Chapter 14 [Zeno]

393 50 0
                                    

Athalea mengedarkan pandangannya ke sekeliling, memperhatikan bila saja Zeno datang ke kantin. Gadis itu menyeruput minumannya, masih dengan pandangan yang beredar.

“Nyari siapa sih lo?” tanya Florin karena merasa heran dengan sikap Athalea yang tiba – tiba awas pada keadaan sekitarnya. Adera yang baru saja datang seraya membawa tempe goreng kesukaannya juga terheran dengan sikap Athalea.

“Zeno.” Ucapan Athalea semakin ngaco.

“Zeno apaan sih, Tha?” tanya Florin lelah dengan sikap Athalea yang aneh hari ini.

“Ya, orang lah, Flo.” Gue juga tau, Curut!

Adera sibuk dengan tempe kesukaannya, tidak peduli dengan Florin yang lelah menghadapi Athalea yang lemot.

“Eh, liat deh itu,” ujar Adera ketika melihat segerombolan perempuan cantik yang duduk di meja yang ada di tengah kantin. Berbeda dengan mereka yang duduk di pojok kantin—yang menurut Adera, tempat strategis karena bisa melihat ke semua penjuru kantin. Ya sekalian cuci mata kalo ada cogan lewat, ucapnya kala itu. Florin dan Athalea serempak melihat ke arah yang dituju oleh Adera.
“Oh, Shefia Nazhira and the minions?” tanya Florin dengan nada mengejek.

“Gak sopan, ya lo. ‘Kan dia kakak kelas kita,” ujar Adera—Si Gadis Baik Penjunjung Sopan Santun.

Florin mendengus. “Buat apa ngehormatin orang yang kerjaannya nge-bully orang lain?” ledek Florin. Adera hanya mendengus, ia memerhatikan kakak – kakak kelasnya yang sedang bercengkrama—atau lebih tepatnya membicarakan adik kelas yang ada di meja di samping mereka.

“Eh, Kak Zeno!”
Athalea yang sedari tadi diam dan tidak berkomentar apapun, akhirnya mengeluarkan suaranya untuk memanggil Zeno. Kakak kelas yang kemarin meminjamkan uangnya pada Athalea. Zeno yang merasa namanya dipanggil pun akhirnya menoleh, hanya untuk melihat Athalea sedang melambaikan tangan  ke arahnya. Ia melangkahkan kakinya menghampiri Athalea dan kedua temannya.

“Ini uang yang kemarin. Makasih, ya, Kak,” ucap Athalea setelah mengeluarkan uang dari sakunya. Zeno hanya tersenyum tipis menanggapinya, sementara Florin dan Adera sudah saling melirik satu sama lain.

“Gak usah,” tolak Zeno. Athalea melotot karena tanggapan kakak kelasnya itu. Ia menarik tangan Zeno dan memberikan uang itu pada Zeno.

“Gak usah nolak!” ucapnya dengan garang. Zeno terkekeh sehingga menampilkan senyumnya yang menawan.

“Ya udah, deh. Eh, sekarang bisa pulang bareng, gak?” tanya Zeno yang membuat Athalea dengan kedua temannya melotot tak percaya.

“Bisa, kok.” Florin dan Adera semakin tak percaya. Ini bohong ‘kan? Tolong bilang ini bohong, karenabloody hell! Gimana nasib Allan?!

“Tunggu di depan sekolah, ya.” Itu kalimat yang diucapkan Zeno sesaat sebelum dirinya pergi dari hadapan Athalea dan meninggalkan kantin—juga meninggalkan sedikit kesan pada Athalea karena ajakannya itu.

Florin yang sedari tadi tahu ada yang berbeda pada Athalea akhirnya menyentil dahi Athalea yang sedang ditumbuhi satu jerawat kecil—yang sudah membuat Athalea kelimpungan karena bingung untuk menutupinya dengan apa.

“Gak sopan, Flo!” seru Athalea tak terima karena dahinya disentil dengan begitu kejamnya.

“Lo apa – apaan, sih!” Florin tidak menanggapi protesan dari Athalea dan malah menyemprot balik gadis itu. Athalea mengerutkan dahi karena tidak paham dengan maksud Florin.
Adera yang mengerti dengan kelemotan Athalea. “Kok lo pulang sama orang itu? Allan gimana?”

Athalea sekarang semakin bingung. “Ya, Allan gak kenapa – napa. Emang dia kenapa? Sakit?”
Entah Athalea memang bego atau Athalea berpura – pura, tapi Florin dan Adera semakin gemas dengan sikapnya. Baru saja Florin akan menjawab dan menyumpah serapahi Athalea dan semua sikapnya yang menyebalkan, Allan sudah terlebih dahulu menghampiri mereka dengan buku geografi—salah satu buku yang Athalea benci—digenggamannya.

It's My Simple LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang