DENGAN CARAKU @Agusturia

666 18 66
                                    

Nama: Alifia Ningrum

Judul: Dengan Caraku.

Songfic: Arsy Widianto, Brisia Jodie - Dengan Caraku.

Kali keseratus lelaki ini kembali menggeser lockscreen ponselnya, diam-diam menyimpan harapan jika sesuatu yang membuat perasaannya tak nyaman akan segera memunculkan dering di ponselnya. Namun dia hanya bisa menghempas napas kasar, mencengkram ponselnya kuat seolah akan remuk dalam genggamannya.

Netra hitam menggoda itu mengedar, melihat sisa-sisa air hujan November siang ini. Suasana yang tak seriuh biasanya membuat suara titik-titik air dari atap semakin jelas, harusnya sekarang mereka sedang berjalan dengan tangan bertautan di taman kota. Bercanda, lalu bermain sepeda. Tetapi semuanya tersisa teori saja, tidak ada praktek atau apapun. Detakan jam dinding yang makin berputar cepat tidak bisa membuat lelaki ini menanti lagi, rasanya seperti botol kosong yang menanti diisi ulang.

"Baiklah," lelaki itu melangkah mantap meninggalkan kursi yang sudah terlalu lama dia duduki. Hingga beberapa langkah yang dia lalui terasa membeku seketika, statis. Tidak ada pergerakan sama sekali.

Sesaat kepalanya menunduk ke bawah, membuat rambutnya yang cukup gondrong jatuh menutupi separuh wajahnya. Dadanya bergemuruh, menggambarkan kekecewaan besar pada seseorang yang sedang tertawa lepas di kursi penonton lapangan basket. Meski jaraknya cukup jauh, punggung mungil itu dia hafal betul. Terlebih jaket merah jambu bergambar kartun kucing itu semakin menarik kedua sudut bibirnya tersenyum kecut, tubuh tegapnya kemudian berbalik, melawan arah dari tujuan awalnya.

Lagi-lagi batinnya tertawa kencang, dia yang terlalu bodoh atau Abel yang sudah kehilangan sepotong kata sakral itu padanya. "Harusnya kamu ngomong kalau ... semua sudah berakhir." Farid berbisik pelan beriringan dengan siluetnya yang makin tenggelam tertelan tikungan koridor.

***

"Udah sore nih, kamu enggak mau pulang?"

Sebaris kalimat interogratif membuyarkan fokus Abel seketika, sekelebat bayangan dengan senyuman mengalihkan atensi Abel sepenuhnya sehingga gadis berkuncir kuda itu segera berlari dengan langkah mungilnya, berusaha melewati lapangan basket yang terlalu luas untuk menelan tubuh mungilnya ini. Hufft, saat seperti inilah dia menyesal memiliki kaki sependek sapi. Melupakan perbincangan hangat dengan sesosok lelaki yang kini memandang penuh harap ke arahnya, peluh diseluruh tubuhnya tak membuat lelaki itu ingin segera pulang. Karena dia justru memandangi Abel. Gadis itu tampak tergesa-gesa menyusuri koridor setelah mengambil tas biru mudanya dari kelas.

"Kadang aku menyesal kenapa takdir tidak membawa kamu datang lebih awal saja." Ucap lelaki bernomor punggung dua puluh tiga tadi.

Di tengah laju langkahnya, Abel merogoh ponselnya berusaha menghubungi dua belas digit nomor yang sudah dia hafal di luar kepalanya. Tersambung, tetapi sengaja tidak diangkat oleh pemiliknya. "Rid, angkat dong!" Gemasnya sembari menyusuri tiap jengkal Kelas XII MIPA 5 yang tinggal berisi benda mati.

"Kenapa?"

Keluar dari sana, netra coklat terang Abel bertemu dengan netra milik lelaki basket tadi. Dia menggeleng singkat, lalu mengalihkan pandangan ke arah utara tempat dimana parkiran berada. Sentuhan di kepalanya membuat Abel tidak bisa berpikir terlalu panjang, pikirannya sudah terbagi menjadi dua sehingga pertanyaan lelaki basket ini seperti tak terdengar olehnya.

"Bel? Gimana?" Tanya lelaki itu sekali lagi. Abel hanya mengangguk dan segera ingin teleportasi ke tempat parkir, berharap akan bertemu lelaki yang sedari tadi mengganggu pikirannya.

"Ayo kalau gitu!!"

Tangannya tiba-tiba berada dalam genggaman hangat yang menariknya perlahan, Abel mengernyitkan dahi tak mengerti dan berusaha melepaskan tangan yang menggenggamnya tanpa izin, "kita mau kemana?" Lelaki itu justru tertawa memperlihatkan dua cekungan di pipinya, manis. Tetapi tidak sememikat lelakinya.

CERITA SAHABATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang