Inilah permulaan dari sebuah dunia bernama Leivan.
Kala segalanya hanya kegelapan dan kehampaan, sang Dewa Agung, Avaya, menghembuskan butiran-butiran cahaya yang mulai menerangi dan membentuk segalanya. Butiran-butiran cahaya itu melayang-layang, saling mencari, dan akhirnya menyatu satu sama lain. Maka lahirlah para bintang dan dunia-dunia. Melihat segalanya terang benderang, Avaya tersenyum puas. Para bintang bersukacita. Segala dunia pun bersuka cita.
Tetapi sebuah dunia terdiam saat melihat senyum itu. Ia bergeming meski sekitarnya dipenuhi cahaya kegembiraan. Sang Avaya mendatanginya, dan menyapanya.
“Mengapa kau terdiam, sementara saudara-saudaramu bergembira?” tanya sang Avaya.
“Aku terdiam karena aku merasa hampa,” jawab dunia itu.
“Bukankah kau dan saudaramu berasal dari sumber yang sama? Mereka akan menjadi temanmu,” kata sang Avaya.
“Tetapi aku ingin sesuatu yang berbeda,” sanggah dunia itu.
“Lalu apa yang kau inginkan?” tanya sang Avaya lagi.
“Aku ingin bisa memberi keindahan, seperti kau memberi keindahan pada kami. Aku ingin memberi kehidupan seperti kau menghidupkan keadaan gelap ini,” jawab dunia itu.
Sang Avaya kembali tersenyum. Seluruh alam semesta yang diciptakannya kembali bersukacita. Bukan saja karena senyum sang Avaya, tetapi juga karena keinginan dunia itu ternyata membuat sang Avaya bisa tersenyum. Lalu sang Avaya menghembuskan angin lembut kepada dunia itu. Langit mulai terbentuk di atasnya. Tanah dan air terbentuk dan terpisah. Gunung, bukit, sungai dan laut yang semuanya tampak indah bermunculan. Awan mulai menghiasi langit. Tetapi belum ada apa-apa selain itu semua.
“Sekarang kau memilikinya. Mereka semua hidup di dalam dirimu,” kata Avaya.
Tetapi dunia itu terdiam. Sang Avaya berharap melihat senyum dari dunia yang diperhatikannya itu. Tetapi dunia itu tidak bercahaya sama sekali.
“Apakah ini masih kurang?” tanya Sang Avaya pada dunia itu.
“Maaf, wahai dewa agung. Tetapi aku masih belum merasa hidup. Semua gunung, bukit, sungai dan laut yang kau telah berikan padaku hanya menempel padaku. Tetapi tidak ada satupun yang dapat kuberi pada mereka selain tempat untuk menempel. Aku ingin bisa memberikan lebih banyak lagi,” kata dunia itu.
“Lebih banyak lagi? Apakah kau sanggup?” tanya Sang Avaya.
“Aku sanggup. Aku percaya aku istimewa, karena kau telah memperhatikan aku,” jawab dunia itu.
Sang Avaya pun mengerti. Dunia itu bukan hanya dunia biasa. Di dalam dunia itu terdapat kumpulan keinginannya yang mengharapkan sebuah keberadaan demi melawan kehampaan yang ada. Maka ia pun mengulurkan tangannya pada dunia itu. Ia menyentuh tanahnya, maka semua pepohonan pun bertumbuh. Akar-akar mereka mencengkeram tanah dunia itu, melekat kuat padanya dan mengisap sari-sari kehidupan darinya. Sang Avaya melantunkan sebuah nyanyian merdu yang membuat jutaan bintang dan dunia di sekitar mereka bergetar dan ikut bernyanyi. Maka dari dalam tanah dan air bermunculan makhluk hidup. Beberapa makhluk darat memiliki sayap, maka mereka mulai memenuhi udara. Melihat itu semua sang dunia mulai tersenyum. Ia bersinar seperti semua dunia dan bintang di sekitarnya.
“Aku sudah puas, wahai Dewa,” kata dunia itu.
“Aku masih belum selesai,” kata Sang Avaya.
Dunia itu terdiam karena bingung. Lalu Sang Avaya kembali menyentuh dunia itu. Ia mengambil sebagian dari tubuh dunia itu, membentuknya menjadi sebuah makhluk lain yang berbeda dari semua makhluk yang telah berada di dalam dunia itu. Dan dengan sebuah hembusan angin dari dirinya, Sang Avaya membuatnya bergerak dan hidup.
“Ia akan menjadi sahabatmu. Ia akan menjadi tanda persahabatanku dengan dirimu. Dan di dalam dirimu kutanamkan sebuah materi dari diriku sebagai ganti dari yang kuambil demi membuat dirinya,” kata Sang Avaya.
Sang dunia terharu. Ia tidak bisa berkata-kata lagi. Seketika ia merasa malu telah meminta sesuatu yang berani pada pencipta dirinya. Tetapi sang Avaya mengetahui perasaannya itu.
“Tidak apa-apa. Itu karena kau adalah sebagian dari diriku juga. Mulai saat ini kau akan disebut sebagai Leivan, dunia semua yang hidup,” kata sang Avaya.
“Aku sangat berterima kasih, wahai dewa. Akaun kupelihara semua yang telah kau berikan untukku ini. Dan makhluk yang kau cipta dari diriku ini akan kusebut sebagai Ashan – itulah manusia –, makhluk paling sempurna yang kau ciptakan,” kata Leivan dengan penuh rasa gembira.
Sang dunia tidak hanya mendapatkan keinginannya. Tetapi ia pun diberikan nama. Sebuah bintang mendekatinya dan menyinarinya dengan terang yang menyenangkan. Dua buah benda langit yang lebih kecil darinya menari gembira di sekelilingnya. Kini Leivan tersenyum dan bersukacita. Dan seluruh alam semesta pun kembali bersukacita bersamanya.
Demikianlah awal dari segala yang ada. Awal dari kisah Leivan.
― Legenda Penciptaan Leivan ―