Prolog

6.4K 970 237
                                    

"Masih mendiamkanku? Yakin enggak mau bicara samaku?"

Semesta, suruh dia diam. Saat ini aku tidak mau mendengarkan apa pun perkataannya. Karena aku yakin kata-kata yang akan keluar dari bibirnya pasti semakin membuat hatiku sedih.

Matahari bergelayut indah di kaki langit mempesona siapa pun yang memandangnya. Aku dan dia duduk di bibir pantai beralaskan pasir putih dengan menyandarkan kepalaku di bahunya. Kata Gibran perpaduan embusan angin dengan debur ombak adalah alunan melodi paling romantis, tetapi bagiku suara miliknyalah yang paling romantis. Namun, untuk sore ini aku ingin dia diam. Biarkan kali ini aku mendengar suara detak jantungnya dan bisikan alam semesta.

"Mentari, aku tidak akan ke mana-mana. Di mana pun aku berada, jiwaku selalu bersamamu."

Bohong, dia pembohong paling ulung bila nyatanya dia akan pergi meninggalkanku.

"Mentari, lihat aku."

Aku membenamkan wajahku di dadanya. Aku belum mau melihat kedua bola mata birunya yang selalu membawa ketenangan itu untukku. Biarkan kali ini kepalaku sekeras karang. Aku tidak mau luluh dan kalah darinya.

"Ikut, Mentari mau ikut ke mana pun Gibran pergi."

"Tidak bisa, Mentari harus tetap tinggal di sini. Kuliah dan menjadi seorang dokter."

"Kalau begitu jangan pergi."

"Tidak bisa juga, Mentari. Kamu tahu kan, dari dulu apa yang menjadi keinginanku, pergi berpetualang setamat SMA, menjelahi luas bumi ini."

"Bawa Mentari berpetualang bersamamu, Gibran."

"Kamu ingat gak, kenapa aku menamaimu mentari?"

"Itu tiga tahun yang lalu kan?"

"Iya, karena mentari itu matahari yang selalu berada di tempatnya. Matahari tidak pernah berlari apa lagi ingkar janji. Bumilah yang berputar mengelilingi matahari. Dan bagiku kamu adalah cahaya kebaikan yang dikirimkan semesta kepadaku. Kamu yang paling bawel saat aku ketahuan bolos sekolah. Paling cerewet kalau tahu aku masuk ruang BK. Menasihatiku tentang masa depan yang cerah. Kaulah mentariku miliknya Gibran, yang ke mana pun aku pergi mentari akan selalu bersamaku."

Curang, lalu bagaimana denganku? Aku akan merasa sendirian tanpa dia.

"Tapi kan kalau malam tidak ada mentari?"

"Bukan tidak ada, mentari disembunyikan bumi karena mentari pun butuh waktu untuk dirinya sendiri untuk beristirahat. Sendiri bukan berarti kita benar-benar sendirian. Ada doa-doa hangat yang memeluk kita meskipun berjarak milyaran kilometer."

Suara ombak semakin keras, isak tangisku redam di dadanya. Matahari telah mengucapkan salam perpisahannya dengan tragis, membiarkan diriku tenggelam dalam kesedihan. Gibran semakin erat memelukku, menenangkanku agar tangisku reda.

Semesta, hentikan waktu agar Gibran tidak pergi.

Kehidupan sangat kejam. Seluruh semesta alam seperti tiada hentinya memberikan kesedihan. Ayah pergi bersama wanita lain meninggalkan aku dan bunda. Mungkin aku tidak akan terlalu murka jika wanita itu asing. Tapi, kalian tahu siapa wanita yang tega merenggut kebahagianku? Wanita yang selama ini bagaikan malaikat bagiku setelah bunda. Wanita yang sudah terlanjur dianggap adik oleh bunda.

Bila kehidupan itu seperti perputaran roda yang akan mengalami siklus yang berbeda, lalu kenapa aku selalu kembali ke tempat yang semula? Setelah kepergian ayah, mau tidak mau beban mencari nafkah harus dipikul bunda. Bunda yang terbiasa menjadi ibu rumah tangga berubah menjadi tulang punggung keluarga sekaligus kepala keluarga. Bunda memutuskan bekerja sebagai TKW di Malaysia. Sejak hari itu aku tinggal bersama nenek.

***

Bila seluruh siswa bingung memikirkan gaun atau kebaya apa yang dikenakan saat wisuda sekolah, maka aku tampil dengan seragam sekolah. Inilah baju yang terbaik untuk digunakan di hari terakhirmu saat menanggalkan status pelajar. Tidak perlu repot bangun pagi-pagi merias diri dengan make-up yang tebal. Lagi pula ini bukan acara pergi kondangan apalagi acara pernikahanmu.

Menjadi dirimu yang berbeda saat mengucapkan salam perpisahan kepada guru dan teman-temanmu, rasanya seperti kamu bersembunyi di balik topeng. Pengecut. Jadilah dirimu apa adanya, seperti biasanya, tak perlu dipaksa jika tidak nyaman. Lalu, aku sama sekali tidak nyaman mengenakan gaun atau kebaya.

"Maaf, Bunda tidak membelikan Embun kebaya," ucap Bunda merasa bersalah karena tidak sempat membelikan gaun atau kebaya untukku. Oya, Bunda pulang setelah tujuh tahun di Malaysia untuk menghadiri acara wisuda sekolahku. Iya, kabar baik selalu diiringi dengan kabar buruk. Bunda sudah pulang kemudian Gibran yang sebentar lagi pergi.

"Bunda, Embun tidak minta dibelikan kebaya kok."

"Tapi, kan..."

Aku memotong ucapan bunda, "Bunda kalau Embun mengenakan kebaya repot rasanya. Embun jadi tidak bebas bergerak."

"Lagi pula Embun itu uda cantik kian, Bunda. Tidak perlu dipermak sedemikian rupa lagi," timpal Gibran sambil mengunyah sarapan nasi goreng di mulutnya.

Entah kenapa bagaikan tombol otomatis pipiku akan memerah sendirinya setiap kali Gibran mengatakan aku cantik. Padahal aku masih kesal sama dia. Lagi dalam masa merajuk.

"Biarkan aku dan Gibran jadi alien di sekolah, Bun," sahutku.

"Iya, Bun. Lalu nantinya orang-orang akan tersihir deh oleh kami berdua."

"Dianggap aneh?" sindir bunda.

"Aneh itu keren , Bun," jelas Gibran.

"Kami kan pasangan terkeren di sekolah." Aku tersenyum mengacukan jempol kepada bunda.

Benar semua mata menatap Gibran dan aku seakan-akan kami ini adalah makluk tersesat yang turun ke bumi. Namun, seperti biasanya baik aku maupun Gibran tidak pernah ambil pusing atas komentar nyinyir yang mereka lontarkan. Toh, ini adalah dunia Mentari dan Gibran yang tidak akan pernah terusik oleh siapa pun.

Semuanya berjalan sebagaimana semestinya. Acara wisuda sekolah berakhir dengan sukses. Gibran menutup acara dengan pembacaan puisinya. Akh, yang tentunya luar biasa. Gibran dan aku memang suka sekali menulis puisi di mana pun. Hampir semua sisi sekolah ada jejak kami. Di tembok, meja, bangku, pohon, kantin, perpustakaan dan berbagai tempat lainnya di lingkungan sekolah.

"Selamat datang masa dewasa. Apa kabar perempuan dewasa bernama Mentari."

"Buruk."

"Kenapa buruk?"

"Karena Gibran sudah tidak ada."

---bersambung---

Peta KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang