Siswa dan Siswi berlalu-lalang hendak masuk ke pintu gerbang. Amna dan Lais masih beruntung, bis yang ditumpanginya tidak sampai telat mengantarkan mereka. Armada Sakti itu lima menit yang lalu mogok. Tapi setelah dinyalakan beberapa kali dan di dorong banyak orang, akhirnya bis itu mau menyala juga.
Bayangan pak Bambang si kepala keamanan pun menghilang dari benak mereka berdua. Takut saja jika mereka berdua sampai di hukum dengan di jemur di bawah tiang bendera. Kan nggak lucu. Mereka tidak mau mandi keringat sepagi ini.
Lais yang berada di belakang Amna pun memanggilnya. Gadis itu sedari naik bis diam saja. Tanpa satu patah pun kata keluar dari mulutnya. Tanganya sibuk memegang pipinya. Pipi kirinya tiba-tiba menjadi temben pagi ini.
Lais menarik ujung kerudungnya. Amna yang hendak memasuki pintu kelas pun berhenti. Lalu mencari pelaku penarik kerudungnya. Ketika gadis itu menoleh ke belakang. Lais menyuguhinya dengan senyum tipis tapi mampu membuat kakinya ngilu.
"Ada apa?"
Lais menunduk. Lalu mengangkat wajahnya lagi. Sepertinya ia kesulitan merangkai kata.
"Nanti bisa nemenin aku ke perpus?"
Amna menolehkan seluruh tubuhnya ke arah Lais.
"Mau ngapain ke perpus?"
"Em ... mau beli pecel!"
Seketika senyum Amna mengembang mendengar lelucon cowok itu.
"Iya. Ntar aku temenin."
Senyum Lais pun ikut merekah. Lubang di pipinya pun muncul.
"Ehem! Emang nggak ada tempat lain ya buat ngobrol?! Jangan lupa! Ini tuh jalan! Bukan tempat pacaran!" Ucha mendadak sudah berada diantara mereka. Amna pun jengah mendengar ucapan gadis itu. Segera kakinya masuk tanpa melihat Lais lagi.
Ucha menghadang cowok itu sebelum masuk.
"Hai!" Tangan gadis itu melambai. Ucha menjemur gigi-gigi cantiknya di depan Lais.
Yang dipanggil tak menyahut. Disuguhinya gadis itu dengan tatapan es sejak gadis itu mengusir Amna.
Ucha sedikit kikuk. Meskipun giginya mengering karena kebanyakan senyum pada cowok itu. Namun sepatah kata pun sama sekali tak di dapatkanya dari bibir mungil Lais. Cowok itu malah menerobos masuk meninggalkan Ucha. Kerutan besar-besar pun terlihat di dahi Ucha. Ya. Gadis itu merasa jengkel.
Mereka semua sudah duduk di tempat masing-masing. Dan bersiap menerima pelajaran Bahasa Indonesia sepuluh menit lagi.
Maria terlihat kesal melihat papan tulis yang masih penuh dengan tinta. Harusnya tugas menghapus papan adalah tugas murid laki-laki. Ia pun berdiri.
"Yang suka bersihin papan tulis, pasti cowok itu ganteng!!!" Suara Maria mau tak mau membangunkan Wayan yang sedang asyik tidur. Gadis bongsor itu mengira Bu Hanum yang berteriak. Ia hampir saja terjatuh dari kursinya.
Mendengar sindiran Maria. Dari pihak murid laki-laki tak ada yang merespon. Hingga sepasang kaki maju, dan koor "cie-cie'' mengalun indah. Ternyata cowok ganteng itu Samsul.
Maria pun mendapat kerlingan dari Samsul. Ia membuang muka dengan juteknya.
Bu Hanum datang dengan suara pantofel mengiringi derap kakinya. Seisi kelas pun tak berani bergeming. Rambut pirangnya berkibar menebarkan bau sampo.
Setelah beliau mengucapkan salam. Beliau membagi seisi kelas menjadi beberapa kelompok. Ada tugas membuat majalah dari Bu Hanum.
"Kelompok terakhir ..." Bu Hanum menelusuri nama-nama yang belum terpanggil. Kaca mata beliau yang turun karena hidung yang terlalu pesek diangkat ke atas beberapa kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret And Admirer (End & Revisi)
Fiksi RemajaMengapa tak kau jemput saja asamu dengan doa. Amna menekuri potret ke dua sahabatnya dengan mata berembun. Sungguh, beban apa yang membuat mereka lebih memilih menentukan kematian mereka sendiri alih-alih meluaskan hati, menunggu keputusan Tuhan. ...