama ini, Al selalu menuruti kemauannya, tak pernah mengajukan syarat.

"Cium aku dulu" kata Al, ia menepuk-nepuk pipinya sendiri.

Yuki terkekeh. Sejak kapan, Al-nya yang kaku jadi begini?

"Ayo cium, nggak mau nih?" kata Al lagi. Bibirnya mengerucut, sok imut, membuat kekehan Yuki semakin menjadi. "Apanya yang lucu, sih?"

"Sorry, sorry" Yuki kini berhenti terkekeh. "Lo yang lucu, Al. Kenapa sih tingkah lo selalu bikin gue terkejut? Nggak terduga, asli"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KebohonganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang